Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

FKUI Uji Klinis Final Vaksin Baru untuk TBC Tahun Ini

Reporter

image-gnews
Guru Besar Bidang Ilmu Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Universitas Indonesia (UI) Prof Dr dr Erlina Burhan saat ditemui usai dikukuhkan sebagai Guru Besar di UI Salemba Jakarta, Sabtu, 17 Februari 2024. ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari
Guru Besar Bidang Ilmu Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Universitas Indonesia (UI) Prof Dr dr Erlina Burhan saat ditemui usai dikukuhkan sebagai Guru Besar di UI Salemba Jakarta, Sabtu, 17 Februari 2024. ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah vaksin baru untuk pengobatan tuberkulosis (TB atau TBC) yang lebih efektif akan mulai dikembangkan di Universitas Indonesia (UI) pada tahun ini. Vaksin yang akan segera dimulai uji klinis finalnya itu diharap menggantikan vaksin saat ini yang telah berasal dari pengembangan 1970.

"Sudah jadul. Kami di Fakultas Kedokteran UI akan segera uji klinis Vaksin M72, dari Bill and Melinda Gates Foundation, mudah-mudahan bisa menjadi perhatian masyarakat," kata Erlina Burhan, dokter spesialis pulmonologi dan respirasi yang baru saja dikukuhkan sebagai guru besar di bidang yang sama oleh Universitas Indonesia di Salemba, Jakarta, Sabtu 17 Februari 2024.

Erlina menyebut vaksin jadul untuk TB itu adalah BCG, Bacille Calmette-Guerin. Pengobatan dengannya butuh enam bulan. Dengan vaksin M72 yang segera jalani uji klinis tahap tiga itu nanti diharap bisa mempersingkat masa pengobatan menjadi empat bulan.

Selain Vaksin M72, Erlina mengungkap banyak penelitian baru dalam rangka menanggulangi TB di Indonesia. "Nantinya, Badan Pengawas Obat dan Makanan akan berperan menerapkan kebijakan membuat izin edar untuk obat dan vaksin tersebut apabila penelitian telah selesai dan dinilai aman untuk digunakan," katanya menerangkan.

Menurut Ketua Kelompok Kerja Infeksi di Perhimpunan Dokter Paru Indonesia ini, Vaksin BCG tidak efektif karena hingga saat ini Indonesia masih menempati peringkat kedua dengan kasus TB tertinggi di dunia. Sedangkan uji klinis tahap dua dari Vaksin M72 telah memberi hasil kemampuan menghapus TB sebesar 50 persen. 

Berdasarkan data yang disampaikan Erlina, kasus TB di Indonesia saat ini mencapai 1.060.000 kasus per tahun. Jumlah kematiannya sebanyak 140.700, yang berarti setiap satu jam ada 16 orang yang meninggal karena TB. "Padahal, target eliminasi 2050 itu kita hanya sekitar 320 orang yang menderita TB di Indonesia," katanya.

Terkait target eliminasi TB dengan mengakhiri epidemi TB pada 2030, Erlina menegaskan perlu upaya lintas sektor yang berkelanjutan, dengan upaya yang terstruktur dan masif. Termasuk juga pendanaan. Harapannya, pemerintahan yang baru setelah Pemilu 2024 lebih banyak memberikan perhatian untuk kasus TB ini.

"Target eliminasi TB itu 2030, tinggal enam tahun lagi dan kita berpacu dengan waktu," katanya sambil menambahkan, "Yang saya lihat itu di Indonesia orang bekerja sendiri-sendiri, ada yang mengerjakan terapi, diagnosis, tetapi tidak ada orkestrasi."

Ia juga menekankan agar masyarakat tidak menganggap batuk-batuk sebagai gejala yang sepele, karena bisa jadi hal tersebut adalah gejala TB. Yang banyak terjadi, Erlina mengatakan, masyarakat baru kaget kalau sudah batuk darah. 

"Orang-orang tidak ngerti kalau batuk-batuk itu berbahaya, dianggap sepele padahal batuk itu tidak normal, sehingga harus ada upaya untuk memeriksakan diri," katanya.

WHO Umumkan Obat-obatan TBC

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Beberapa hari sebelum pernyataan dari Erlina, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menerbitkan Rapid Communication atau informasi cepat tentang obat pencegah Tuberkulosis dalam upaya menekan laju kasus secara global. Ada lima poin dalam informasi cepat yang dikeluarkan pada 14 Februari lalu tersebut.  

"Ini suatu aspek yang menarik, karena biasanya kita hanya bicara tentang mengobati yang sudah jatuh sakit, tetapi kembali ditegaskan bahwa ada obat untuk mencegah Tuberkulosis," kata mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama, melalui pesan singkat di Jakarta, Minggu.

Poin pertama menyampaikan bahwa sekitar seperempat penduduk dunia sudah pernah terinfeksi kuman TB atau TBC, namun mereka belum tentu akan jatuh sakit, baik karena fenomena bakteri TBC yang bersifat dorman atau karena daya tahan tubuh yang lebih kuat.

"Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sekitar 5-10 persen dari masyarakat yang terinfeksi TBC dapat jatuh sakit, dan utamanya penyakit akan muncul pada dua sampai lima tahun sesudah infeksi awal," kata Tjandra mengungkapkan.

Kedua, WHO secara jelas menyebutkan bukti ilmiah menunjukkan bahwa obat pencegah TB pada mereka yang risiko tinggi akan secara progresif menurunkan risiko itu. Hal Ketiga dalam publikasi itu disebutkan bahwa WHO merekomendasikan penggunaan obat levofloxacin selama 6 bulan, khusus untuk pengobatan pencegahan TB untuk mereka yang kontak dengan pasien TB dengan resistensi berganda atau resistensi rifampisin (MDR/RR-TB).

"Ini sejalan dengan hasil penelitian terbaru dari Afrika Selatan dan Vietnam. Tentu akan bagus kalau di masa datang hasil penelitian Indonesia juga akan dapat jadi acuan dunia juga," kata Tjandra yang juga Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi di FKUI.

Keempat, ada perubahan dosis pada regimen pengobatan pencegahan TB pada obat levofloxacin dan rifapentine, dan juga penggunaan bersama dengan obat dolutegravir. Ke lima, ada integrasi rekomendasi WHO screening guidelines 2021 dengan WHO guidelines on new tests of TB infection.

"Juga ada pembaruan algoritme bagaimana pengobatan pencegahan TBC ini dilakukan pada mereka yang kontak dengan pasien TBC, kelompok ODHA serta kelompok risiko tinggi lainnya."

Pilihan Editor: AMPV, Kendaraan Tempur Baru di Angkatan Darat Amerika Ini Diklaim Kompetitif terhadap Tank

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Waspada Heat Wave, Apa Penyebab dan Bahayanya?

1 hari lalu

Waspada Heat Wave, Apa Penyebab dan Bahayanya?

Heat wave atau gelombang panas dapat menyebabkan dampak negatif bagi tubuh dan kulit, seperti heat stroke dan kanker kulit. Apa penyebabnya?


Dosen FKUI Raih Penghargaan Best Paper pada Kongres Obstetri dan Ginekologi di Jepang

2 hari lalu

Dosen di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Vita Silvana meraih penghargaan Japanese Society of Obstetrics and Gynecology (JSOG) Congress Encouragement Award sebagai Best Paper di bidang Reproductive Medicine. Dok. Humas UI
Dosen FKUI Raih Penghargaan Best Paper pada Kongres Obstetri dan Ginekologi di Jepang

Dosen FKUI dapat bersaing di dunia medis secara global.


WHO: Hampir 10 Persen Makanan di Indonesia Tinggi Lemak Trans

3 hari lalu

Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono  dalam konferensi pers bertajuk Menuju Eliminasi Lemak Trans di Indonesia pada 6 Mei 2024 di Jakarta/Tempo-Mitra Tarigan
WHO: Hampir 10 Persen Makanan di Indonesia Tinggi Lemak Trans

Ada banyak dampak buruk konsumsi lemak trans dalam kadar yang berlebih. Salah satu dampak buruknya adalah tingginya penyakit kardiovaskular.


Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

5 hari lalu

Vaksin AstraZeneca menjadi satu di antara vaksin yang digunakan banyak negara termasuk Indonesia dalam melawan pandemi virus corona. Sarah Gilbert juga melepas hak paten dalam proses produksi vaksin tersebut, sehingga harga vaksin bisa lebih murah. Sarah dan sejumlah ilmuwan yang terlibat dalam pembuatan vaksin telah dianugrahi gelar kebangsawanan oleh Ratu Elizabeth II tahun ini. REUTERS
Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

Pada 2021 lalu European Medicines Agency (EMA) telah mengungkap efek samping dari vaksinasi AstraZeneca.


Top 3 Dunia: India Tak Terima Tuduhan Xenofobia Biden Hingga Gencatan Senjata Gaza

5 hari lalu

Presiden AS Joe Biden besama mantan presiden AS Barack Obama meninggalkan Air Force One di Bandara Internasional John F Kennedy di New York, AS 28 Maret 2024. REUTERS
Top 3 Dunia: India Tak Terima Tuduhan Xenofobia Biden Hingga Gencatan Senjata Gaza

Berita Top 3 Dunia pada Sabtu 4 Mei 2024 diawali penolakan India soal tudingan xenofobia oleh Presiden AS Joe Biden


Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

6 hari lalu

PM Israel Benyamin Netanyahu dan istrinya, Sara. REUTERS
Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

Pejabat senior Hamas mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berupaya menggagalkan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.


WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

6 hari lalu

Warga Palestina menikmati pantai pada hari yang panas, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas, di Rafah, di selatan Jalur Gaza, 24 April 2024. REUTERS/Mohammed Salem
WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

WHO mengatakan tidak ada rencana darurat yang dapat mencegah "tambahan angka kematian" di Rafah jika Israel menjalankan operasi militernya di sana.


Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

8 hari lalu

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (27/2/2024). ANTARA.
Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

Inisiatif ini akan membantu sistem kesehatan Indonesia untuk menjadi lebih tangguh terhadap dampak perubahan iklim.


Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

10 hari lalu

UNDP, WHO dan Kemenkes kolaborasi proyek yang didanai oleh Green Climate Fund (GCF) untuk waspadai dampak Perubahan Iklim di bidang Kesehatan/Tempo- Mitra Tarigan
Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

Kemenkes, UNDP dan WHO kolaborasi proyek perkuat layanan kesehatan yang siap hadapi perubahan iklim.


Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca-Pandemi COVID-19

14 hari lalu

Seorang pria yang mengenakan masker berjalan melewati ilustrasi virus di luar pusat sains regional di tengah wabah penyakit virus corona (COVID-19), di Oldham, Inggris, 3 Agustus 2020. [REUTERS/Phil Noble]
Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca-Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.