TEMPO.CO, Jakarta - Aplikasi IQAir mecatat kualitas udara di Jakarta pada Sabtu pagi, 7 September 2024, kembali berkaegori Tidak Sehat. Kondisi udara ini lebih buruk bila dibandingkan saat kedatangan Paus Fransiskus ke DKI, pada 3-6 September lalu.
Ketika dipantau pada pukul 08.30 WIB tadi, tadi, Indeks Kualitas Udara atau Air Quality Index (AQI) Jakarta mencapai angka 156. Adapun konsentrasi partikel halus (Particulate Matter/PM) 2,5 sebesar 62 mikrogram per meter kubik.
"Konsentrasi PM2.5 di Jakarta 12,4 kali nilai panduan kualitas udara tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)," begitu bunyi catatan di laman IQAir.
Dengan kepekatan polutan tersebut, Jakarta berada di posisi ke-4 dalam daftar kota paling berpolusi versi IQAir. Dalam catatan real-time ini, kualitas udara Indonesia sedikit lebih baik dibanding Kota Kinsasha di Republik Demokratik Kongo, Kampala di Uganda, serta Dubai di Uni Emirat Arab.
Selama masa kunjungan Paus Fransiskus, kategori kualitas udara Jakarta sempat turun ke level Sedang, dengan AQI 94. Polusi di ibu kota ditengarai berkurang akibat kebijakan bekerja dari rumah atau Work from Home (WFH) yang diterapkan pemerintah. Kebijakan itu juga untuk mengurangi kemacetan lalu lintas saat kegiatan besar, misalnya misa akbar di Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, pada 5 September lalu.
Pada Kamis dan Jumat atau 5-6 September 2024, AQI Jakarta merangkak naik ke level 100. Namun, masih berkategori Tidak Sehat Bagi Kelompok Sensitif. Angkanya kembali meningkat pada pagi ini.
Dikutip dari Antara, Jumat, 6 September 2024, Yayasan Udara Anak Bangsa atau Bicara Udara mendorong pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka untuk menjadikan polusi udara sebagai masalah prioritas nasional yang perlu diatasi. "Penanganan polusi udara menjadi krusial untuk mewujudkan Indonesia Emas karena berdampak terhadap kesehatan anak dan generasi mendatang," kata Co-Founder Bicara Udara, Ratna Kartadjoemena.
Kerugian yang ditimbulkan oleh polusi udara ini sangat besar. Data dari BPJS Kesehatan menunjukkan bahwa penanganan penyakit akibat polusi udara, pada 2018 hingga 2022, menelan biaya sebesar Rp18 triliun. Artinya polusi udara tak semata masalah dari sisi kesehatan masyarakat, tetapi juga menambah beban ekonomi yang signifikan.
Pilihan Editor: Pengajar Universitas Brawijaya Kembangkan Varietas Benih Jagung Unggul di NTT