TEMPO.CO, Jakarta - Telegram meluncurkan program login peer-to-peer atau P2PL. Sistem itu dirancang untuk menerima kode OTP walaupun aplikasi pesan instan itu sedang tidak terkoneksi dengan sinyal. Caranya dengan mengirimkan kode permintaan login lewat pengguna lain.
Sebelum kode dikirimkan ke pengguna lain, Telegram akan meminta nomor telepon peserta untuk dijadikan relay pin. Namun, metode ini hanya bisa digunakan 150 kali dalam sebulan. Biaya pengiriman pesan dibebankan kepada pengguna yang nomornya didaftarkan.
Metode P2PL memang terdengar mudah dan bermanfaat. Namun, cara unik untuk masuk ke akun Telegram dinilai berisiko terhadap keamanan digital dan data pribadi. Peluang peretasan akibat nomor yang disebar sangat berpotensi merugikan pengguna. Para pengamat teknologi juga tidak merekomendasikan P2PL tersebut.
Pihak Telegram memilih lepas tangan seandainya ada kesalahan privasi yang dialami pengguna. Dalam surat ketentuan Telegram, pengembang platform komunikasi itu menyatakan tidak akan bertanggung jawab bila ada kerugian ketika pengguna mencoba login dengan metode P2PL. Terlebih, cara login tersebut juga bukan yang lazim digunakan.
Meski sangat riskan dan berbahaya, metode P2PL sebelumnya diluncurkan sebagai solusi bagi pengguna Telegram yang kesulitan mengakses akun dalam situasi darurat. Pemilik akun biasanya harus menerima kode langsung dari perangkatnya agar mengakses akun. Cara klasik ini bisa terkendala oleh situasi tertentu, misalnya sinyal yang buruk atau ketika pengguna berada di daerah tanpa jaringan.
Dikutip dari Phone Arena pada Selasa, 26 Maret 2024, peluncuran metode login P2PL Telegram itu dibarengi dengan diskon. Salah satu penawaran untuk pengguna adalah akses premium ke Telegram seharga US$ 4,99 atau setara dengan Rp 78 ribu. Pengguna yang mendaftar program P2PL mengakses Telegram premium selama sebulan.
Pilihan Editor: Sukses di Smartphone, Xiaomi Luncurkan HyperOS untuk Sistem Operasi di TV