"Sebuah alat yang belum pernah ada," kata Kenyon. "Apakah Anda bersedia bergabung dalam tim yang terdiri atas sekelompok mahasiswa teknik untuk merancang dan menciptakan alat tersebut."
Hanya dalam satu kedipan mata, ahli bedah plastik dan rekonstruksi wajah itu langsung menemukan sebuah gagasan. Selama dua tahun, Tollefson dan rekannya, Craig Senders, telah mempelajari potensi mengembangkan sebuah alat bantu berukuran kecil, yang dapat membantu korban lumpuh wajah mengedipkan mata.
Baca Juga:
Mengedipkan kelopak mata mungkin bukan persoalan besar bagi manusia normal, yang melakukannya tanpa sadar hingga ribuan kali dalam sehari. Namun, ada ribuan orang yang tak dapat mengatupkan kelopak mata mereka karena cedera akibat peperangan, stroke, kerusakan saraf, atau bedah wajah. Bagi mereka, mengedipkan mata adalah sebuah kemajuan besar.
Berkat bantuan tim mahasiswa teknik itu, Tollefson dan Senders berhasil menciptakan otot artifisial yang dapat mengembalikan kemampuan pasien lumpuh wajah atau bell's palsy untuk berkedip kembali. Teknik baru yang mengkombinasikan elektroda timbel dan polimer silikon itu ternyata juga dapat dipakai untuk mengembangkan otot sintetis, yang bisa mengendalikan bagian tubuh lainnya. Prosedur baru ini dipublikasikan dalam Archives of Facial Plastic Surgery pada awal pekan ini.
"Ini adalah gelombang pertama penggunaan otot buatan dalam sistem biologi," kata Tollefson, pakar bedah plastik di Department of Otolaryngology (bedah leher dan kepala) UC Davis. "Tapi teknologi ini mungkin dapat memainkan peran dalam banyak gagasan dan konsep lain."
Baca Juga:
Dalam studinya, Tollefson dan timnya berupaya mengembangkan desain alat dan protokol untuk mengimplantasikan otot buatan polimer elektroaktif (EPAM) pada manusia. Alat itu haruslah bisa membuat mata berkedip dan terus berulang dalam jangka panjang, sehingga melindungi mata dan memperbaiki penampilan wajah. EPAM adalah teknologi baru yang amat potensial untuk merehabilitasi gerakan otot wajah pada pasien penderita lumpuh wajah. Polimer elektroaktif beroperasi layaknya otot manusia yang bisa mengerut dan meregang, berdasarkan variasi tingkat input tegangan listrik.
Bagi para penderita beragam tipe lumpuh wajah, otot artifisial ini adalah harapan baru untuk kembali dapat tersenyum atau mengendalikan kandung kemih. Pemulihan otot wajah adalah langkah awal dalam mengembangkan otot sintetis yang dapat mengendalikan bagian tubuh lain. "Otot wajah membutuhkan tenaga yang relatif kecil, jauh lebih rendah daripada tenaga yang diperlukan untuk menggerakkan jari atau meregangkan lengan," kata Senders.
Dalam studinya, Senders dan Tollefson menggunakan sebuah metode alternatif baru untuk merehabilitasi kelopak mata pada pasien lumpuh wajah permanen. Mereka menggunakan mekanisme tali kelopak mata untuk membuat kelopak mata berkedip ketika digerakkan oleh sebuah otot buatan.
Kedua dokter bedah itu menggunakan empat kepala mayat untuk menguji otot buatan itu. Mereka menyelipkan tali yang terbuat dari otot jaringan ikat atau bahan implantable di sekeliling mata. Sekrup titanium kecil mengunci tali kelopak itu ke tulang dekat mata. Tali itu dihubungkan ke sebuah otot artifisial yang dioperasikan dengan baterai. Agar tak mengganggu penampilan, baterai maupun peralatan otot buatan itu ditanamkan ke lekukan alami atau fossa di pelipis.
Senders dan Tollefson menemukan bahwa kekuatan dan tekanan yang dibutuhkan untuk mengatupkan kelopak mata itu dapat dipenuhi oleh otot buatan. Kemampuan itu memungkinkan kedipan kelopak mata fungsional dan realistis, yang sinkron dan simetris dengan kedipan normal. Sistem semacam ini juga dapat membuat anak yang lahir dengan lumpuh wajah bisa tersenyum.
Otot buatan tiga lapis itu dikembangkan oleh para insinyur di SRI International of Palo Alto di California. Di dalamnya terdapat lapisan akrilik halus atau silikon yang dilapisi lemak karbon. Ketika ada arus listrik, daya tarik elektrostatis menyebabkan lapisan atas menarik bagian tengah yang halus. Gerakan ini meregangkan otot buatan. Otot berkontraksi ketika arus hilang dan meratakan kembali bentuk tali, dan membuat mata mengedip. Ketika arus itu diaktifkan lagi, otot mengendur dan bagian tengah kembali ke bentuk aslinya.
"Tenaga dan gerakan yang dihasilkan otot buatan ini amat mirip dengan otot alami," kata Tollefson. Baterai yang digunakan untuk implan cochlear pada alat bantu dengar.
Bagi pasien yang memiliki satu kelopak mata yang berfungsi baik, Toleffson memasang satu kawat sensor pada kelopak mata normal, yang dapat mendeteksi impuls kedipan alami dan mengaktifkan otot buatan pada saat bersamaan. Bagi pasien yang kurang dapat mengendalikan kedua kelopak mata, sebuah pacemaker elektronik yang mirip alat pengatur denyut jantung dapat membuat mata berkedip secara teratur.
Para ilmuwan itu kini sedang menyempurnakan teknik itu pada mayat dan binatang. Mereka memperkirakan teknologi ini dapat digunakan untuk mengobati pasien sekitar lima tahun lagi.
TJANDRA DEWI | UCDMC | SCIENCEDAILY