Daging Hamburger Sintetis, Seperti Apa Rasanya?

Reporter

Kamis, 8 Agustus 2013 04:02 WIB

Burger dengan daging rekayasa yang siap disantap saat diluncurkan di London (5/8). Menurut Dailymail salah satu penyandang dana penelitian daging rekayasa ini merupakan pendiri Google, Sergey Brin. REUTERS/David Parry

TEMPO.CO , LONDON:– Tim peneliti dari Universitas Maastricht Belanda awal pekan ini meluncurkan inovasi mereka berupa daging hamburger sintetis. Dua orang sukarelawan yang mencoba memakan daging buatan untuk pertama kali menilai rasa daging ini hambar meski teksturnya baik.

“Memakan daging ini perlu tambahan garam dan lada,” ujar ahli nutrisi asal Austria Hanni Ruetzler yang menjadi sukarelawan seperti dilansir kantor berita AP pada 5 Agustus 2013. Sedangkan sukarelawan lainnya, seorang wartawan asal Amerika Serikat, Josh Schon mengaku kebingungan menilai rasa daging itu.

Daging sintetis yang dicoba dua sukarelawan itu merupakan hasil penelitian selama lebih dari 5 tahun. “Daging buatan ini dapat menjadi solusi masalah pangan dunia akibat perubahan iklim,” ujar kepala peneliti Universitas Maastricht Mark Post kepada AP. “Namun tujuan itu mungkin baru tercapai satu atau dua dekade lagi,” ujarnya.

Badan pangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) sebelumnya memprediksi konsumsi daging akan bertambah dua kali lipat, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Untuk mengembang-biakkan hewan ternak yang dijadikan pangan warga dunia saja, setidaknya dibutuhkan lahan sebanyak 70 persen dari seluruh lahan peternakan di dunia.

Post dan rekan-rekannya menghasilkan daging sintetis yang dikembangkan dari sel punca sapi. Para peneliti mengambil sel otot sapi yang ‘dikembang-biakkan’ sehingga menjadi jaringan daging. Untuk menghasilkan 140 gram daging hamburger dibutuhkan hampir 20 ribu jaringan daging.

Daging burger itu dibumbui garam, bubuk telur, dan tepung roti serta diolah menggunakan jus bit merah dan kunyit untuk menghasilkan rasa, bentuk, dan penampilan yang mendekati daging sapi asli.

Para peneliti mengakui rasa daging buatan mereka masih hambar. “Memang belum sempurna, tapi ini awal yang baik,” ujar Post. Mereka mengklaim masalah rasa ini bukan perkara sulit. Peneliti bioteknologi asal Universitas Norwegia, Stig Omholt mengatakan jika sejumlah sel punca dibiarkan berkembang menjadi jaringan lemak, dan ditambahkan ke dalam jaringan daging sintetis maka akan dihasilkan daging dengan rasa yang lebih baik.

Inovasi daging sintetis ini menuai banyak dukungan. Salah satu pendiri Google, Sergey Brin bahkan mengumumkan telah menyumbangkan US$ 330.000 untuk proyek penelitian ini. Brin menyatakan dukungan atas penelitian ini sebagai bentuk perhatiannya terhadap kehidupan hewan.

Adapun kelompok pembela hak hewan, PETA, menyatakan sangat setuju dengan penelitian daging buatan ini. “Selama tidak ada hewan yang dibantai atau disakiti, kami berada di belakang mereka,” ujar Presiden PETA Ingrid Newkirk.

AP / PRAGA UTAMA

Berita terkait

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

13 hari lalu

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

Efek polusi udara rumah tangga baru terlihat dalam jangka waktu relatif lama.

Baca Selengkapnya

Kelebihan Punya Tinggi Badan Menjulang Menurut Penelitian

18 hari lalu

Kelebihan Punya Tinggi Badan Menjulang Menurut Penelitian

Selain penampilan, orang tinggi diklaim punya kelebihan pada kesehatan dan gaya hidup. Berikut keuntungan memiliki tinggi badan di atas rata-rata.

Baca Selengkapnya

Riset Temukan Banyak Orang Kesepian di Tengah Keramaian

58 hari lalu

Riset Temukan Banyak Orang Kesepian di Tengah Keramaian

Keramaian dan banyak teman di sekitar ak lantas membuat orang bebas dari rasa sepi dan 40 persen orang mengaku tetap kesepian.

Baca Selengkapnya

Ekosistem Laut di Laut Cina Selatan Memprihatinkan

59 hari lalu

Ekosistem Laut di Laut Cina Selatan Memprihatinkan

Cukup banyak kerusakan yang telah terjadi di Laut Cina Selatan, di antaranya 4 ribu terumbu karang rusak.

Baca Selengkapnya

Pembangunan di Laut Cina Selatan Merusak Ekosistem dan Terumbu Karang

59 hari lalu

Pembangunan di Laut Cina Selatan Merusak Ekosistem dan Terumbu Karang

Banyak pembahasan soal keamanan atau ancaman keamanan di Laut Cina Selatan, namun sedikit yang perhatian pada lingkungan laut

Baca Selengkapnya

Dua Bulan Lagi, Stanford University Bakal Groundbreaking Pusat Ekosistem Digital di IKN

31 Januari 2024

Dua Bulan Lagi, Stanford University Bakal Groundbreaking Pusat Ekosistem Digital di IKN

Stanford University, Amerika Serikat, merupakan salah satu universitas yang akan melakukan groundbreaking pusat ekosistem digital di IKN.

Baca Selengkapnya

Tinjau Pabrik Motherboard Laptop Merah Putih, Dirjen: Riset Perlu Terhubung Industri

29 Januari 2024

Tinjau Pabrik Motherboard Laptop Merah Putih, Dirjen: Riset Perlu Terhubung Industri

Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi meninjau pabrik motherboard dan menegaskan perlunya riset terhubung dengan industri.

Baca Selengkapnya

Jatam: Tiga Pasangan Capres Terafiliasi Oligarki Tambang

22 Januari 2024

Jatam: Tiga Pasangan Capres Terafiliasi Oligarki Tambang

Riset Jatam menelusuri bisnis-bisnis di balik para pendukung kandidat yang berpotensi besar merusak lingkungan hidup.

Baca Selengkapnya

Terkini: KPA Sebut PSN Jokowi Sumbang Laju Konflik Agraria Sepanjang 2020-2023, Bandara Banyuwangi Segera Layani Penerbangan Umroh

15 Januari 2024

Terkini: KPA Sebut PSN Jokowi Sumbang Laju Konflik Agraria Sepanjang 2020-2023, Bandara Banyuwangi Segera Layani Penerbangan Umroh

Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menyebut Proyek Strategis Nasional (PSN) pemerintah era Jokowi mendorong laju konflik agraria.

Baca Selengkapnya

BRIN: Pangan Jadi Salah Satu Prioritas Riset 2023, Kejar Target Hilirisasi

28 Desember 2023

BRIN: Pangan Jadi Salah Satu Prioritas Riset 2023, Kejar Target Hilirisasi

Dominasi riset bidang pangan sejalan dengan prioritas yang diminta oleh Presiden Joko Widodo.

Baca Selengkapnya