TEMPO.CO, Jakarta - Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN menganalisis fenomena cuaca ekstrem yang menyebabkan terjadinya puting beliung di Rancaekek, Kabupaten Bandung. Puting beliung yang menyapu 493 rumah pada Kamis, 22 Februari 2024 ini, sangat sulit diprediksi kehadirannya.
Puting beliung termasuk kejadian langka di Indonesia. Bila sekali datang bisa meluluhlantakkan bangunan, seperti yang terjadi di Rancaekek. Puting beliung juga disebut sebagai microscale tornado atau tornado dengan skala kecil.
Hasil analisis awal BRIN terhadap puting beliung di Rancaekek menunjukkan bahwa fenomena ini terjadi akibat konvergensi angin dan uap air di daratan sekitar wilayah Rancaekek. Setelah terkonvergensi, muncul pertumbuhan awan cumulonimbus yang sangat cepat dan meluas.
"Proses pembentukan awan ini akhirnya membebaskan panas laten dan selanjutnya meningkatkan updraft atau aliran udara ke atas," kata Peneliti Senior di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Didi Setiadi, dalam keterangannya, Jumat, 23 Februari 2024.
Updraft yang semakin meningkat itu, kata Didi, membuat pertumbuhan awan menjadi lebih banyak dan bisa berputar dibantu oleh kecepatan angin. Hasil akhir dari proses ini, ada kolom udara berputar semakin kuat dan mencapai permukaan tanah, baru setelah itu menghasilkan puting beliung.
Didi menjelaskan, puting beliung yang terjadi di Rancaekek lebih rendah dampaknya dibanding tornado. Dua bencana akibat cuaca ekstrem itu punya perbedaan yang signifikan. Tornado biasanya terjadi dalam awan badai yang terbentuk sepanjang front atau dua massa udara berbeda.
Sedangkan untuk puting beliung, menurut Didi, terjadi karena proses konveksi lokal di dalam awan badai, biasanya berkaitan dengan downburst atau microburst. "Jadi aliran udara ke bawah lebih kuat puting beliung, tapi untuk skala dampaknya lebih besar tornado," kata Didi.
Perbedaan lainnya antara tornado dan puting beliung adalah durasi kejadiannya. Didi menjelaskan, tornado cenderung berlangsung dalam waktu berjam-jam. Sedangkan puting beliung lebih pendek dan bisa dalam hitungan beberapa menit saja.
Menurut Didi, tornado jarang terjadi di kawasan tropis dan biasanya terbentuk di wilayah lintang tengah yang gradien temperaturnya tinggi. "Sedangkan puting beliung di wilayah tropis, di mana konveksi sangat aktif karena kondisi atmosfer yang hangat dan lembab," ujarnya.
Didi menambahkan, tornado sangat berbahaya dan lebih berisiko dibanding puting beliung. Kendati demikian, bukan berarti puting beliung tak berbahaya. "Hanya saja, bila terjadi di wilayah padat penduduk, dampak dari puting beliung juga cukup berbahaya karena menyebabkan kerusakan lokal," tambahnya.
ALIF ILHAM FAJRIADI