Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ramai Isu Badai Matahari, Peneliti Antariksa BRIN Jelaskan Dampaknya ke Bumi

image-gnews
Memprediksi Badai Matahari dalam 24 Jam
Memprediksi Badai Matahari dalam 24 Jam
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Matahari kini sedang mendekati fase puncak siklus 11 tahunan. Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Antariksa Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) di Bandung Johan Muhamad mendapati ada banyak badai matahari atau lontaran massa dari korona matahari menjelang fase puncak.

“Tapi tidak semua badai matahari berakibat fatal pada bumi,” ujar Johan di acara daring Dialog, Obrolan, Fakta Ilmiah Populer dalam Sains Antariksa bertopik Riset Matahari dan Aktivitasnya gelaran BRIN, pada Jumat, 15 Maret 2024. 

Belakangan ini ramai di media sosial tentang isu badai matahari yang dikaitkan dampaknya ke bumi hingga dianggap sebagai penyebab kiamat. Badai matahari, kata Johan, merupakan istilah dari aktivitas sang surya terkait bintik matahari yang kemunculannya bisa diamati atau dipantau dari bumi.

Pengamatan bintik matahari itu telah dilakukan peneliti astronomi melalui teleskop sejak abad ke-17 hingga sekarang. Bintik matahari merupakan konsentrasi medan magnet yang lebih besar dibandingkan area lain di matahari. Bintik itu juga menjadi tempat yang potensial bagi ledakan di matahari.

Bentuknya ada yang berupa flare, yaitu peningkatan intensitas kecerlangan di matahari sebagai wujud pelepasan energi. Kemudian juga ada yang berupa lontaran massa korona atau coronal mass ejection (CME). ”Kedua fenomena itu yang biasanya punya dampak ke bumi karena melepaskan energi dan massa yang sangat besar sesuai ukuran matahari yaitu satu juta kali lebih besar ukuran bumi,” kata Johan.

Saat ini menurut Johan, kondisinya sudah mendekati puncak siklus 11 tahunan matahari. “Hampir setiap hari sekarang kita amati ada bintik matahari (sunspot), flare, CME,” katanya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dampak badai matahari itu ke bumi misalnya pada jalur komunikasi radio, sinyal navigasi seperti Global Positioning System (GPS) dan Global Navigation Satelite System.(GNSS), serta survei magnetik.

Namun jarak matahari dan bumi tergolong jauh sekitar 150 juta kilometer. Jadi ketika terjadi badai matahari, pelepasan massa dan energinya telah tersebar ke tempat lain. “Bumi sendiri punya pelindung perisai magnetik sehingga cukup aman untuk manusia,” ujarnya.

Sejatinya, siklus itu tidak selalu 11 tahun sekali. Dari hasil data pengamatan sebelumnya yang selama ratusan tahun, puncak siklus matahari bisa terjadi dalam kurun 8, 10 tahun, bahkan bisa lebih sampai 12 atau 13 tahun. Jumlah bintik matahari itu pun beragam, bisa 50, 100, atau 200 sunspot yang menghasilkan pola lain dalam kurun waktu 60 hingga 100 tahun. 

ANWAR SISWADI

Baca Juga: Ledakan Beruntun Bintik Matahari Raksasa, Apa Dampaknya ke Bumi?

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Badai Geomagnetik Picu Gangguan Sinyal di Indonesia dan Dunia, Begini Kata Peneliti BRIN

4 jam lalu

Badai matahari dikabarkan akan menghantam bumi pada akhir tahun 2023? Kenali apa itu badai matahari di artikel ini. Foto: Canva
Badai Geomagnetik Picu Gangguan Sinyal di Indonesia dan Dunia, Begini Kata Peneliti BRIN

Ilmuwan NOAA mendeteksi badai geomagnetik terbaru yang terjadi pada 23 Maret 2024 dan dampaknya diperkirakan berlanjut hingga Mei ini.


DBD Masalah Kesehatan Dunia, BRIN Temukan Metode Pengendalian

7 jam lalu

Petugas melakukan fogging atau pengasapan untuk mencegah penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu 9 Maret 2024. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat mencatat sejak Januari 2024 hingga Maret 2024 jumlah kasus penyakit DBD sebanyak 7.654 kasus dengan angka kematian mencapai 71 kasus. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
DBD Masalah Kesehatan Dunia, BRIN Temukan Metode Pengendalian

Demam berdarah dengue (DBD) menjadi masalah bagi negara-negara tropis di dunia. Acapkali dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti.


Seberapa Ekstrem Dampak Badai Matahari Pekan Ini? Simak Penjelasan Peneliti Antariksa BRIN

12 jam lalu

Memprediksi Badai Matahari dalam 24 Jam
Seberapa Ekstrem Dampak Badai Matahari Pekan Ini? Simak Penjelasan Peneliti Antariksa BRIN

Badai matahari memicu paparan elektromagnetik yang mempengaruhi sejumlah alat komunikasi dan navigasi di bumi. Fenomena langka dari siklus surya.


Cerita WNI Terkesima Menonton Aurora Australis dari Australia

20 jam lalu

Aurora Australis di Pantai Altona, Victoria, Australia pada 11 Mei 2024/Nurul Mahmudah
Cerita WNI Terkesima Menonton Aurora Australis dari Australia

Seorang WNI, menceritakan pengalamannya bisa menikmati fenomena alam Aurora Australis, di negara bagian Victoria, Australia.


Dampak Badai Matahari 2024, Gangguan Satelit Starlink Hingga Munculnya Fenomena Aurora

21 jam lalu

Badai matahari dikabarkan akan menghantam bumi pada akhir tahun 2023? Kenali apa itu badai matahari di artikel ini. Foto: Canva
Dampak Badai Matahari 2024, Gangguan Satelit Starlink Hingga Munculnya Fenomena Aurora

Badai geomagnetik akibat aktivitas matahari atau Badai Matahari 2024 mulai terjadi sejak Jum'at, 10 Mei lalu hingga beberapa waktu ke depan.


Satelit Starlink Milik Elon Musk Terganggu Akibat Badai Matahari, Begini Penjelasannya

1 hari lalu

Satelit internet Starlink SpaceX di orbit. Kredit : SpaceX
Satelit Starlink Milik Elon Musk Terganggu Akibat Badai Matahari, Begini Penjelasannya

Badai Geomagnetik akibat aktivitas matahari kembali berdampak pada satelit Starlink milik Elon Musk. Apa penyebabnya?


Mengapa Aurora Tidak Terlihat di Wilayah Indonesia?

1 hari lalu

Rachel Vennya berfoto dengan latar aurora borealis di Kutub Utara, Februari 2024 (Instagram/@rachelvennya)
Mengapa Aurora Tidak Terlihat di Wilayah Indonesia?

Kemungkinan terjadinya aurora di langit Indonesia sangat rendah karena berada di sekitar khatulistiwa,


Ekspedisi Jalur Sesar Baribis, BPBD Jabar Sosialisasi Bahaya Gempa

1 hari lalu

Pemetaan secara geologis Sesar gempa Baribis dari Serang di Banten sampai Purwakarta di Jawa Barat melintasi wilayah selatan Jakarta. (ANTARA/HO-BNPB)
Ekspedisi Jalur Sesar Baribis, BPBD Jabar Sosialisasi Bahaya Gempa

Ekspedisi Sesar Baribis akan tersebar ke beberapa titik untuk sosialisasi dan upaya mitigasi bahaya gempa.


Potensi Gempa Sesar Lembang, Peneliti BRIN Sebut Tingkat Ancaman Besar Karena Dangkal

1 hari lalu

BNPB memasang rambu peringatan  keberadaan sesar atau patahan di lokasi  Sesar Lembang, utara Bandung, Jumat, 26 April 2019. (Tempo/Anwar Siswadi)
Potensi Gempa Sesar Lembang, Peneliti BRIN Sebut Tingkat Ancaman Besar Karena Dangkal

Sampai kedalaman 4,5 meter tanah ditemukan empat kejadian gempa yang berkaitan dengan Sesar Lembang


Pemugaran Situs Candi di Jambi Ungkap 5 Lapisan Tanah Purba, Kota Besar yang Runtuh oleh Banjir?

1 hari lalu

Komplek Situs Candi Muarojambi. TEMPO/Zulkarnain
Pemugaran Situs Candi di Jambi Ungkap 5 Lapisan Tanah Purba, Kota Besar yang Runtuh oleh Banjir?

Pemugaran situs Candi Parit Duku di Jambi mengungkap lima lapisan tanah purba atau lapisan budaya dalam istilah arkeologi.