TEMPO.CO, Greenville, North Carolina - Serangan ular berbisa kepada manusia biasanya terjadi ketika hewan itu merasa terancam atau terkejut. Namun di Australia, ular berbisa mulga (Pseudechis australis) ternyata juga menyerang orang-orang yang tengah lelap tertidur.
Para peneliti yang melakukan pemeriksaan terhadap 27 kasus serangan ular mulga menemukan para korban tidak melakukan interaksi langsung dengan hewan melata tersebut. Tujuh korban mengatakan mereka tengah tertidur lelap ketika binatang melata itu mengigit mereka pada tengah malam hingga pukul lima pagi.
Dalam studi itu ada korban serangan yang memang melakukan interaksi, seperti bermain dengan ular di taman atau mendapat gigitan ketika tengah memberi makan ular peliharaannya. Serangan ular mulga terhadap manusia yang tengah tertidur dinilai tidak normal. Laporan penelitian yang dimuat jurnal Toxicon itu menunjukkan serangan ular pada orang yang tengah tidur kemungkinan ada lebih banyak daripada yang dilaporkan.
Ular mulga adalah ular berbisa terpanjang kedua di daratan Australia. Rata-rata panjang tubuh ular ini sekitar 1,5 meter. Namun, reptil itu bisa tumbuh hingga mencapai tiga meter. Panjangnya hanya kalah dari ular berbisa Raja Kobra dari Asia, mamba di Afrika dan taipan Australia yang juga memiliki racun mematikan. Racun ular mulga bisa berakibat fatal, tapi serangan mematikan ular mulga terakhir dilaporkan terjadi sekitar 40 tahun lalu.
Ular mulga memiliki warna dan corak kulit yang berbeda tergantung pada habitat mereka. Di gurun, warna kulit ular mulga cenderung cokelat cerah. Sedangkan di daerah yang lebih sejuk, tubuh mereka berwarna agak gelap seperti cokelat kehitaman. Habitat ular ini ada di hampir seluruh daratan Australia.
Waktu kejadian serangan kebanyakan terjadi antara Desember dan Maret ketika cuaca di Australia tengah hangat. Sebanyak delapan puluh persen korban serangan adalah pria. Ular tidak selalu menyalurkan racun ketika mereka menggigit korban. Namun dalam studi itu, ada 21 pasien yang memiliki gejala keracunan. Artinya, ular mulga kerap menyalurkan racun ketika mengigit. Korban serangan biasanya mengalami pendarahan di luka gigitan, muntah, nyeri perut, dan diare.
"Tingginya gejala keracunan dalam studi ini sangat mengejutkan," kata Sean Bush, profesor pengobatan darurat dan spesialis bisa ular dari East Carolina University, seperti dimuat Livescience, 25 April 2014. "Tingginya tingkat keracunan mungkin terjadi akibat besarnya tubuh dan taring hewan itu."
Dalam laporan itu belum ada kejelasan mengapa ular mulga juga mengigit orang yang tertidur. Spekulasi yang muncul antara lain ular mulga kemungkinan tertarik dengan panas tubuh para korban. Ular dikenal memiliki sensor yang bisa mendeteksi panas untuk membantunya berburu mangsa. Kemungkinan lain, ular mulga sebenarnya hanya mencari mangsa berupa hewan pengerat yang kebetulan bersarang di dekat pemukiman manusia. (Baca: Spa "Ekstrim" di Jakarta Menggunakan Ular)
LIVESCIENCE | GABRIEL TITIYOGA
Topik terhangat:
Hadi Poernomo | Pelecehan Siswa JIS | Kisruh PPP | Jokowi | Prabowo
Berita terpopuler
Pekan Ini Jokowi Punya Calon Wakil Presiden
Terpilih Lagi, Eko Patrio Punya Resep Khusus
KPK Geledah Rumah Petinggi HP
Artis Asal Jawa Barat yang Lolos ke Senayan