TEMPO.CO, Jakarta - Gudskul Rekayasa dan Dicoba-coba (GudRnD), kelompok perekayasa barang, menginisiasi program daur ulang limbah alat peraga kampanye Pemilu 2024 bersama Stuffo, brand lokal ramah lingkungan. Kedua komunitas itu memakai studio seluas 12 x 6 meter di Jagakarsa, Jakarta Selatan, untuk mengumpulkan dan mengolah banner, baliho, serta sisa alat peraga jenis lainnya. Kolaborasi yang digarap di Jalan Durian Nomor 29, Jagakarsa, itu sudah dipromosikan melalui media sosial selama beberapa waktu terakhir.
Mohammad Aldino, salah satu anggota dalam tim kolaborasi tersebut mengatakan belum banyak pegiat plastik dan pabrik pengolahan yang mengolah banner sisa kampanye. Padahal, produksi alat-alat peraga itu semakin banyak pada Pemilu 2024.
"Program ini bertujuan untuk mengolah limbah spanduk atau banner tersebut menjadi material baru yang kami kembangkan dan diberi nama multiflex," kata Aldino saat ditemui di studio kerja Jagakarsa tersebut pada Jumat, 9 Februari 2024.
Menurut dia, multiflex terbuat dari beberapa lapis banner. Karakteristik dan ketebalan multiflex yang mirip dengan papan kayu dan multiplek—triplek dengan lapisan tebal— membuat hasil olahannya menjadi pengganti kayu. Olahan itu bisa menjadi perabotan seperti lemari, meja, atau benda lain. “Kami berharap multiflex ini sendiri bisa menjadi alternatif eco material yang terbuat dari pengolahan limbah banner," ungkapnya.
Riset mengenai multiflex itu dimulai tiga bulan lalu. Saat itu, seingat Adino, ada pemilik percetakan elektronik atau digital printing yang datang ke studio dan menawarkan sisa banner untuk diolah. Pemilik printing itu bercerita bahwa banner yang diambil sering dibakar di tempat pembuangan sampah. “Orang itu peduli dengan pengolaha, sehingga menawarkan (sisa banner) ke kami" kata Aldino.
Setelah berulang kali mencoba, Aldino dan rekannya berhasil menemukan formula untuk mengolah banner berbahan flexi frontlite asal Korea dan Cina. Bahan percetakan beresolusi tinggi itu banyak digunakan karena murah. Bersama Stuffo, GudRnD berpengalaman membuat tas dari flexi Jerman karena bahannya tebal. Kreasi itu ternyata tidak cocok untuk flexi Korea dan Cina lantaran cepat robek.
“Malah jadi sampah lagi nantinya, jadi kami coba jadikan multiflex," katanya.