TEMPO.CO, Jakarta - Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Bachtiar Duma’is Laksana, 23 tahun, tengah menyelesaikan robot tank untuk turut menjaga keamanan negara. Robot bikinan pemuda jurusanTeknik Elektronika itu diklaim dapat dikendalikan tanpa awak.
“Ini tinggal finishing, dirangkai dan dicat. Masih butuh penyempurnaan beberapa bagian seperti komponen elektroniknya,” ujar Bachtiar saat dihubungi Tempo, Rabu, 3 Februari 2016.
Robot tank ciptaannya diberi nama War-V1. Sejak akhir 2014, ia mengerjakan purwarupa robot tersebut bersama kedua kawannya semasa kuliah di Yogyakarta, yakni Adhitya Whisnu Pratama, mahasiswa Universitas Islam Indonesia dan Muhammad Iqbal yang berkuliah di Universitas Gajah mada, Yogyakarta.
Baca juga: Kalla Instruksikan TNI Gunakan Alutsista Buatan Lokal
Begitu lulus D3 jurusan Teknik Elektronika UGM, ia melanjutkan studi ke S1 Teknik Elektronika ITS. Di sana, ia kembali meneruskan proyek pribadinya itu. “Pihak kampus tertarik dan memperbolehkan proyek saya ini dijadikan judul skripsi. Jadi sebelum memasuki masa skripsi, sudah saya kerjakan sampai separuh jadi.”
Penciptaan robot tank ini bermula dari kecintaan Bachtiar dan kawan-kawannya terhadap dunia militer. Meski tak memiliki latar belakang keluarga tentara, ia selalu merasa penasaran ingin berkarya di bidang pertahanan dan keamanan melalui keahliannya di dunia elektronika.
Baca: Kerja Sama Pengembangan Pesawat Tempur RI-Korea Dilanjutkan
Soal War-V1, Bachtiar mengaku terinspirasi oleh dua robot raksasa yang dikendalikan oleh pilot dan memiliki persenjataan bernama Megabots dan Kuratas. Kuratas adalah robot yang bisa dikendarai dan dioperasikan buatan perusahaan Jepang, Suidobashi. Sedangkan, Megabots bikinan Gui Cavalcanti, Matt Oehrlein, dan Brinkley Warren yang berbasis di Oakland, Amerika Serikat.
Pemuda kelahiran 5 November 1992 itu menjelaskan, robot tank War-V1 dikendalikan lewat remote control. Desain, mekanik, dan rancang kendali elektronisnya dirancang dengan merogoh kocek pribadi. “Seluruh komponen harus didatangkan dari Cina dengan harga belasan juta rupiah, belum termasuk bea impor,” kata dia sembari menolak merinci lebih detil berapa besar dana yang ia keluarkan.
Meski tak lagi satu tim dengan dua kawannya dari Yogyakarta, Bachtiar mendirikan perusahaan sendiri yang diberi nama BDL-Tech. Melalui bengkel pribadi di kampung halamannya, Balikpapan, ia mengerjakan bagian pelengkap War-V1. Sedangkan rangka purwarupa yang berbentuk tank, kini berada di Jawa Tengah. “Kami kerjakan sebagian di Jawa Tengah karena fasilitasnya lebih memadai, seperti pencetakan cor bagian metal yang lebih detail.”
Simak: Empat Arahan Jokowi untuk Pengadaan Alutsista, Apa Saja?
Meskipun belum 100 persen rampung, Bachtiar percaya diri menawarkan robotnya kepada pihak TNI. Ia nekat memamerkannya ke Kodam VI/SLog Mulawarman, Balikpapan dan Batalyon Kavaleri 8/Tank-Narasinga Wiratama yang bermarkas di Pasuruan. “Padahal waktu itu masih konsep mentah dalam gambar computer-aided design (CAD), tapi tanggapannya positif,” ujarnya.
Dari konsep tersebut, War-V1 dirancang sebagai cadangan di lapangan, yang berfungsi menjadi sweeper atau penyapu. Sehingga, senjata sistem ia sesuaikan dengan tujuan aplikasi. Untuk mewujudkannya pun, ia mengaku belajar desain secara otodidak mulai dari nol.
Bachtiar berharap, proses penyelesaian robot tank itu berjalan lancar. “Nanti kalau sudah jadi, pasti saya bawa ke kampus (di Surabaya). Seharusnya karya ini bisa diikutkan sidang pada akhir semester ini, tapi saya butuh menyempurnakan sekitar satu semester lagi,” tuturnya.
ARTIKA RACHMI FARMITA