TEMPO Interaktif, Jakarta: Setelah BlackBerry dan iPhone, pencinta ponsel pintar di negeri ini kembali dimanjakan dengan masuknya HTC Magic. Inilah handset berbasis Android, sistem operasi open source dari Google dan Open Handset Alliance yang sudah lama ditunggu-tunggu.
Pada 11 Juni lalu, diselingi tarian seksi dan taburan cahaya di sebuah hotel berbintang, sang Magic diresmikan kedatangannya di Jakarta. HTC menggandeng Telkomsel untuk memasarkannya.
Kerja sama HTC-Telkomsel memang tak seketat Telkomsel-Apple saat mendatangkan iPhone 3G. Pengguna bisa memasangkan kartu dari operator lain ke handset yang dibanderol Rp 6,5 juta itu.
Hanya, tak ada bonus. "Anda tidak akan mendapat benefit bonus data 300 megabita selama enam bulan," kata Gideon Edi Purnomo, Wakil Presiden Channel Management Telkomsel.
Kehadiran Magic di Indonesia menandai kian massifnya kehadiran Android di tengah-tengah para pemain lama. Padahal perjalanan waktu yang ditempuhnya belum lama benar.
Android diperkenalkan pertama kali oleh Google pada 2007. Setelah itu banyak yang bertanya-tanya akan seperti apa jadinya handset yang memakai sistem operasi berbasis open source atau Linux tersebut?
Dari sekian desas-desus dan rumor, akhirnya High Tech Computer (HTC) menjadi vendor pertama yang melahirkan ponsel Android pada Oktober 2008. Dream adalah nama ponsel itu.
Meski lahir dari pabrik asal Taiwan, peluncuran Dream justru dilakukan pertama kali di benua Amerika pada 22 Oktober 2008. Delapan hari kemudian, Dream muncul di Inggris.
Di Amerika dan Eropa, Dream dikenal dengan nama T-Mobile G1, sesuai dengan nama operator yang mendistribusikannya. Harganya saat itu sekitar US$ 150 dengan kontrak dua tahun dan US$ 400 tanpa kontrak.
Penjualannya pun meledak dan persebarannya semakin luas. Sampai April 2009, T-Mobile mengumumkan telah menjual sejuta unit G1 di berbagai kawasan. Di Amerika Serikat, G1 telah meraih pangsa pasar 5 persen dalam waktu tak sampai setahun.
Untuk kawasan Asia, HTC Dream pertama kali masuk Singapura pada 21 Februari 2009 melalui operator SingTel. Harganya US$ 25 sampai US$ 159 menurut berbagai macam kontrak.
Hanya beberapa hari sebelum meluncurkan Dream di Singapura, HTC memperkenalkan generasi kedua, yaitu Magic, dalam Mobile World Congress di Barcelona, Spanyol. Dua bulan kemudian si Ajaib ini sudah menembus pasar di negara yang sama.
Dari Spanyol, Magic menyebar ke Taiwan, daratan Eropa, Amerika, Asia, lalu kini berlabuh di Indonesia.
Gerakan cepat dan keberanian HTC memang patut diacungi jempol. Pasar sistem operasi ponsel pintar terbilang sarat pemain. Di sini sudah bercokol pemain lama, seperti Symbian, Windows Mobile, BlackBerry, Apple OS, dan Palm OS.
Di sisi lain, tak lama lagi HTC takkan melenggang sendiri. Ia mesti mewaspadai para pesaing yang juga siap dengan jagoan Androidnya masing-masing. Sebut saja, di antaranya, Samsung dan Huawei.
Vendor terakhir yang berasal dari Cina itu malah sudah memamerkan ponsel Android pertamanya pada CommunicAsia 2009, yang tengah berlangsung di Singapura. Huawei U8230 adalah nama ponsel pintar itu, dan akan dijual pada paruh kedua tahun ini.
Huawei U8230 berlayar sentuh, dan input-nya memakai keyboard QWERTY virtual pada layar 3,5 inci, yang lebih lebar ketimbang Magic. Ponsel ini malah sudah mengandung browser Google Chrome yang mendukung Google Map, Google Search, dan Google Talk.
DEDDY SINAGA