TEMPO.CO, Jakarta - Mahasiswi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Lintang Ayu Taufiqoh menjalani program pertukaran pelajar dan mahasiswa di negeri Paman Sam. Ia mendapatkan kesempatan mencicipi pendidikan di Amerika Serikat, tepatnya di York College of Pennsylvania.
Lintang menjadi salah satu peserta program MORA Overseas Student Mobility Awards atau MOSMA. Program ini merupakan salah satu implementasi Kurikulum Merdeka yang memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar di perguruan tinggi luar negeri. Selama 1 semester dengan durasi maksimal 6 bulan, peserta akan mendapatkan kredit yang dapat dikonversi ke dalam satuan kredit semester atau SKS di kampus asal. MOSMA adalah kolaborasi antara Kementerian Agama (Kemenag) dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan atau LPDP.
“Awalnya saya daftar program ini di akhir Juni 2023 untuk mencari pengalaman yang jauh lebih menantang,” ujar Lintang, melansir laman NU Online.
Lintang juga mendapat link pendaftaran dari grup mahasiswa program studi. "Karena penasaran, akhirnya saya daftar saja dan cari berkas-berkas penunjangnya," ujarnya.
Putri dari mendiang Muhammad Asrofudin Budianto alias Mbah Wongso, Kepala Satuan Koordinasi Nasional Barisan Ansor Serbaguna (Kasatkornas Banser) tahun 1997 sampai 2000 ini mengaku sempat kesulitan karena tidak mendapat dukungan dari fakultas asalnya. “Mungkin karena ini program batch 1. Jadi, masih belum banyak yang tahu dan dikira program tidak terpercaya, padahal yang menyelenggarakan Kemenag,” kata dia.
Mahasiswa berusia 21 tahun itu bersyukur dan bangga mengikuti MOSMA. Hal ini karena dia menjadi satu-satunya mahasiswi di fakultasnya yang lolos program tersebut.
Ketika itu, Lintang tengah menjalani kegiatan kerelawanan di daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar. Lintang menjadi relawan di Desa Sededap, Kecamatan Pulau Tiga, Kabupaten Natuna Kepulauan Riau.
Ketika dalam perjalanan laut di Kepulauan Natuna, saat itu pula hasil seleksi administrasi diumumkan. “Tepatnya tanggal 11 Juli, saya dapat pengumuman lolos seleksi berkas. Langsung nangis antara bersyukur sama khawatir enggak bisa ikut wawancara, karena sedang di lokasi yang susah sinyal,” kata Lintang.
Dengan segala keterbatasan kondisi, Lintang tetap berusaha untuk merespons pengumuman kelulusan itu di atas laju kapal, dibantu temannya. Pada proses wawancara pun, ia dibebastugaskan sementara dari kegiatannya agar dapat fokus.
“Saya benar-benar berjuang cari sinyal ke ujung pulau. Semua saya terabas, mulai gerimis, suara ombak, angin pantai, hingga tidak enak badan,” kata Lintang.
Hasil tes wawancara diumumkan 16 Juli 2023. Namun pada hari itu, Lintang masih belum menyadari apa yang terjadi. Ia mengatakan, masih merasa lelah usai rapat maraton hingga larut malam membahas agenda pengabdian. Pagi harinya, ia langsung bersiap-siap untuk melanjutkan rencana kegiatan pengabdian lagi.
Begitu memainkan gawai, Lintang melihat ada banyak pesan yang masuk ke akunnya, baik via WhatsApp maupun Instagram. "Mereka tanya sambil kirim tangkapan layar Surat Keputusan Hasil Wawancara. Mereka lihat nama saya di sana. Subhanallah, Lintang diterima. Saya otomatis nangis dan langsung mengabari mama di Magelang,” ujarnya.
Setelah kembali ke Jakarta dari Kepulauan Natuna, hingga keberangkatan ke Amerika, Lintang hanya punya waktu sebulan. Ia bersyukur segala persiapan seperti paspor, visa, berkas penunjang dan lainnya lancar.
Lintang akhirnya terbang ke Amerika Serikat pada 20 Agustus 2023. “Untuk pertama kalinya saya sebagai wong ndeso dari Magelang ke luar negeri untuk 1 semester perkuliahan, bukan jalan-jalan,” kata dia.
Tantangan di Amerika
Proses Lintang di Amerika juga tidak mulus. Ia mengatakan ada berbagai kesulitan dari segi bahasa, kultur, makanan hingga pertemanan. Ditambah lagi dengan sistem perkuliahan yang benar-benar berbeda dengan di Indonesia.
Di samping itu, Lintang mendapatkan uang saku yang hanya cukup untuk kebutuhan primer selama mengikuti program MOSMA.
"Buat bayar unit asrama dan makan sehari hari. Jadi, belum tentu bisa jajan. Yang penting makan dulu,” kata Lintang.
Apabila uang sakunya menipis, Lintang mulai menyusun tata rencana makan dengan baik. “Karena di sini kami tidak boleh kerja, kecuali mau magang di kampus. Sayangnya, saya dan teman-teman belum mumpuni,” ujarnya.
Memang dari awal kedatangannya, visa Lintang dan peserta lain hanya untuk pendidikan. Artinya, ia tidak bisa menyambi bekerja paruh waktu. Ia juga mengambil perkuliahan yang padat sehingga tidak memungkinkan secara waktu untuk bekerja.
Sebagai seorang alumnus Pesantren Al-Islahiyyah Mayan Kranding, Jawa Timur, Lintang berpesan kepada para santri untuk tetap semangat meraih mimpi. "Bermimpilah setinggi langit, salah satunya belajar di luar negeri,” kata Lintang.
Pilihan Editor: Aplikasi HireHub Karya Mahasiswa UMN dan Unsri Didanai Google & Dikti Rp 140 Juta