TEMPO.CO, Jakarta - Hendrikus Woro berperan penting dalam perjuangan masyarakat Suku Awyu yang sedang mencari keadilan untuk tanah ulayat mereka. Warga Kampung Yare di Distrik Fofi, Kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan, memimpin penolakan terhadap ekspansi perkebunan sawit di hutan Papua. Perjuangan itu belakangan viral di media sosial dengan tagar khas All Eyes on Papua.
Suku Awyu, melalui Komunitas Paralegal Cinta Tanah Adat, menggugat Pemerintah Provinsi Papua atas pemberian izin lingkungan hidup kepada PT Indo Asiana Lestari (IAL). Perusahaan itu mengantongi izin lingkungan untuk 36.094 hektare lahan, yang sebagian besar merupakan hutan adat marga Woro, bagian dari Suku Awyu.
Pada 27 Mei 2024, perwakilan suku Awyu dan suku Moi dari Sorong, Papua Barat Daya, menggelar doa dan ritual di depan Gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat. Hendrikus ikut dalam rombongan aksi damai itu meski kedua anaknya sedang demam tinggi di rumah.
Saat berbincang dengan Tempo melalui sambungan telepon pada Kamis, 6 Juni 2024, Hendrikus mengaku tergerak untuk melawan penggusuran. Bagi suku Awyu, kata dia, haram untuk melepas tanah yang ditinggali.
“Asal usul leluhur yang diwariskan kepada tete dan nene, yang selanjutnya disampaikan kepada kami, bahwa kami semua berasal dari tanah. Jadi tanah itu tidak boleh dijualbelikan,” ucap dia.
Henderikus merupakan tamatan SD yang pernah bertugas di Dinas Catatan Sipil Kampung Yare. Namun, dia berhasil membangun kelompok swadaya, lengkap dengan tim paralegal, untuk melawan upaya perampasan tanah.
Selama dua tahun terakhir, perjuangan suku Awyu berlanjut ke Jayapura, hingga akhirnya Jakarta. Hendrikus menggugat keputusan pemerintah menerbitkan izin kelayakan lingkungan kepada PT Indo Asiana Lestari hanya satu dari tujuh perusahaan yang mencaplok wilayah adat suku Awyu. Gugatan Hendrikus dan rombongannya sempat mental di pengadilan tingkat pertama dan kedua. Mahkamah Agung, yang menangani perkara ini di tingkat kasasi, kini menjadi harapan terakhir mereka.
Selama dua jam, Hendrikus menceritakan proses perjuangan membela tanah adat itu sejak awal. Wawancara khusus Tempo dengan Hendrikus bisa dibaca lebih lengkap dalam Laporan Premium berjudul Hendrikus Woro, Toko Adat Suku Awyu: Kami Hanya Ingin Didengar
Pilihan Editor: Waspadai Penyakit Menular dari Hewan Kurban Saat Idul Adha, Mana yang Paling Berbahaya?