TEMPO.CO, Jakarta - Situs megalitikum Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat, diduga pernah digunakan untuk pengamatan langit. Menurut profesor riset astronomi dan astrofisika dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin fungsi situs itu untuk penghitungan waktu ritual serta bercocok tanam.
“Masyarakat tradisional yang belum mengenal kalender akan memanfaatkan kondisi langit sebagai petunjuk seperti masuknya musim hujan atau awal kemarau,” katanya, Senin 16 September 2024.
Sistem pertanian tradisional, menurutnya, tidak menggunakan pengairan, melainkan mengandalkan hujan, kecuali jika lahan tanamnya berada dekat sungai sehingga perlu pengetahuan untuk mengetahui kapan waktu hujan. “Sehingga mereka menyiapkan tanahnya, menanam benih, itu tergantung dari informasi kapan akan musim hujan,” ujar dia.
Informasi musim hujan itu bisa diperoleh dari tanda-tanda di langit, misalnya matahari dan posisi rasi bintang tertentu yang umumnyanya dipakai, seperti Orion. Lokasi pengamatan langit di Gunung Padang itu, menurut Thomas, diperkirakan di bagian teratas atau teras kelima. Di sana ada sebuah tempat yang terdapat bekas semacam kursi dari batu untuk mengamati benda-benda langit.
Namun begitu, sejauh ini belum ada temuan atau bukti dari artefak astronomi di Gunung Padang. Dia membandingkan contoh temuan artefak itu pada bangunan lain, seperti jejak pengetahuan astonomi pada rancangan dan relief Candi Borobodur, juga situs megalitikum Stonehenge di Inggris. “Hipotesa pengamatan astronomi di Gunung Padang berdasarkan praktik umum masyarakat tradisional,” ujar Thomas.
Sementara itu, dari keterangan arkeolog Lutfi Yondri beberapa waktu lalu, situs megalitikum Gunung Padang merupakan bangunan peninggalan prasejarah yang memiliki lima teras atau tingkat atau undakan dengan bagian terbawah berumur budaya lebih tua daripada puncaknya. “Masing-masing teras itu berbeda masa budaya dan kronologinya,” kata dia.
Umur teras pertama berdasarkan hasil penelitian diketahui sekitar 117 tahun Sebelum Masehi, kemudian 45 tahun Sebelum Masehi pada teras kelima. Angka pertanggalan itu, menurut Lutfi, merupakan bagian dari era paleometalik. Pada era tersebut masyarakatnya sudah menggunakan api untuk menunjang kehidupan sehari-hari.
Masa situs Gunung Padang merupakan perkembangan dari era Neolitik, yaitu ketika manusia sudah berubah pola kehidupan yang tadinya hidup di gua kemudian membentuk perkampungan di alam terbuka. “Masyarakatnya saat itu jumlahnya tidak banyak dalam satu pemukiman, diperkirakan antara 75-100 orang,” kata Lutfi. Walau begitu, sejauh ini belum ada temuan bukti atau artefak pemukiman dan jejak manusianya di sekitar Gunung Padang.
Pilihan Editor: Info Terkini Gempa M4,2 di Laut Guncang Banten dan Jawa Barat