TEMPO.CO, Jakarta - Pabrik minyak makan merah pertama telah diresmikan Presiden Joko Widodo di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Kamis, 14 Maret 2024. Pabrik itu digadang-gadang sebagai pemasok minyak goreng murah dengan kandungan nutrisi lebih tinggi dibandingkan minyak goreng bening, hasil penyulingan, yang selama ini dikenal.
Berlokasi dan beroperasi di Regional 1 PTPN I, Desa Pagar Merbau II, pabrik baru itu diproyeksi mampu berproduksi hingga 7 ton minyak makan merah per hari. Jumlah itu tergolong kecil sebab konsumsi minyak goreng di Indonesia per tahunnya mencapai lima juta ton.
"Karena masih baru dan pabriknya juga baru diresmikan, tentu jumlah produksinya tidak terlalu banyak," kata Periset Agroindustri dari Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN, Indra Budi Susetyo, saat dihubungi Rabu, 20 Maret 2024.
Meski begitu Indra menilai pembangunan pabrik itu upaya yang bagus untuk mengolah minyak kelapa sawit atau CPO menjadi produk yang bisa dikonsumsi, selain minyak goreng biasa yang sudah lebih dulu dikenal. Jumlah yang masih terbatas, kata dia, bisa dijadikan sebagai pengenalan kepada masyarakat bahwa ada alternatif minyak goreng yang lebih sehat dan murah.
Indra meyakinkan bahwa minyak makan merah sudah lama ditemukan dan negara lain telah lebih dulu menggunakannya. "Sementara di Indonesia kita butuh pengenalan lagi ke masyarakat karena sudah terlanjur menjadi kebiasaan menggunakan minyak goreng biasa yang lebih jernih," ucap Indra.
Lalu, apakah konsumsi minyak makan merah akan berdampak kepada lingkungan berupa pembukaan lahan baru? Indra berpendapat, tidak perlu ada dampak itu. Alasannya, lahan untuk produksi sawit di Indonesia sudah tergolong banyak dan mampu menghasilkan sekitar 50 juta ton CPO per tahun.
Jumlah itu disebutnya sudah melebihi total kebutuhan dalam negeri per tahun. Itupun, Indra menambahkan, "Untuk konsumsi mungkin hanya 16 persen saja dan selebihnya habis untuk biodiesel dan diekspor."
Sebab itu, menurutnya, kehadiran minyak makan merah tak akan membawa dampak baru pada deforestasi dan pembukaan lahan baru. Hanya perlu memberdayakan pabrik yang telah ada saja.
"Lagian minyak ini juga masih baru dan belum tentu semua masyarakat suka juga," ucap Indra merujuk kepada proses pengenalan masyarakat terhadap warna terang dan aroma kuat biji sawit dalam minyak makan merah.
Sebelumnya, ahli gizi di Universitas Airlangga (Unair), Lailatul Muniroh, juga membeberkan kekurangan di antara sederet kelebihan nutrisi yang dimiliki minyak makan merah. Produksi yang tidak melalui proses penyulingan disebutnya mungkin membuat minyak makan merah mengandung kontaminan yang lebih tinggi.
"Selain itu, M3 juga lebih rentan terhadap oksidasi, yang dapat memperpendek umur simpannya," kata dia lewat keterangan tertulis.
Lailatul menyebutkan bahwa variabilitas dalam kualitas minyak mentah atau minyak makan merah yang digunakan dalam produksi makanan juga dapat menyebabkan ketidakseragaman dalam produk akhir. Itu termasuk karena kandungan kontaminannya yang relatif tinggi, sehingga dapat mempengaruhi kualitas dan keamanan produk akhir.
Minyak Makan Merah. (Foto: Humas Kemenkop)
Adapun kelebihan minyak makan merah adalah, antara lain, memiliki beberapa kandungan bioaktif (fitonutrien) yang lebih unggul daripada minyak konvensional. Dia mengutip konsentrasi Karoten, Vitamin E, dan Squalene yang lebih tinggi dibandingkan minyak lainnya.
Lailatul menguraikan bahwa Karoten yang berfungsi sebagai pro vitamin A dan antioksidan, memiliki peran vital dalam meningkatkan sistem imun serta kesehatan mata dan kulit. Sedangkan Vitamin E, sebagai antioksidan.
Minyak makan merah juga diklaim memiliki kandungan nutrisi yang baik untuk anak-anak karena mengandung asam oleat dan asam linoleat, yaitu kelompok asam lemak omega-9 dan omega-6 yang penting untuk perkembangan otak anak.
Pilihan Editor: Link Pendaftaran UTBK SNBT 2024, Syarat, dan Cara Daftarnya