Mereka menjuluki spesies baru itu BoarCroc, RatCroc, DogCroc, DuckCroc, dan PancakeCroc, atau buaya babi, buaya tikus, buaya anjing, buaya bebek, dan buaya kue pancake. Buaya-buaya itu hidup pada periode Cretaceous, 145 hingga 65 juta tahun lalu, ketika benua masih saling berdekatan serta bumi lebih panas dan basah daripada sekarang. "Kami sangat terkejut menemukan begitu banyak spesies dari masa yang sama di tempat yang sama pula," kata paleontolog Hans Larsson dari McGill University di Montreal, Kanada. "Tiap buaya itu tampaknya memiliki jenis makanan dan perilaku yang berbeda. Kelihatannya mereka mempunyai ekosistem yang terpisah. Setiap spesies mengambil manfaat dari kondisi itu dengan caranya sendiri."
Larsson dan Paul Sereno dari University of Chicago, yang dibiayai oleh National Geographic, mempelajari rahang, gigi, dan sejumlah tulang buaya-buaya itu. Untuk melihat isi tengkoraknya, mereka menggunakan CT scan, yang diperkuat oleh sinar X.
Dua dari spesies tersebut, DogCroc dan DuckCroc, mempunyai otak yang kelihatannya berbeda daripada buaya modern. "Mereka mungkin mempunyai fungsi otak yang lebih canggih daripada buaya yang hidup saat ini. Sebab, berburu dengan aktif di daratan biasanya memerlukan otak yang lebih kuat daripada sekadar menunggu mangsanya muncul," kata Larsson dalam laporannya.
RatCroc, spesies buaya dengan nama ilmiah Araripesuchus rattoides, ditemukan di Maroko. Buaya ini menggunakan rahang bawah dengan gigi menjulur keluar untuk menerkam mangsa.
PancakeCroc, yang secara ilmiah dikenal dengan nama Laganosuchus thaumastos, panjangnya 6 meter dengan kepala besar yang datar. Sedangkan DuckCroc mewakili fosil baru dari Anatosuchus minor, yang ditemukan di Nigeria. Buaya ini melahap katak dan kumbang dengan mulut lebarnya.
BoarCroc diyakini sebagai buaya yang jauh lebih ganas dibandingkan dengan buaya lainnya. Panjangnya juga 6 meter, namun dia dapat berlari tegak dengan keempat kakinya, serta rahang yang dirancang untuk melumatkan mangsanya, dengan tiga pasang gigi mirip pisau.
Beberapa buaya purba ini berjalan tegak dengan keempat kaki menyangga tubuhnya, seperti mamalia darat, bukan tertekuk di sisi tubuh dengan perut menempel ke tanah. Kemampuan hidup di dua alam yang dimiliki buaya di masa lalu itu, menurut Sereno, merupakan kunci untuk memahami bagaimana mereka terus berkembang dan pada masa dinosaurus.
TJANDRA DEWI |REUTERS