TEMPO.CO, Garut - Pemerintah Kabupaten Garut, Jawa Barat, merekrut ribuan tenaga pendamping keluarga untuk mendukung penurunan angka stunting. Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBPPA) Garut, Yayan Waryana, mengatakan program penurunan stunting itu memiliki target prevalensi (proporsi dari populasi) di bawah 14 persen.
"Mulai hari ini tim pendamping keluarga sudah bekerja ke lapangan," ujar Yayan kepada Tempo pada Senin, 25 Maret 2024.
Tim pendamping keluarga akan ditempatkan di setiap desa. Mereka terdiri dari tenaga kesehatan, kader pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga (PKK), kader keluarga berencana (KB), dan Kader Posyandu. Terdapat 1.991 tim yang bila ditotal anggotanya mencapai 5.973 orang.
Sebelum menjalankan tugas, kata Yayan, setiap tim mendapatkan pembekalan selama 10 hari, sejak 13-23 Maret 2024. Materi yang disampaikan mencakup deteksi dini resiko stunting, serta pendampingan surveilans atau pengamatan secara sistematis.
Pada 2022, pemerintah pusat menyatakan Garut sebagai daerah merah atau darurat stunting. Angka prevalensi stunting di Garut menjadi yang tertinggi di Jawa Barat, yaitu mencapai 35,2 persen dari 216 ribu anak-anak. Besaran itu melandai ke 23,6 persen pada tahun lalu.
Warga yang didampingi oleh tim tersebut, Yayan meneruskan, dimulai dari calon pengantin. Pasangan yang akan berumah tangga diberikan penyuluhan terkait resiko anak stunting. Penyuluhan dan pendampingan semakin intens dilakukan sejak seorang ibu hamil hingga melahirkan. Tim pendamping juga menyalurkan bantuan kepada keluarga berisiko stunting, seperti pemberian makanan tambahan, baik untuk ibu hamil maupun balita.
Yayan mengakui bahwa lembaganya hanya mampu memberikan uang sebesar Rp 600 ribu secara intensif kepada setiap anggota tim pendamping, selama satu tahun. Jumlah dana yang digelontorkan Pemerintah Garut mencapai Rp 3,5 miliar.
"Anggarannya terbatas," kata dia.
Program percepatan penurunan stunting pun dilakukan hingga ke tingkat desa. Anggaran penanganan stunting diambil dari dana desa. Desa Pasawahan, Kecamatan Tarogong Kaler, sebagai contoh, mengalokasikan biaya makanan tambahan untuk ibu hamil sebesar Rp 19 juta. Sementara balita mendapat sebesar Rp 16,7 juta.
Pemerintah desa juga menyiapkan satu orang pendamping untuk memantau perkembangan keluarga yang anaknya berisiko stunting. Dana yang disiapkan untuk kegiatan ini sebesar Rp 36 juta.
"Penanganan stunting masih jadi skala prioritas penggunaan dana desa. Dari tahun kemarin kami sudah melaksanakan kegiatan seperti ini," ujar Sekretaris Desa Pasawahan, Rista.
Pilihan Editor: Survei Populix: Konsumsi Internet dan Media Digital Melambung 40 Persen Selama Bulan Puasa