TEMPO Interaktif, Washington -Kesuksesan tim ilmuwan dari J.Craig Venter Institute merakit sel sintetis pertama di dunia itu sangat menggemparkan, bahkan membuat Presiden Barack Obama langsung memerintahkan komisi bioetika untuk mempelajari kemungkinan penyalahgunaan teknologi itu. Transplantasi genom yang dilakukan tim Venter memang dapat digunakan untuk berbagai hal yang bermanfaat bagi manusia, tapi dapat membawa bencana bila kuman hasil rekayasa itu sampai terlepas ke lingkungan.
Terlepas dari potensinya tersebut, para ilmuwan lain masih berbeda pendapat soal pembuatan sel sintetis itu. Beberapa ilmuwan menganggapnya sebagai sebuah terobosan penting dalam ilmu biologi. "Seluruh elemen dalam sel itu dapat dilacak kembali hingga DNA artifisial pendahulunya. Ini adalah pencapaian yang luar biasa," kata Ron Weiss, ahli rekayasa biologi di Massachusetts Institute of Technology.
Namun banyak pula pakar bioteknologi yang menganggap sel sintetis itu belum dapat disebut sebagai pembuatan kehidupan artifisial. Beberapa ilmuwan menganggapnya sebagai sintetis parsial karena tim Venter harus menanamkan kode genetik buatan itu ke dalam sel hidup dari spesies yang masih memiliki kekerabatan dekat. Sel itu lebih dari sekadar wadah kosong karena masih memiliki sitoplasmanya sendiri.
Dengan kata lain, bagian sintetisnya hanyalah, "Bekerja pada perangkat keras dari sel modern," kata Steen Rasmussen, fisikawan dari University of Southern Denmark, dalam jurnal Nature.
Kelompok lingkungan Friends of the Earth mengatakan Venter dan timnya telah mengangkat rekayasa genetika ke level baru yang amat ekstrem. Mereka mendesak agar Venter menghentikannya hingga ada peraturan yang diterapkan pemerintah untuk mencegah lepasnya mikroba hasil rekayasa semacam itu ke alam. "Kami harus memastikan bahwa ada regulasi yang ketat untuk melindungi lingkungan dan kesehatan manusia dari potensi bahaya teknologi baru itu," kata Eric Hoffman dari Friends of the Earth.
Venter mengatakan telah menyingkirkan 14 gen yang membuat kuman itu berbahaya bagi ternak sebelum melakukan eksperimen senilai US$ 40 juta itu. Institut tersebut juga telah melaporkan eksperimen mereka kepada Gedung Putih selama beberapa tahun, mengingat bahwa teknologi itu dapat berpotensi menimbulkan bencana bila jatuh ke tangan yang salah, misalnya membuat senjata biologi.
Namun Weiss mengatakan, akan jauh lebih mudah menggunakan teknologi yang sudah ada sekarang untuk membuat senjata biologi. "Ada jurang yang besar antara fiksi ilmiah serta imajinasi dan kenyataan di laboratorium riset," katanya.
TJANDRA | AP | REUTERS | NATURE