TEMPO.CO, Texas - Apa yang membuat musik begitu indah? Beberapa komposisi karya komposer besar melampaui ruang dan waktu, tapi apa sebenarnya kesamaan yang mendasari daya tarik mereka? Jawabannya, tingkat kompresibilitas musik itu menjadi pola sederhana.
Sebuah riset yang dipublikasikan dalam jurnal BMC Research Notes memaparkan, otak menyederhanakan pola kompleks, hampir sama dengan format file audio kompresi musik “lossless” yang membuang data redundant dan mengidentifikasi pola. Teori lama menyatakan bahwa dalam kondisi tidak sepenuhnya sadar, pikiran dapat mengenali pola dalam data rumit dan kita “terprogram” untuk menganggap pola sederhana itu menyenangkan.
Nicholas Hudson, peneliti dari Computational and Systems Biology, Texas A&M University, menggunakan program kompresi musik untuk meniru kemampuan otak mengurangi volume informasi audio. Dia membandingkan jumlah kompresibilitas noise acak hingga beragam jenis musik, termasuk klasik, techno, rock, dan pop. Hudson menemukan bahwa noise acak hanya dapat dikompresi hingga 86 persen dari ukuran file aslinya, sedangkan techno, rock, dan pop sampai 60 persen. Simfoni No 3 milik Beethoven, yang jelas-jelas kompleks, dapat dikompresi menjadi 40 persen.
"Karya masterpiece yang abadi, sekalipun tampak rumit, mempunyai tingkat kompresibilitas tinggi dan kompresibilitasnya itulah yang kita respons,” kata Hudson. “Sehingga entah Anda adalah seorang penggemar musik klasik atau pop diva kelihatannya kita memilih musik yang kita sukai, bukan karena itu lebih didengarkan, melainkan dengan menghitung kompresibilitasnya.”
SCIENCE DAILY | BMC RESEARCH NOTES | AMRI MAHBUB