TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari Eijkman Institute for Moleculer Biology, Meta Dewi Thedja, menyarankan pengecekan ulang darah yang akan ditransfusikan ke dalam tubuh kita atau keluarga. Sebab, kata dia, tak semua darah bersih dari penyakit, khususnya virus hepatitis B (HBV). "Penelitian kami menemukan virus bermutasi dan dapat menyamarkan diri," ujarnya di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis, 16 April 2015.
Menurut dia, cara yang paling ampuh untuk mengecek darah tersebut adalah lewat nucleic acid amplification test (NAT) atau pengujian screening molekuler yang dimodifikasi untuk donor darah. Cara ini diperkenalkan di Indonesia pada 2005.
Cara ini diklaim lebih cepat dan memiliki sensitivitas lebih tinggi ketimbang metode serologi yang umum dipakai di rumah sakit di Indonesia. Seperti NAT, metode serologi juga merupakan metode penyaringan darah. Bedanya, serologi tidak menggunakan reagen yang membuat screening lebih sensitif.
Metode NAT pun tak menghabiskan waktu yang lama. Metode ini hanya akan menghabiskan waktu selama 2 jam, sementara serologi dua kali lipatnya.
Cara tersebut terbukti lebih efektif untuk mendeteksi virus hepatitis B yang tersamar. Dari 7310 sampel darah dari bank darah Palang Merah Indonesia yang sebelumnya dinyatakan bebas virus, ternyata ada 33 persen sampel yang masih menyimpan virus hepatitis B. "Karena mutasi, virus ini jadi tersamar," kata Yuyun Soedarmono, peneliti dari Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan, di tempat yang sama.
Hanya, kata Yuyun, memang biaya pengujian ini cukup mahal. "Sekitar Rp 650 ribu per sampel," kata Yuyun, yang juga pernah menjabat Direktur Unit Donor Darah PMI. Sedangkan biaya serologi Rp 200-300 ribu.
Selain itu, dia menjelaskan, tak semua rumah sakit di Indonesia memiliki teknolgi untuk menerapkan metode NAT. Dari 211 unit transfusi darah yang berada di bawah naungan PMI, baru delapan unit yang mampu melakukan metode NAT. Di antaranya UDD PMI Pusat, DKI Jakarta, Bandung, Semarang, dan Makassar.
Meski begitu, Yuyun menyarankan semua orang untuk menerapkan metode NAT sebelum menerima transfusi darah. "Lebih baik mahal saat pengecekan ketimbang saat sudah menerima darah mengalami sakit," ujarnya.
Sebelumnya, Eijkman Institute dan PMI mengadakan penelitian gabungan tentang mutasi virus hepatitis B. Menurut studi tersebut, virus ini mengalami mutasi pada gen S. Gen S ialah gen yang berada pada permukaan luar tubuh virus. Sederhananya, gen yang biasa disebut antigen (HBsAg) ini berubah menjadi lebih kuat saat memasuki gen manusia.
Saking kuatnya antigen virus tersebut, kata Susan Irawati, peneliti dari Eijkman Institute, menjelaskan, virus ini jadi sulit dideteksi dengan metode serologi. Metode ini biasanya dapat mendeteksi virus hepatitis B dengan melihat sisi antigennya.
AMRI MAHBUB