TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Meteorologi dan Geofisika Madya dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Soenardi, mengatakan perubahan cuaca di Indonesia dipengaruhi oleh segudang fenomena iklim. Fenomena ini turut meningkatkan potensi kebencanaan, mulai dari longsor, banjir, angin kencang, kebakaran, hingga gelombang tinggi.
“Kita dihantui dan dibayang-bayangi bencana," ujar Soenardi dalam agenda diskusi bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dikutip dari kanal YouTube resmi BRIN, Senin, 22 Juli 2024.
Sejak bulan ini hingga September nanti, kata Soenardi, sebagian besar wilayah Indonesia memasuki musim kemarau. Iklim yang cenderung kering ini berpotensi memicu cuaca ekstrem, terutama di wilayah utara Indonesia, mulai dari Sumatera, Kalimantan, Jawa bagian utara, hingga Sulawesi. "Kita akan menjumpai cuaca ekstrem di musim kemarau akibat siklon tropis.”
Dia menyebut siklon tropis mendatangkan angin kencang dan gelombang tinggi. Fenomena yang membuat curah hujan meningkat ini jarang terjadi. Periode siklon itu juga mempengaruhi sebaran dampaknya.
Jika menghampiri Indonesia pada Juli-September, dampak siklon tropis akan dirasakan di wilayah utara. Sedangkan jika terjadi pada Desember-Februari, dampaknya muncul di wilayah selatan Indonesia, seperti Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, serta dan kepulauan di Nusa Tenggara.
Merujuk data pada periode 1977-2019, siklon tropis masih sering terjadi di belahan utara Indonesia. Siklon ini memuncak pada Agustus-September. Saat itu curah hujan akan meningkat secara drastis.
Soenardi menyebut cuaca ekstrem pada musim kemarau juga dipengaruhi pula Madden-Julian Oscillation (MJO), sejenis gelombang atau osilasi non seasonal di lapisan troposfer. Fenomena MJO mendatangkan hujan dengan intensitas lebat, sekalipun di wilayah yang sedang kemarau. Dampaknya bisa dirasakan di Jakarta dan sekitar (Jabodetabek), Sumatera, Kalimantan, Maluku, hingga Maluku.
"MJO itu pergerakan siklus hidupnya 22 hari di sekitar ekuator. Dari Afrika hingga benua Amerika dan terus menjalar dari barat ke timur,” tutur dia.
Hujan akibat MJO, Soenardi meneruskan, hanya akan turun selama beberapa hari di Indonesia. Jika terjadi di musim kemarau, dampaknya cenderung dirasakan di wilayah utara Indonesia, atau area yang dekat dengan ekuator.
Bila ditotal, ada delapan faktor penentu pergerakan cuaca. Selain siklon tropis dan MJO, ada juga fenomena Indian Ocean Dipole (IOD), monsun Asia, cold surge atau penjalaran udara dingin, La Nina, El Nino, serta Local Convective.
Pilihan Editor: Bantah Kabar Viral, UI Klaim Tidak Menemukan Indikasi Kebocoran Data di Server