TEMPO.CO, Jakarta - Studi baru yang dilakukan oleh Kaspersky mengungkap para petinggi perusahaan di Asia Pasifik kini telah meningkatkan keamanan siber mereka menyusul peningkatan serangan siber yang mengkhawatirkan, demikian temuan sebuah. Data menunjukkan bahwa 77 persen perusahaan di Asia Pasifik mengalami setidaknya satu insiden siber dalam dua tahun terakhir.
Salah satu alasan utama yang disebutkan adalah kurangnya staf keamanan TI yang berkualitas (24 persen). Di antara langkah-langkah lain untuk memperkuat keamanan siber, 57 persen responden di kawasan ini menyatakan bahwa perusahaan mereka berencana melakukan investasi pada outsourcing keamanan siber dalam 12 hingga 18 bulan ke depan.
“Bisnis di Asia Pasifik telah berjuang melawan kekurangan tenaga profesional keamanan siber lokal selama bertahun-tahun. Faktanya, pada tahun 2022, dilaporkan bahwa kawasan ini membutuhkan 2,1 juta lebih staf keamanan untuk memenuhi kebutuhan tersebut,” ujar Adrian Hia, Managing Director Asia Pasifik di Kaspersky, dalam keterangannya, Jumat, 1 Desember 2023.
“Jelas sekali, hasil penelitian kami baru-baru ini memberikan angka pasti tentang bagaimana kesenjangan ini dapat berdampak buruk pada keamanan perusahaan. Dari sisi kami sebagai perusahaan keamanan siber telah secara proaktif membina kemitraan bersama dengan universitas, pemerintah, dan organisasi non-pemerintah di wilayah ini dengan tujuan bersama untuk membangun kapabilitas keamanan siber suatu negara serta membantu mengembangkan sumber daya manusia di bidang keamanan siber lokal di Asia Pasifik,” tambahnya.
Kaspersky melakukan penelitian untuk mempelajari pandangan para profesional Keamanan TI yang bekerja untuk UMKM dan bisnis di seluruh dunia mengenai dampak manusia terhadap keamanan siber di sebuah perusahaan. Survei ini mengumpulkan informasi tentang berbagai kelompok orang yang mempengaruhi keamanan siber, baik dari staf internal maupun aktor eksternal. Penelitian ini juga menganalisis tingkat dan jenis keamanan online yang diyakini oleh para petinggi perusahaan sebagai investasi yang diperlukan. Sebanyak 234 responden dari Asia Pasifik disurvei.
Responden dari wilayah tersebut mengindikasikan bahwa berbagai langkah tepat akan dapat mengatasi kesenjangan keamanan siber, dan 32 persen di antara merek mengatakan bahwa ingin melihat lebih banyak spesialis eksternal turut dilibatkan.
Tampaknya rencana investasi perusahaan juga sejalan dengan harapan mereka. Seperempat organisasi (34 persen) berencana untuk berinvestasi pada layanan profesional pihak ketiga, dan sebanyak 34 persen responden berencana untuk melakukan outsourcing keamanan siber mereka ke MSP/MSSP (Penyedia Layanan Terkelola/Penyedia Layanan Keamanan Terkelola). Industri yang paling mungkin berinvestasi pada layanan pihak ketiga dalam waktu dekat adalah perusahaan infrastruktur kritikal, energi, dan minyak dan gas.
Pada saat yang sama, banyak organisasi di kawasan ini berencana berinvestasi dalam otomatisasi proses keamanan siber mereka. Dalam 12 bulan ke depan, lebih dari separuh bisnis di sini (51 persen) mempunyai rencana konkret untuk mengimplementasikan perangkat lunak yang secara otomatis mengelola keamanan siber mereka, sementara 15 persen sedang mempertimbangkan hal tersebut.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.