TEMPO.CO, Jakarta - Perang siber antara Indonesia dan Australia sedang memanas. Sejumlah situs pemerintah Australia rontok diduga karena serangan peretas Indonesia. Setelah tiga situs intelijen Australia diretas, kemarin situs polisi federal australia (http://www.afp.gov.au/) lumpuh oleh peretas yang tergabung dalam Indonesia Security Down Team.
Tak hanya polisi federal, peretas Indonesia juga sempat menumbangkan http://www.rba.gov.au/, situs milik bank sentral Australia. Seperti dikutip ABC, kedua institusi ini telah membenarkan server mereka jebol. Namun, seluruh situs itu kini telah pulih.
Berapa jam sebetulnya waktu yang dibutuhkan untuk membobol situs-situs pemerintah Australia? Lantaran diserbu oleh Indonesia Security Down Team yang tergabung dalam Anonymous Indonesia, beberapa situs tumbang hanya dalam beberapa jam. Kelompok ini terdiri dari 500 hingga seribu hacker. Mereka secara bersamaan menyerang satu situs yang sama.
Peretas, misalnya, hanya membutuhkan waktu sekitar dua jam untuk melumpuhkan situs polisi federal Australia. Situs itu tak bisa diakses pada Rabu malam dan baru bisa dipulihkan pada Kamis pagi.
Waktu yang sama dibutuhkan untuk meretas situs Badan Layanan Intelijen Rahasia Australia (ASIS) yang beralamat di asis.gov.au pada pekan lalu. Harian Sydney Morning Herald bahkan menyebut situs ini kolaps selama beberapa hari dan baru pulih pada Selasa lalu.
Baca juga:
Serangan yang lebih sulit dihadapi ketika Anonymous Indonesia menyerbu situs Badan Layanan Intelijen Nasional Australia (ASIO), beralamat di asio.gov.au dan situs Direktorat Sinyal Australia (ASD). Direktorat ini yang dituding berada di balik aksi spionase Australia. Serangan dilakukan pada Sabtu malam pekan lalu dan baru berhasil 13 jam kemudian.
Serangan peretas ke situs polisi federal dan situs-situs intelijen itu menggunakan metode distributed denial of service (DDOS). Penyerangan dengan metode DDOS berbeda dengan defacing yang masuk ke server dan mengubah tampilan. DDOS merupakan serangan ke server dengan mengirim "paket" secara bersamaan sehingga server tak bisa menampungnya dan akhirnya rontok.
Peretas Indonesia mengincar sejumlah situs dengan tagar #OpAustralia. Serangan gelombang pertama peretas Indonesia dianggap "salah sasaran" karena menyerang secara acak. Dalam serangan itu, situs beberapa organisasi kemasyarakatan di Australia berganti tampilan.
Peretas Australia pun tak tinggal diam. Mereka telah melumpuhkan situs Polri. Anonymous Australia juga menyerang sejumlah situs seperti http://www.garuda-indonesia.com/ milik Garuda Indonesia.
Skandal penyadapan Australia terhadap sejumlah pejabat Indonesia ini terkuak kepada publik setelah The Guardian, ABC, dan Sidney Morning Herald pada Senin lalu melansir berita bahwa Australian Signal Directorate menyadap percakapan telepon SBY. Informasi ini didasari oleh dokumen yang dibocorkan mantan analis badan intelijen Amerika Serikat, National Security Agency (NSA), Edward Snowden.
Karena berita itu, SBY menghentikan kerja sama keamanan dengan Australia. Hubungan kedua negara memang mengalami pasang-surut.
YR | SMH | ABC