TEMPO.CO, Jakarta -Lembaga antariksa Amerika NASA akan memamerkan alat terbaru mereka saat meneliti Gerhana Matahari Total (GMT) di Indonesia. Mereka akan mengamati lontaran massa korona (CME) pada 9 Maret 2016 mendatang.
“Kami akan menggunakan kamera polarisasi terbaru milik kami,” kata peneliti dari Goddard Space Flight Center NASA, Nelson Reginald di Jakarta pada Jumat pekan lalu. Kamera ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari alat polarisasi yang mereka gunakan di Turki saat gerhana tahun 1999.
Saat itu, peneliti memanfaatkan alat polarisasi yang digerakkan dengan tangan untuk menangkap gambar. Sekali aktif, alat dapat mengambil tiga gambar yang menunjukkan arah polarisasi cahaya. Peneliti juga harus mengganti-ganti filter yang cocok dengan karakter polarisasi cahaya pada saat terekspos, sehingga melewatkan beberapa momen tanpa gambar.
Pergerakan alat ini sangat lambat, sehingga peneliti tak mampu mendapatkan data yang optimal. Dengan kamera polarisasi, yang memiliki ribuan filter polar kecil, mereka dapat menangkap gambar dengan lebih cepat. Peneliti juga tak perlu mengganti-ganti filter yang dibutuhkan setiap terjadi pergerakan.
Menurut Nat Gopalswamy, ketua tim peneliti NASA untuk GMT kali ini, timnya hanya membutuhkan waktu tiga menit untuk mendapatkan data lengkap dengan kamera ini. “Kami memangkas waktu yang dibutuhkan untuk eksperimen lebih dari setengahnya,” kata dia.
Saat ini, kamera tersebut sudah terpasang di Maba, Maluku Utara, tempat pengamatan akan berlangsung. Gopalswamy juga mengatakan tes uji coba yang mereka lakukan sebelumnya berjalan lancar.
Peneliti Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa (LAPAN) Emanuel Sungging mengatakan lembaganya juga membawa alat khusus untuk pengamatan GMT kali ini. “Kami akan menggunakan LAPAN compact listospectograph, atau Lactolyte,” kata dia.
Lactolyte merupakan teleskop optikal yang memungkinkan peneliti mengamati dan mengidentifikasi siklus korona saat GMT berlangsung.
URSULA FLORENE