TEMPO.CO, Jakarta - Kecintaan terhadap musik membawa Thomas Dedi Suryo Nugroho menuju Skotlandia, Inggris Raya. Dedi, sapaan akrabnya, putra Lumajang, Jawa Timur ini tak pernah menyangka bahwa ia akan menempuh studi S2 di luar negeri lewat beasiswa LPDP.
"Aku yang lahir di kota kecil dan hanya seorang guru musik, yang disepelekan sana sini, tak pernah terlintas di pikiran akan diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk merajut asa melanjutkan studi di luar negeri. Sebuah titian tertinggi dalam perjalanan hidupku sampai saat ini," tulis Dedi dalam salah satu unggahan Instagram-nya pada 22 November 2022, ketika mengetahui bahwa ia tembus dalam seleksi beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan atau LPDP.
Dari ayahnya, Dedi akrab dengan musik sejak kecil. Sang ibu telah berpulang ketika ia masih duduk di bangku SMP. Setelah kepergian ibunya, ayah Dedi berperan sebagai orang tua tunggal, memikul peran ganda. Ayahnya bekerja keras untuk memberikan akses pendidikan terbaik kepada sang putra. Salah satunya adalah dengan mengenalkan Dedi kepada musik. Berkat dorongan tersebut, ia menemukan bakatnya dalam bidang musik. Ia piawai bernyanyi dan bermain piano.
Pilih Jurusan Seni Musik di UNY
Dedi memilih jurusan yang ia sebut tidak populer di kalangan calon mahasiswa, sebagaimana jurusan lainnya. Akan tetapi, ia mantap mengambil jurusan Pendidikan Seni Musik di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). "Namun, entah kenapa di hati kecil kuat mengatakan untuk melanjutkan studi ke bidang yang tak banyak orang lihat, yaitu musik," katanya.
Ia mempunyai bekal rekam nilai akademik yang baik semasa SMA. Gurunya sempat bertanya-tanya ihwal jurusan yang diambil Dedi. Bahkan, ada guru yang tak mendukung keputusan Dedi. Namun, dukungan dari ayahnya menguatkan, Dedi tetap dengan keputusannya.
Selama menjalani kehidupan sebagai mahasiswa di UNY, Dedi tak menjadi mahasiswa yang apatis. Ia aktif mengikuti kompetisi tarik suara untuk menguji kebolehannya. Tak jarang ia menorehkan prestasi dengan raihan kemenangan, bahkan melaju sampai ke kompetisi tingkat internasional.
Selain itu, mimpinya untuk bergabung dalam paduan suara dan orkestra istana, yakni Gita Bahana Nusantara juga makbul. Setelah mengalami 6 kali kegagalan, akhirnya Dedi berhasil melenggang ke istana sebagai bagian dari tim yang memeriahkan peringatan Hari Kemerdekaan ke-74 Republik Indonesia. Ia tampil bersama dengan talenta lain dari seluruh Indonesia.
Sempat Bimbang Lanjut Studi atau Kerja
Usai lulus darn mendapatkan gelar S1, Dedi sempat bimbang apakah ia akan langsung lanjut studi S2 di UNY atau bekerja terlebih dahulu. Namun akhirnya, ia memantapkan diri untuk bekerja sebagai guru musik di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 12 Surabaya. Sembari itu, ia tetap mencari cara untuk mewujudkan mimpinya melanjutkan studi S2.
Dedi pun mengambil kesempatan pada program Bridging Course Vokasi atau disingkat BCV. BCV merupakan program beasiswa persiapan studi lanjut bagi pendidik vokasi di UGM. Pada program ini, Dedi menjadi satu-satunya guru SMK dengan tujuan studi S2, sedangkan yang lain adalah para dosen sekolah vokasi yang akan lanjut atudi S3.
Selesai mengikuti BCV, Dedi kembali ke rutinitasnya sebagai seorang guru. Sembari menjalani hari-hari mendidik siswa-siswanya, ia mulai mencicil persiapan untuk lanjut studi, termasuk di antaranya mengikuti seleksi beasiswa LPDP. "Aku diterima dalam sekali coba, juga diterima di University of Glasgow jurusan Educational Studies in Vocational Education," ujarnya.
Di Glasgow, Dedi juga bergabung dengan tim paduan suara yang beranggotakan lintas negara. Ia menjadi satu-satunya orang Indonesia dalam Glasgow Capel Choir itu.
Dedi mengatakan, memilih jalan yang berbeda daripada kebanyakan orang bukanlah sebuah kesalahan. Lewat kisahnya, ia ingin menginspirasi bahwa guru, guru seni dan musik juga bisa melanjutkan studi, bahkan hingga ke luar negeri sekalipun. "No dream is too big. No dreamer is too small. If you can dream it, you can do it," tutur Dedi.
Pilihan Editor: Jadi Salah Satu Panelis Debat Cawapres Nanti Malam, Ini Kata Rektor Unib