TEMPO.CO, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mempertanyakan keseriusan pemerintah untuk menghentikan operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU Suralaya di Cilegon, Banten.
Juru Kampanye Walhi Uli Arta Siagian mengatakan terjadi ketidaksepahaman antara pemerintah ketika Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengkaji pensiun dini PLTU Suralaya, tapi di sisi lain Menteri ESDM ketika itu, yakni Arifin Tasrif, menyebutkan tidak bisa langsung dilakukan karena masih terbatas sumber energi baru dan terbarukan di Pulau Jawa.
"Pertanyaan tidak cukup buat apa. Kalau memang untuk terus menghidupi sektor industri tidak akan terus cukup," kata Uli kepada Tempo, Selasa, 20 Agustus 2024.
Jika pertanyaan seperti itu tidak bisa dijawab, kata Uli, maka langkah melakukan pensiun dini atau suntik mati PLTU Suralaya tidak bakal terealisasi. Padahal pemerintah sudah membangun dua pembangkit baru di PLTU Suralaya yakni unit 9 dan 10.
"Sehingga mempertanyakan terus-menerus siapa menguasai apa dan untuk apa, itu menjadi penting. Tidak lagi jalan sebagai solusi palsu, karena ada ketidakonsistenan pemerintah, menteri satu bilang pensiun, menteri lain bilang tidak," ujarnya.
Sebelumnya, Luhut dan Arifin berbeda padangan tentang rencana penutupan PLTU Suralaya di Cilegon, Banten, yang menjadi penyebab tingginya polusi udara di Jakarta dan sekitarnya.
"Jadi kita ingin exercise, kita ingin kaji kalau bisa kita tutup, supaya mengurangi polusi di Jakarta," kata Luhut seusai menghadiri Supply Chain & National Capacity Summit 2024 di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Rabu, 14 Agustus 2024.
Sementara, Arifin menilai bahwa rencana penutupan PLTU Suralaya harus mempertimbangkan kehadiran sumber energi baru dan terbarukan (EBT) sebagai pengganti untuk memastikan kelangsungan pasokan energi yang berkelanjutan.
Pilihan Editor: Prediksi Cuaca BMKG Sepekan ke Depan, Simak Sebaran Potensi Hujan Lebat di Indonesia