Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Dunia Penuh Buaya

image-gnews
Iklan
TEMPO Interaktif, Washington - Fosil yang baru ditemukan di sebuah situs di Gurun Sahara mengungkapkan bahwa di masa lalu daerah itu adalah sebuah rawa yang dihuni beberapa spesies aneh dan mungkin salah satu di antaranya adalah spesies buaya yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi. Dalam laporannya, para ilmuwan dari Kanada dan Amerika Serikat menyatakan bahwa temuan mereka akan membantu memahami bagaimana buaya tetap hidup hingga saat ini.

Mereka menjuluki spesies baru itu BoarCroc, RatCroc, DogCroc, DuckCroc, dan PancakeCroc, atau buaya babi, buaya tikus, buaya anjing, buaya bebek, dan buaya kue pancake. Buaya-buaya itu hidup pada periode Cretaceous, 145 hingga 65 juta tahun lalu, ketika benua masih saling berdekatan serta bumi lebih panas dan basah daripada sekarang. "Kami sangat terkejut menemukan begitu banyak spesies dari masa yang sama di tempat yang sama pula," kata paleontolog Hans Larsson dari McGill University di Montreal, Kanada. "Tiap buaya itu tampaknya memiliki jenis makanan dan perilaku yang berbeda. Kelihatannya mereka mempunyai ekosistem yang terpisah. Setiap spesies mengambil manfaat dari kondisi itu dengan caranya sendiri."

Larsson dan Paul Sereno dari University of Chicago, yang dibiayai oleh National Geographic, mempelajari rahang, gigi, dan sejumlah tulang buaya-buaya itu. Untuk melihat isi tengkoraknya, mereka menggunakan CT scan, yang diperkuat oleh sinar X.

Dua dari spesies tersebut, DogCroc dan DuckCroc, mempunyai otak yang kelihatannya berbeda daripada buaya modern. "Mereka mungkin mempunyai fungsi otak yang lebih canggih daripada buaya yang hidup saat ini. Sebab, berburu dengan aktif di daratan biasanya memerlukan otak yang lebih kuat daripada sekadar menunggu mangsanya muncul," kata Larsson dalam laporannya.

RatCroc, spesies buaya dengan nama ilmiah Araripesuchus rattoides, ditemukan di Maroko. Buaya ini menggunakan rahang bawah dengan gigi menjulur keluar untuk menerkam mangsa.
PancakeCroc, yang secara ilmiah dikenal dengan nama Laganosuchus thaumastos, panjangnya 6 meter dengan kepala besar yang datar. Sedangkan DuckCroc mewakili fosil baru dari Anatosuchus minor, yang ditemukan di Nigeria. Buaya ini melahap katak dan kumbang dengan mulut lebarnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

BoarCroc diyakini sebagai buaya yang jauh lebih ganas dibandingkan dengan buaya lainnya. Panjangnya juga 6 meter, namun dia dapat berlari tegak dengan keempat kakinya, serta rahang yang dirancang untuk melumatkan mangsanya, dengan tiga pasang gigi mirip pisau.

Beberapa buaya purba ini berjalan tegak dengan keempat kaki menyangga tubuhnya, seperti mamalia darat, bukan tertekuk di sisi tubuh dengan perut menempel ke tanah. Kemampuan hidup di dua alam yang dimiliki buaya di masa lalu itu, menurut Sereno, merupakan kunci untuk memahami bagaimana mereka terus berkembang dan pada masa dinosaurus.

 TJANDRA DEWI |REUTERS

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


UGM Raih 25 Bidang Ilmu Peringkat QS WUR 2024, Apa Itu?

11 hari lalu

Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta. (FOTO ANTARA)
UGM Raih 25 Bidang Ilmu Peringkat QS WUR 2024, Apa Itu?

Apa itu QS World University Rankings (WUR) yang menobatkan UGM meraih 25 bidang ilmu dalam pemeringkatan ini?


Pencabutan Publikasi Penelitian Gunung Padang Tidak Sendiri, Ada 10.000 Lebih Makalah Ditarik pada 2023

30 hari lalu

Wisatawan berkeliling di area teras bawah di situs megalitik Gunung Padang, Desa Karyamukti, Cianjur, 17 September 2014. TEMPO/Prima Mulia
Pencabutan Publikasi Penelitian Gunung Padang Tidak Sendiri, Ada 10.000 Lebih Makalah Ditarik pada 2023

Pencabutan publikasi penelitian Gunung Padang didahului investigasi oleh penerbit bersama pemimpin redaksi jurnal.


Top 3 Tekno Berita Hari Ini: Buntut Pencabutan Artikel Gunung Padang, Fitur Edit Gambar dan Stiker AI WhatsApp, Suara Kontra Arkeolog Asing

32 hari lalu

Wisatawan berkeliling di area teras bawah di situs megalitik Gunung Padang, Desa Karyamukti, Cianjur, 17 September 2014. TEMPO/Prima Mulia
Top 3 Tekno Berita Hari Ini: Buntut Pencabutan Artikel Gunung Padang, Fitur Edit Gambar dan Stiker AI WhatsApp, Suara Kontra Arkeolog Asing

Topik tentang pencabutan artikel Gunung Padang bisa mencoreng nama penulis dan reviewer menjadi berita terpopuler Top 3 Tekno Berita Hari Ini.


Rencana Tim Peneliti Situs Gunung Padang Setelah Pencabutan Publikasi dari Jurnal

35 hari lalu

Publikasi hasil penelitian situs Gunung Padang Cianjur yang dicabut dari jurnal ilmiah Wiley Online Library. Istimewa
Rencana Tim Peneliti Situs Gunung Padang Setelah Pencabutan Publikasi dari Jurnal

Tim peneliti situs Gunung Padang akan mengirimkan penelitian yang dicabut Willey Online Library ke jurnal lagi, namun dalam bentuk berbeda.


Arkeolog Situs Gunung Padang Tak Hormati Vonis Pencabutan Laporan dari Jurnal, Kenapa?

36 hari lalu

Situs megalitikum Gunung Padang, Cianjur. TEMPO/DEDEN ABDUL AZIZ
Arkeolog Situs Gunung Padang Tak Hormati Vonis Pencabutan Laporan dari Jurnal, Kenapa?

Tim peneliti Gunung Padang sedang berkoordinasi apakah akan menempuh mekanisme pengaduan ke komite etik yang mewadahi jurnal internasional.


Publikasi Ilmiah Situs Gunung Padang Dicabut dari Jurnal, Ini Alasannya

36 hari lalu

Wisatawan mengunjungi teras bawah situs megalitik Gunung Padang, Desa Karyamukti, Cianjur, 17 September 2014. Saat ini, wisatawan hanya diperkenankan mengunjungi teras punden berundak paling bawah. TEMPO/Prima Mulia
Publikasi Ilmiah Situs Gunung Padang Dicabut dari Jurnal, Ini Alasannya

Wiley Online Library mengumumkan mencabut publikasi artikel ilmiah berisi hasil penelitian situs megalitik Gunung Padang di Cianjur dari jurnalnya.


Peneliti UI Datangi Lokasi Temuan Batu Berlapis Dikira Situs Kuno di Rejang Lebong

53 hari lalu

Batu berlapis yang ditemukan di Desa Kampung Melayu, Kecamatan Bermani Ulu, Kabupaten Rejang Lebong. ANTARA/HO-Diskominfo Rejang Lebong
Peneliti UI Datangi Lokasi Temuan Batu Berlapis Dikira Situs Kuno di Rejang Lebong

Tim peneliti UI bergabung dengan peneliti dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VII Bengkulu-Lampung


Arab Saudi Temukan Ribuan Artefak pada Awal Periode Islam

6 Februari 2024

Pengunjung melihat koleksi museum di Museum Almoudi, Mekkah, Arab Saudi, Jumat 28 Oktober 2022. Museum tersebut berisikan berbagai properti peradaban dan perlengkapan hidup sehari- hari masyarakat Arab di zaman dulu. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Arab Saudi Temukan Ribuan Artefak pada Awal Periode Islam

Di antara temuan arkeologi itu adalah artefak-artefak dari Masjid Usman bin Affan pada abad ke 7 hingga ke 8 sebelum masehi


Bersama Leiden University, UGM Buka Program Double Degree Magister Arkeologi

28 Desember 2023

Ilustrasi Universitas Gadjah Mada (UGM). Shutterstock
Bersama Leiden University, UGM Buka Program Double Degree Magister Arkeologi

Program double degree ini membuka pintu bagi mahasiswa di kedua belah pihak untuk memperdalam pemahaman mereka dalam bidang arkeologi.


6 Fakta Kompleks Candi Batujaya Karawang, Candi Tertua di Indonesia

21 November 2023

Kompleks Candi Batujaya di Karawang ditetapkan jadi Cagar Budaya Nasional. TEMPO | Hisyam Luthfiana
6 Fakta Kompleks Candi Batujaya Karawang, Candi Tertua di Indonesia

Situs Candi Batujaya Karawang memiliki berbagai hal unik untuk digali, begini fakta-faktanya.