TEMPO.CO, Raja Ampat - Jems Drimlol belum bisa melupakan pengalaman kelam masa lalunya. Mengenakan kemeja berwarna biru muda dengan logo Kementerian Kelautan dan Perikanan di bagian saku kanan dan logo Kabupaten Raja Ampat di saku kirinya, pria 38 tahun itu bercerita lirih.
"Saya dulu jawara dalam hal berburu penyu," ujarnya kepada Tempo, pekan lalu, di Kampung Harapan, Distrik Misool Selatan, Misool, Raja Ampat.
Pria yang tinggal di Kampung Biga, Distrik Misool Barat, Raja Ampat, ini menuturkan, sejak kecil, ia sudah akrab dengan perburuan penyu. Aktivitas itu merupakan salah satu tradisi turun-temurun di tempat tinggalnya. Jems belajar berburu penyu dari ayahnya.
Saat berusia 17 tahun, kata Jems, ia mulai berburu penyu sendiri. Perburuan biasanya dilakukan pada siang dan malam hari. Jika beruntung, dalam sehari, ia bisa mendapatkan tiga penyu hijau. Namun, jika sedang apes, ia hanya bisa membawa pulang seekor penyu.
Daging penyu hasil buruan, ujar Jems, biasanya untuk konsumsi pribadi. Sedangkan cangkangnya dijual kepada pengepul dengan harga sekitar Rp 40 ribu per kilogram. "Bahkan, jika permintaan tinggi, 1 kilogram cangkang bisa dihargai hingga Rp 150 ribu," ujarnya.
Untuk mendapatkan penyu, Jems biasanya berburu hingga menempuh jarak 15 kilometer dari rumahnya. Untuk menempuh jarak tersebut, pria berkulit hitam ini membutuhkan Premium sebanyak 5 liter. Karena tak memiliki perahu sendiri, ia harus meminjam perahu temannya. Saat berburu, pria dengan enam anak ini biasanya mengajak istri atau temannya.
Selanjutnya: Ia Insyaf, lalu...
Saat itu Jems belum menyadari bahwa penyu merupakan hewan yang dilindungi. Padahal pemerintah Raja Ampat telah menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2012. Dalam Pasal 8 aturan tersebut, penyu merupakan salah satu hewan yang dilindungi di Kawasan Konservasi Perairan Raja Ampat.
Jems mulai menyadari kekeliruannya saat mendapatkan pengarahan dari The Nature Conservancy (TNC). Dari TNC, ia mengerti bahwa penyu merupakan salah satu hewan yang harus dilindungi lantaran kemampuan reproduksinya rendah. Pada 2013, dia mulai bergabung dengan TNC menjadi fasilitator kampung.
Sebagai fasilitator kampung, Jems bertugas mengkampanyekan perlindungan penyu. Dia pun rela mengunjungi pulau-pulau di sekitar Misool agar penyu tidak punah. Dalam menjalankan tugas, ia kerap mendapat perlawanan dari keluarga yang masih melestarikan perburuan penyu. "Sebagian warga belum bisa menerima apa yang saya sampaikan karena saya dulu juga pemburu penyu," ujarnya.
Kendati mengadapi hambatan, Jems mengklaim sosialisasinya efektif. Hal itu didasari berkurangnya jumlah keluarga yang masih berburu penyu. Saat itu, di Kampung Biga, jumlah keluarga yang berburu penyu bisa mencapai 79. Namun sekarang, jumlah pemburu penyu hanya tersisa lima keluarga.
Hal serupa disampaikan Monitoring and Science Advisor TNC Purwanto. Dia mengatakan, setelah Perda Nomor 9 Tahun 2012 terbit, jumlah orang yang berburu penyu mulai berkurang. Dampaknya, populasi penyu hijau di sekitar perairan Raja Ampat mulai menunjukkan peningkatan. "Dari 33 titik yang kami teliti, hampir di seluruh tempat kami bisa menemukan penyu," ujarnya.
Selain itu, ujar Purwanto, beberapa pulau di sekitar Misool, seperti Pulau Jaam, mulai dijadikan tempat penyu bertelur. Padahal, saat perburuan penyu marak, penyu enggan bertelur di Pulau Jaam lantaran merasa tak aman.
Selanjutnya: Mimpi untuk Anak-Cucu
Berdasarkan hasil pengawasan kesehatan karang di Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Misool yang dilakukan TNC serta Dinas Kelautan dan Perikanan Raja Ampat yang dirilis tahun lalu, pada 2009 dan 2011, rata-rata total biomassa ikan di KKPD Misool adalah 54,8 kilogram per hektare.
Pada 2009, biomassa ikan hanya sebesar 38,9 kilogram per hektare, tapi pada 2011 menjadi 60,1 kilogram per hektare. Kenaikan tersebut mencakup beberapa ikan yang sering dikonsumsi warga Misool, seperti ikan gutila (Lethrinidae), ikan raja bau (Haemulidae), ikan kulit pasir (Achanthuridae), dan ikan kakatua (Scarini).
Jems semakin optimistis bahwa kampanyenya dalam perlindungan penyu akan semakin efektif. Musababnya, pemerintah Papua Barat pun mendukung pelestarian penyu dan biota laut lain.
Apalagi, saat ini, ia juga dilibatkan pemerintah Raja Ampat untuk menjadi anggota Tim Komunikasi, Ekonomi, dan Penjangkauan di Kawasan Konservasi Perairan Raja Ampat. "Saya ingin melihat anak-cucu saya mengetahui penyu tidak melalui gambar," tuturnya.
GANGSAR PARIKESIT