Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Profesor ITS Kembangkan Cat Pengecoh Radar dari Pasir Erupsi Gunung Semeru

image-gnews
Sejumlah kapal perang Republik Indonesia (KRI) yang tergabung dalam Latihan Operasi Amfibi (Latopsfib) TNI Angkatan Laut (AL) 202i  di Dabo Singkep, Kepulauan Riau. TNI AL mengerahkan 33 kapal perang, 16 pesawat udara, 39 material tempur Korps Marinir, dan 4.300 prajurit dalam latihan tersebut. Foto : TNI
Sejumlah kapal perang Republik Indonesia (KRI) yang tergabung dalam Latihan Operasi Amfibi (Latopsfib) TNI Angkatan Laut (AL) 202i di Dabo Singkep, Kepulauan Riau. TNI AL mengerahkan 33 kapal perang, 16 pesawat udara, 39 material tempur Korps Marinir, dan 4.300 prajurit dalam latihan tersebut. Foto : TNI
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Profesor dari Departemen Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Mashuri, menciptakan bahan khusus untuk mendukung teknologi pengecoh radar. Pengembangan sistem antiradar secara mandiri dianggap urgen untuk meminimalisir ancaman dari negara asing.

Guru Besar ke-203 di ITS itu langsung terpacu untuk memulai penelitian seusai mendengar kabar ihwal adanya pesawat asing yang melintas di Laut Jawa pada 2010. Armada dari negara luar itu tidak terdeteksi oleh sistem radar lokal. Hal itu dianggap sebagai ancaman serius dari sisi pertahanan Indonesia.

“Karena saat itu informasi teknologi antiradar masih terbatas, kami bertekad untuk menginisiasi dan ikut meneliti bahan penyerap gelombang radar,” kata Mashuri, dikutip dari laman resmi ITS News pada 27 Maret 2024.

Bersama tim dari Laboratorium Material Maju ITS, dia mengembangkan pelapis anti radar dari material lokal. Pada dasarnya, penyerap gelombang radar dibuat dari bahan magnetik dan dielektrik seperti karbon.

“Secara fisik, permukaan antiradar dibentuk dengan banyak sudut lancip. Sehingga gelombang elektromagnetik tidak dapat terpantulkan kembali,” kata pria kelahiran 1969 tersebut.

Mashuri kemudian memakai pasir besi Lumajang dan arang bambu sebagai bahan untuk membuat lapisan antiradar. Pasir besi dari letusan Gunung Semeru disintesis untuk mengekstrak serbuk magnetiknya. Selanjutnya ada metode karbonisasi pada arang bambu untuk membentuk serbuk reduced Graphene Oxide (rGO).

Tim harus menguji ukuran penyerapan gelombang radar dengan alat bernama Vector Network Analyzer. Dengan pita frekuensi 8 hingga 18 gigahertz (GHz), perpaduan kedua material tadi terbukti mampu menyerap gelombang radar hingga minus 20 desibel (dB). Dengan hasil itu, daya serap gelombang radar diklaim mencapai lebih dari 99 persen.

Menurut Mashuri, angka yang muncul akan berbeda bila komposisi paduan antiradar dan cat yang dioleskan pada alat pertahanan tidak seimbang. Faktor lingkungan pun bisa mempengaruhi konsistensi daya serap gelombang radar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Apabila ingin digunakan pada kapal, tentu harus dipastikan bahwa antiradar itu memiliki sifat anti korosi,” tuturnya.

Mashuri berharap bahan pelapis itu dapat diaplikasikan dalam waktu cepat pada sektor pertahanan dan keamanan nasional. “Harapannya, kita mampu menguasai dan memiliki pemahaman yang sama dengan negara lain, serta tidak hanya bergantung dari pihak luar,”

Konsep cat pengecoh radar itu bukan barang baru di Indonesia. Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan)—sekarang dilebur ke dalam Badan Inovasi dan Riset Nasional (BRIN)—sempat mencetuskan teknologi siluman berupa cat anti radar untuk kapal pada 2019. Saat itu, Batan mengolah pasir monasit menjadi logam tanah jarang.

Teknologi cat anti deteksi radar itu mengandung smart magnet—bahan khusus yang memiliki sifat seperti gelombang elektromagnetik. Bahan itu tersusun dari kombinasi unsur logam tanah jarang dan logam transisi. Struktur magnetiknya hanya bisa diuji dengan teknologi nuklir.

ITS NEWS | ANTARA

Pilihan Editor: Kongres Drone akan Diadakan di Cina pada Mei 2024

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Dewan Guru Besar UGM Luncurkan Buku 'Tantangan Presiden ke-8'

20 jam lalu

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Sri Suryawati, menunjukkan buku 'Tantangan Presiden ke-8 Republik Indonesia' yang ditulis oleh Dewan Guru Besar UGM, di kantor Tempo, Jumat, 11 Oktober 2024. TEMPO/Anastasya Lavenia
Dewan Guru Besar UGM Luncurkan Buku 'Tantangan Presiden ke-8'

Dewan Guru Besar UGM meluncurkan buku 'Tantangan Presiden ke-8 Republik Indonesia' yang berisi pesan untuk presiden terpilih, Prabowo Subianto.


Longsor Tembok Perumahan di Kota Cimahi, Ini Kata Peneliti BRIN

2 hari lalu

Longsor tembok penahan tanah di perumahan Bukit Cibogo Living, di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat, Senin 7 Oktober 2024. (Dok.BPBD Jabar)
Longsor Tembok Perumahan di Kota Cimahi, Ini Kata Peneliti BRIN

Longsor terjadi karena penanganan lereng yang kurang sesuai dengan standar.


Peneliti BRIN Beberkan Kelebihan-Kekurangan Susu Ikan, Pernah Mengujinya pada Tikus

2 hari lalu

Pekerja memproses pembuatan susu ikan di Unit pengolahan susu ikan milik PT Berikan Protein di Bekasi, Jawa Barat, 18 September 2024. Susu ikan ini hadir dalam dua varian rasa yaitu Coklat dan Stroberi dengan merek dagang Surikan. TEMPO/Tony Hartawan
Peneliti BRIN Beberkan Kelebihan-Kekurangan Susu Ikan, Pernah Mengujinya pada Tikus

Pernah ada eksperimen tikus yang diberi susu ikan oleh BRIN. Hasilnya?


Tim Peneliti BRIN Teliti Fungsi Fitoremediasi Tumbuhan Air di Danau Ledulu

3 hari lalu

Pekerja merawat tanaman air di pusat budi daya tanaman air Kawasan Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Selasa 20 Oktober 2020. Tanaman untuk menghias aquascape tersebut dijual dengan harga Rp15 ribu hingga Rp60 ribu per tanaman. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Tim Peneliti BRIN Teliti Fungsi Fitoremediasi Tumbuhan Air di Danau Ledulu

Tim peneliti di BRIN meneliti tentang fitoremediasi, yaitu suatu metode yang digunakan pada air tawar untuk menghilangkan kontaminasi.


Dua Guru Besar FKM Unair Masuk Top 2 Persen Peneliti Dunia

3 hari lalu

Dua guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair masuk dalam jajaran Top 2 Persen Peneliti Dunia menurut Stanford University dan Elsevier, yakni Dekan FKM Unair Prof. Santi Martini dan Prof. Ratna Dwi Wulandari. (Dok. Humas Unair)
Dua Guru Besar FKM Unair Masuk Top 2 Persen Peneliti Dunia

Kedua guru besar FKM Unair tersebut memiliki ketertarikan pada bidang penelitian yang berbeda.


Peneliti BRIN Bagikan Kiat Memilih Pemimpin dalam Pilkada Era Digital, Apa Saja?

4 hari lalu

Ilustrasi TPS Pilkada. Dok TEMPO
Peneliti BRIN Bagikan Kiat Memilih Pemimpin dalam Pilkada Era Digital, Apa Saja?

Tiga tip memilih pemimpin dalam Pilkada 2024.


Cegah Jual Beli Gelar Guru Besar, Asosiasi Profesor Indonesia Sebut Perlu Komisi Etik Akademik di Perguruan Tinggi

4 hari lalu

Ilustrasi wisuda. shutterstock.com
Cegah Jual Beli Gelar Guru Besar, Asosiasi Profesor Indonesia Sebut Perlu Komisi Etik Akademik di Perguruan Tinggi

Lewat Permendikbud terbaru, kampus memiliki otonomi untuk mengatur jenjang karier dosen hingga promoso guru besar.


Peneliti BRIN Ungkap 5 Kelompok Keong Darat yang Biasa Jadi Obat Tradisional

5 hari lalu

Hama keong. ANTARA/Yusran Uccang
Peneliti BRIN Ungkap 5 Kelompok Keong Darat yang Biasa Jadi Obat Tradisional

Tak hanya tradisional, global pun telah mengenal dan memanfaatkan keong darat dalam penelitian bidang kuliner, obat, dan kosmetik.


5 Kelompok Keong yang Berpotensi Jadi Obat Herbal Menurut Peneliti BRIN

5 hari lalu

Siput
5 Kelompok Keong yang Berpotensi Jadi Obat Herbal Menurut Peneliti BRIN

Peneliti BRIN menyebut lima kelompok keong darat di Indonesia yang berpotensi dimanfaatkan menjadi obat herbal. Apa saja manfaatnya?


Peneliti BRIN: Perlu Ada Rencana Kontingesi Atasi Benda Antariksa Jatuh ke Indonesia

6 hari lalu

Penampakan cahaya di langit, warna merah kekuningan agak panjang, dari selatan menuju utara. Cahaya itu terlihat dari kawasan Condongcatur, Sleman, Yogyakarta pada Kamis, 14 September 2023, sekitar pukul 23.15 WIB. (Potongan Video)
Peneliti BRIN: Perlu Ada Rencana Kontingesi Atasi Benda Antariksa Jatuh ke Indonesia

BRIN perlu koordinasi dengan lembaga seperti BNPB untuk atasi benda antariksa yang jatuh ke wilayah Indonesia.