Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Debat Cawapres, Satya Bumi: Kandidat Gagal Memotret Masalah Lingkungan

image-gnews
Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka (kanan) menyampaikan pandangannya dengan latar belakang rivalnya, Muhaimin Iskandar saat Debat Keempat Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Minggu (21/1/2024). Debat Keempat Pilpres 2024 mengangkat tema terkait pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa. ANTARA/M Risyal Hidayat
Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka (kanan) menyampaikan pandangannya dengan latar belakang rivalnya, Muhaimin Iskandar saat Debat Keempat Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Minggu (21/1/2024). Debat Keempat Pilpres 2024 mengangkat tema terkait pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa. ANTARA/M Risyal Hidayat
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Debat cawapres keempat yang digelar pada Minggu, 21 Januari 2024 memaparkan visi misi paslon terkait pembangunan berkelanjutan, lingkungan hidup, sumber daya alam, energi, pangan, agraria dan masyarakat adat dan desa.

Sayangnya, menurut Direktur Eksekutif Satya Bumi Andi Muttaqien, dalam debat berdurasi 2 jam ini, semua kandidat gagal melihat krisis iklim sebagai permasalahan yang kompleks dan utuh sebagai satu kesatuan.

Padahal , kata dia, seharusnya kerangka mengenai krisis iklim ini yang menjadi hal utama yang harus dihadapi karena berdampak pada kebutuhan untuk transisi energi, krisis pangan dan banyaknya bencana. “Acara debat justru dipenuhi dengan gimik-gimik dan serangan personal yang minim substansi,” kata Muttaqien melalui keterangan tertulis kepada Tempo, Senin, 22 Januari 2024. 

Menurut dia, sejumlah program yang ditawarkan kandidat tertentu juga sesungguhnya menyimpan potensi masalah, namun luput dielaborasi lebih jauh oleh kandidat lain. Bahan bakar nabati seperti biodiesel dengan turunan B35 dan B40, kata Muttaqien misalnya, luput dielaborasi mengenai potensi masalah perebutan CPO untuk energi versus pangan.

“Selama 2020-2022 rerata serapan pabrik biodiesel mencapai 41,5 persen, meningkat dibandingkan tahun 2019 yang hanya 34,5 persen. Kemudian diserap oleh industri oleokimia sekitar 10 persen, dan sisanya industri pangan. Sehingga kekhawatiran kelangkaan dan tingginya minyak goreng (CPO untuk pangan) dapat muncul kembali,” katanya. 

Menurut Muttaqien, hingga kini belum ada rancangan jelas menyoal pembagian CPO untuk kebutuhan energi dan pangan. “Selama ini harga CPO lebih stabil untuk keperluan energi ketimbang pangan. Maka jangan heran ketika harga minyak goreng menjadi melambung tinggi,” ujarnya.

Ia mengatakan permasalahan biodiesel harus dilihat lebih jauh dari sekadar target bauran energi. Penelitian yang dilakukan Satya Bumi bersama Sawit Watch memperlihatkan bahwa tata kelola minyak sawit di hilir masih lemah. 

Jika pemerintah terus berambisi dengan bauran biodiesel tanpa menyelesaikan konglomerasi industri sawit yang bermain hingga lebih dari 60 persen, hal itu membuat pengawasan menjadi sulit dilakukan. Tanpa memperbaiki tata kelola hilir termasuk membenahi kebijakan dua harga untuk DMO dan ekspor, bukan tidak mungkin ambisi biodiesel justru menewaskan lebih banyak lagi anggota rumah tangga di Indonesia.

Di sisi lain ambisi peningkatan campuran biodiesel hingga B50 akan berpotensi secara tidak langsung menimbulkan deforestasi melalui pembukaan lahan hutan untuk perkebunan sawit yang lebih luas untuk memenuhi permintaan komoditas. Hal ini pernah terjadi dalam kurun waktu 2014 hingga 2020 di mana terdapat peningkatan seluas 4,25 juta hektaree lahan sawit. Pada tahun 2016 terjadi peningkatan terbesar pasca kebijakan insentif sawit melalui BPDPKS.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hingga tahun 2021, luas perkebunan kelapa sawit telah menempati sekitar 84,34 persen lahan perkebunan di Indonesia. Sementara, luas hutan menyusut dengan rata-rata 0,3 persen per tahun sejak tahun 2001. Ekspansi perkebunan kelapa sawit di Indonesia banyak dikritisi oleh pemerhati lingkungan karena menjadi salah satu penyebab utama deforestasi di Indonesia, hilangnya keanekaragaman hayati, dan penyumbang emisi.

Hilirisasi terutama nikel juga terus disebut sebagai program unggulan salah satu kandidat. Hal ini menimbang Indonesia sebagai produsen terbesar nikel di dunia dengan cadangan hingga 21 juta metrik ton. 

Muttaqien menyebut saat ini tata kelola nikel masih semrawut. Ambisi percepatan transisi energi justru dijadikan ladang bisnis, alih-alih kepentingan lingkungan dan masyarakat, sehingga mengakibatkan eksploitasi yang tidak terkontrol. Belum lagi masalah deforestasi, pencemaran dan perusakan lingkungan serta permasalahan ketenagakerjaan. 

Deforestasi dan kerusakan lingkungan akibat tambang nikel juga semakin masif di Indonesia, khususnya di Sulawesi sebagai daerah penghasil cadangan nikel yang utama dan terbesar. Satya Bumi mencatat dari tahun 2001 sampai 2019 deforestasi di Sulawesi mencapai angka seluas 2.049.586 hektare. Deforestasi terbesar terjadi pada tahun 2015 seluas 226.260 hektare, tahun 2016 seluas 190.667 hektare dan tahun 2019 mencapai luasan 159.891 hektare. 

Berdasarkan wilayah, deforestasi terbesar terjadi di Provinsi Sulawesi Tengah dengan luasan mencapai 722.624.05 hektare, kedua pada Provinsi Sulawesi Tenggara yang mencapai luasan 512.465.40 hektare dan ketiga Provinsi Sulawesi Selatan yang mencapai luasan deforestasi 333.364.55 hektare.

“Hilirisasi tidak boleh sampai memberikan kerugian yang akhirnya lebih besar kepada manusia dan alam,” kata Muttaqien. "Sudah sepatutnya pemerintah, dalam hal ini paslon capres dan cawapres, menawarkan program berbasis etika lingkungan dengan pendekatan ekosentrisme, yakni perlindungan lingkungan dengan melihat seluruh kepentingan ekosistem, alih-alih pendekatan antroposentrisme yang melihat kepentingan manusia sebagai elemen sentral."

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Upaya Wali Kota Zul Elfian Wujudkan Solok Kota Bersih dan Hijau

5 hari lalu

Upaya Wali Kota Zul Elfian Wujudkan Solok Kota Bersih dan Hijau

Solok berhasil kurangi sampah 10 persen


Jadi Duta WWF Ke-10, Berikut Cara Cinta Laura Tingkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Konservasi Air

6 hari lalu

Cinta Laura/Foto: Instagram/Cinta Laura
Jadi Duta WWF Ke-10, Berikut Cara Cinta Laura Tingkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Konservasi Air

Cinta Laura menjelaskan strategi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya konservasi dan manajemen sumber daya air yang berkelanjutan.


Upaya Pengelolaan dan Pengurangan Sampah di Daerah

7 hari lalu

Upaya Pengelolaan dan Pengurangan Sampah di Daerah

Masalah sampah bisa menjadi bencana jika penanganannya tidak komprehensif dan berkelanjutan.


Aliansi Kecam Kehadiran Industri Plastik dan Kimia dalam Delegasi Indonesia untuk Negosiasi Perjanjian Plastik

7 hari lalu

Aeshnina Azzahra Aqilani co Captain River Warrior Indonesia (Riverin) Bergabung dalam Pawai untuk mengakhiri Era Plastik, Ottawa, Kanada 21 April 2024. Foto dok: ECOTON
Aliansi Kecam Kehadiran Industri Plastik dan Kimia dalam Delegasi Indonesia untuk Negosiasi Perjanjian Plastik

Kehadiran itu membahayakan tujuan perjanjian, yaitu mengatur keseluruhan daur hidup plastik untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan.


Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca, KLHK Prioritaskan Pembatasan Gas HFC

10 hari lalu

Sejumlah kendaraan bermotor melintas di Jalan KH Abdullah Syafei, Kawasan Kampung Melayu, Jakarta, Jumat, 15 Juli 2022. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebutkan kendaraan bermotor menyumbang 47 persen emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di Ibu Kota sehingga akan dilakukan pembatasan lalu lintas kendaraan.  TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca, KLHK Prioritaskan Pembatasan Gas HFC

Setiap negara bebas memilih untuk mengurangi gas rumah kaca yang akan dikurangi atau dikelola.


Pakar Lingkungan Anjurkan Penerapan Konsep Green Idul Fitri, Apa Maksudnya?

25 hari lalu

Ilustrasi Salat Idul Fitri. ANTARA FOTO/Jojon
Pakar Lingkungan Anjurkan Penerapan Konsep Green Idul Fitri, Apa Maksudnya?

Pakar lingkungan Dr Latifah Mirzatika mengajak masyarakat untuk melaksanakan konsep Green Idul Fitri.


Indonesia Urutan Kedua, Inilah Daftar 10 Negara Paling Berisiko Bencana di Dunia Versi World Risk Report (WRR) 2023, I

27 hari lalu

Ilustrasi bencana alam.
Indonesia Urutan Kedua, Inilah Daftar 10 Negara Paling Berisiko Bencana di Dunia Versi World Risk Report (WRR) 2023, I

Indonesia berada di urutan kedua dengan indeks risiko bencana sebesar 43,5 World Risk Report (WRR) 2023.


BRIN Kembangkan Metode Daur Ulang Baterai Litium Ramah Lingkungan

29 hari lalu

Baterai Litium. shutterstock.com
BRIN Kembangkan Metode Daur Ulang Baterai Litium Ramah Lingkungan

Peneliti BRIN tengah mengembangkan metode baru daur ulang baterai litium. Diharapkan bisa mengurangi limbah baterai.


Gibran Tanggapi Hasto soal Berbohong ke Megawati Tak Akan Maju Cawapres: Kan Sudah Pamit Baik-baik

31 hari lalu

Cawapres Gibran Rakabuming Raka memberikan respons atas panggilan Mahkamah Konstitusi (MK) kepada empat menteri Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk dimintai keterangan dalam sidang sengketa Pilpres 2024.di Balai Kota Solo, Jawa Tengah, Selasa, 2 April 2024. TEMPO/SEPTHIA RYANTHIE
Gibran Tanggapi Hasto soal Berbohong ke Megawati Tak Akan Maju Cawapres: Kan Sudah Pamit Baik-baik

Gibran menanggapi pernyataan Hasto yang menyinggung proses pencalonannya sebagai wakil presiden di ajang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.


Guru Besar ITS Gagas Teknologi Bioremediasi dan Fitoremediasi untuk Pemulihan Lingkungan

32 hari lalu

Profesor ITS ke-198 Prof. Harmin Sulistiyaning Titah saat meninjau tanaman yang menjadi objek penelitiannya di rumah kaca. Dok. Humas ITS
Guru Besar ITS Gagas Teknologi Bioremediasi dan Fitoremediasi untuk Pemulihan Lingkungan

Teknologi pemulihan lingkungan biologis membutuhkan biaya yang lebih rendah.