Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Perdebatan Nyamuk Wolbachia untuk Pengendalian Dengue, Prof Tjandra Punya Lima Catatan

Editor

Erwin Prima

image-gnews
Masa dari Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia melakukan aksi unjuk rasa di depan Kementrian Kesehatan RI, Kuningan, Jakarta, Selasa, 28 November 2023. Dalam aksinya masa menolak program Kemenkes RI soal penyebaran jutaan nyamuk Wolbachia yang dianggap menyebabkan Demam Berdarah Dengue dan merusak ekosistem karena belum terbukti keberhasilanya. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Masa dari Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia melakukan aksi unjuk rasa di depan Kementrian Kesehatan RI, Kuningan, Jakarta, Selasa, 28 November 2023. Dalam aksinya masa menolak program Kemenkes RI soal penyebaran jutaan nyamuk Wolbachia yang dianggap menyebabkan Demam Berdarah Dengue dan merusak ekosistem karena belum terbukti keberhasilanya. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Rencana upaya pengendalian dengue dengan nyamuk mengandung wolbachia yang masih diwarnai dengan pro kontra mendapat tanggapan dari Prof Tjandra Yoga Aditama, mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara.

Tjandra menyampaikan lima hal terkait pendekatan penggunaan nyamuk berwolbachia tersebut, terutama yang berkaitan dengan WHO dan usulan penelitian mendatang.

Pertama, menurutnya, tim penasihat yang ditunjuk WHO, Vector Control Advisory Group (VCAG), pada tahun 2020 menyatakan bahwa pengendalian vektor nyamuk Aedes aegypty dengan pendekatan wolbachia ini terbukti punya nilai kesehatan masyarakat untuk menangani dengue. “Antara lain berdasar penelitian randomized case control trial atau RCT yang dilakukan di DI Yogyakarta,” ujar Prof Tjandra dalam keterangannya, Minggu, 3 Desember 2023.

Kedua, VCAG adalah tim pakar yang dibentuk oleh WHO, yang tugasnya memberi masukan kepada WHO. “Jadi VCAG bukanlah penentu kebijakan WHO secara langsung, tugasnya mengkaji secara ilmiah mendalam dan lalu memberi masukan serta mendukung WHO dalam formulasi programnya,” ujarnya.

Ketiga, VCAG pada 2020 merekomendasikan WHO untuk memulai proses pembentukan guideline untuk memformulasi rekomendasi penggunaannya pada pengendalian dengue. “Jadi memang belum disebutkan tentang penerapan langsung saat ini. Hal ini tergambar juga dalam laman WHO tentang dengue terbaru tahun 2023 ini yang memang pendekatan wolbachia belum secara eksplisit disebut dalam program penanggulangan resmi WHO kini,” ujar Tjandra.

Keempat, untuk jangka depan, Tjandra mengusulkan tiga hal. Pertama, sangat perlu dibenahi maksimal bentuk sosialisasi ke masyarakat, agar penolakan dan resistensi masyarakat dapat dikendalikan dengan baik. “Ini sangat penting dan merupakan suatu hal utama dalam kesuksesan program, kalau memang ingin dijalankan,” ujar  Yoga.

“Usul kedua, sejak sekarang perlu diantisipasi tentang aspek logistik, yaitu pengadaan nyamuk berwolbachia ini dalam jumlah yang besar. Tanpa persiapan logistik maka hasil tidak akan tercapai optimal,” ujarnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Terakhir, perlu dilakukan penelitian jangka panjang, antara lain tentang dampak paparan wolbachia yang relatif homolog pada variasi ekologi (dan epidemiologi) yang kenyatannya ada di alam, hal ini sesuai publikasi di jurnal ilmiah internasional Lancet bulan Oktober ini tentang "pisau bermata dua" dari pendekatan dengan nyamuk berwolbachia ini,” tambahnya.

Hal kelima, pendekatan Wolbachia terbukti punya nilai kesehatan masyarakat yang bermanfaat dalam pengendalian dengue, tetapi menurutnya, ada dua catatan penting. “Kesatu, pendekatan dengan nyamuk berwolbachia ini bukanlah "silver bullet" dalam pengendalian dengue. Hal ini juga disampaikan oleh badan pengendalian lingkungan Singapura beberapa waktu yang lalu,” ujarnya.

“Hal kedua yang perlu dicatat adalah bahwa pengendalian dengue dengan nyamuk berwolbachia tidak dapat dilakukan sendiri saja, harus bersama dengan program pengendalian vektor yang lain, dalam koridor bersama yang tercakup dalam integrated vector management (IVM). Hal ini disampaikan juga oleh WHO Amerika dalam publikasinya pada bulan Agustus 2023,” ujarnya.

Sebelumnya rencana pelepasan 200 juta telur nyamuk yang terinfeksi bakteri Wolbachia di Denpasar, Bali, yang dijadwalkan 13 November 2023 mengundang banyak penolakan. Salah satu upaya penolakan adalah munculnya petisi seperti yang dilakukan oleh Gladiator Bangsa. Ada beberapa alasan yang dikemukakan, di antaranya penyebaran jutaan nyamuk tersebut dinilai berdampak besar terhadap pariwisata.

Selain itu Strategi Program Nyamuk Dunia (World Mosquito Program)  untuk  terus menerus mengembangkan bakteri Wolbachia ke dalam tubuh nyamuk menyebabkan penduduk Bali dan wisatawan harus siap menerima tambahan ratusan juta gigitan nyamuk. Nyamuk harus mendapatkan pakan darah sebelum dapat menghasilkan telur. Setiap nyamuk betina akan memproduksi 100 telur, tiga kali selama masa hidup dewasanya.

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

2 hari lalu

Seorang pria yang mengenakan masker berjalan melewati ilustrasi virus di luar pusat sains regional di tengah wabah penyakit virus corona (COVID-19), di Oldham, Inggris, 3 Agustus 2020. [REUTERS/Phil Noble]
Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.


WHO: Kardiovaskular dan Pembuluh Darah Jadi Penyebab Kematian Utama Secara Global

16 hari lalu

Ilustrasi Serangan Jantung. thestar.com.my
WHO: Kardiovaskular dan Pembuluh Darah Jadi Penyebab Kematian Utama Secara Global

Kenali ragam penyakit kardiovaskular yang menjadi penyebab utama kematian secara global.


Hari Kesehatan Sedunia, Akses Pelayanan Bermutu Masih Jadi Harapan

19 hari lalu

Ilustrasi protokol kesehatan / menjaga jarak atau memakai masker. ANTARA FOTO/FB Anggoro
Hari Kesehatan Sedunia, Akses Pelayanan Bermutu Masih Jadi Harapan

Hari Kesehatan Sedunia 2024, diharapkan terwujudnya kesehatan bagi semua agar mendapat akses pelayanan kesehatan bermutu.


Perjalanan Penetapan Hari Kesehatan Dunia, Bareng Berdirinya WHO

20 hari lalu

Logo Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terpampang di pintu masuk kantor pusatnya di Jenewa, 25 Januari 2015. [REUTERS / Pierre Albouy / File Foto]
Perjalanan Penetapan Hari Kesehatan Dunia, Bareng Berdirinya WHO

Kilas balik Hari Kesehatan Dunia dan terbentuknya WHO


Hati-hati Konsumsi Daging Merah Berlebihan Berbahaya Bagi Kesehatan

22 hari lalu

Ilustrasi daging merah. Pixabay.com
Hati-hati Konsumsi Daging Merah Berlebihan Berbahaya Bagi Kesehatan

Jika daging sapi atau daging merah dikonsumsi berlebihan dapat mengancam kesehatan. Bagaimana sebaiknya?


Kepala WHO Akui Rumah Sakit Al Shifa Gaza Hancur

24 hari lalu

Warga Palestina memeriksa kerusakan di Rumah Sakit Al Shifa setelah pasukan Israel mundur dari Rumah Sakit dan daerah sekitarnya setelah operasi dua minggu, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas, di Kota Gaza 1 April 2024. REUTERS/Dawoud Abu Alkas
Kepala WHO Akui Rumah Sakit Al Shifa Gaza Hancur

Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Rabu, 3 Apil 2024, mengungkap kehancuran di Rumah Sakit Al Shifa di Gaza


Kasus DBD Naik 3 Kali Lipat, Ini Kata Kemenkes

27 hari lalu

Ilustrasi demam berdarah dengue atau DBD. Pexels/Pavel Danilyuk
Kasus DBD Naik 3 Kali Lipat, Ini Kata Kemenkes

Kasus DBD di Indonesia hingga Maret 2024 naik hampir tiga kali lipat dari jumlah pada periode yang sama 2023. Ini langkah yang dilakukan Kemenkes.


Tanggulangi DBD, Menkes Lepas Nyamuk Wolbachia di Lima Kota

30 hari lalu

Pengamatan sampel nyamuk Aedes aegipty ber-Wolbachia di Laboratorium WMP Yogyakarta. Riset ini dipimpin Profesor Adi Utarini dari UGM yang terpilih menjadi satu di antara 100 orang paling berpengaruh 2021 versi Majalah Time. Dok Tim WMP
Tanggulangi DBD, Menkes Lepas Nyamuk Wolbachia di Lima Kota

Program nyamuk Wolbachia sudah berlangsung di Bandung, Bontang, Kupang, Jakarta, dan Semarang,


Benarkah Jus Jambu Biji Dianjurkan untuk Penderita Demam Berdarah?

36 hari lalu

Ilustrasi buah jambu. TEMPO/Charisma Adristy
Benarkah Jus Jambu Biji Dianjurkan untuk Penderita Demam Berdarah?

Benarkah jus jambu biji dapat menaikkan kadar trombosit dalam darah pasien dengue atau demam berdarah? Dokter beri penjelasan.


Studi: Hanya Tujuh Negara Penuhi Standar Kualitas Udara WHO, Indonesia Belum

39 hari lalu

Gedung-gedung diselimuti polusi udara di kawasan Kota Jakarta, Selasa 24 Oktober 2024. Kualitas udara di Jakarta pada Selasa (24/10/2023) pagi tidak sehat dan menempati peringkat ke 4 terburuk di dunia. Berdasarkan data IQAir, tingkat polusi di Ibu Kota berada di angka 170 AQI US pada pukul 06.00 WIB. Peringkat kualitas udara Jakarta saat ini berada di posisi ke-4 di dunia dengan indikator warna merah, yang artinya tidak sehat. Adapun indikator warna lainnya yaitu ungu yang berarti sangat tidak sehat, hitam berbahaya, hijau baik, kuning sedang, dan oranye tidak sehat bagi kelompok sensitif. TEMPO/Subekti.
Studi: Hanya Tujuh Negara Penuhi Standar Kualitas Udara WHO, Indonesia Belum

Laporan IQAir memaparkan hanya tujuh negara yang kualitas udaranya memenuhi standar WHO.