Sejuta Kasus Covid-19 di Indonesia, FKUI Beri 5 Catatan Penyebab
Reporter
Moh Khory Alfarizi
Editor
Zacharias Wuragil
Selasa, 26 Januari 2021 12:41 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Ari Fahrial Syam mengatakan hari ini, Selasa, 26 Januari 2021, jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia bakal tembus 1 juta kasus. Ari menyebut angka tersebut sebagai batas psikologis dan akan tertembus karena per artikel ini dibuat total kasus Covid-19 yang sudah dilaporkan sebanyak 999.256 sedangkan penambahan kasus harian mencapai ribuan.
“Melihat sikap inkonsistensi kita semua. Serta berubah-ubahnya istilah dan peraturan membuat masyarakat semakin sulit memahami bagaimana arah pengendalian penanganan Covid-19 di negeri tercinta ini,” kata Ari dalam keterangan tertulis, Senin malam, 25 Januari 2021.
Dia merujuk kepada istilah-istilah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) ataupun Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat. Perpanjangan pemberlakukan pembatasan itu telah berulang kali dilakukan namun tanda-tanda berakhirnya pandemi belum dapat diprediksi.
Menurutnya, perlu evaluasi terhadap upaya pembatasan-pembatasan sosial saat ini karena faktanya jumlah kasus baru tetap tak tertahankan hingga bakal tembus satu juta hari ini. Jumlah kasus aktif juga disebutnya masih tinggi yakni di atas 150 ribu.
"Kondisi ini membuat ketersediaan berbagai fasilitas kesehatan, seperti ruang isolasi dan ICU menjadi sangat terbatas, sebagian bahkan menyampaikan kapasitas ruangan sudah digunakan lebih dari 90 persen," kata dia.
Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam FKUI itu menjelaskan, pasien-pasien menunggu ruangan juga menumpuk di IGD, terutama di beberapa rumah sakit rujukan di kota-kota besar, seperti Jakarta. “Bahkan kita sudah juga mendengar ada pasien yang meninggal di IGD karena tidak sempat masuk ICU,” kata dia.
Melihat kondisi itu semua Ari memberikan evaluasi penanganan kasus Covid-19 di Indonesia sebagai berikut,
Baca juga:
Tanggapi Menkes, Dekan FKUI Blak-blakan Penerapan 3T Covid-19 di Indonesia
1. Jalanan masih macet
Melihat status PSBB ketat, dirinya merasakan bahwa tidak ada perbedaan dalam kehidupan masyarakat. “Kemacetan masih terjadi di jalan-jalan yang saya lalui, baik saat pulang maupun pergi untuk memeriksa pasien, walaupun tidak separah seperti saat sebelum pandemi,” kata Ari.
<!--more-->
Dia mengaku memiliki sedikit harapan ketika di malam tahun baru beberapa kota melakukan penjagaan ketat. Polisi dan tentara turun ke jalan menjaga masyarakat agar tidak berkumpul dan efektif.
Sayang, Ari mempertanyakan, kenapa kondisi penjagaan yang ketat tidak terus dipertahankan terutama pada malam. “Ini kan tujuannya agar kita bisa mengurangi kasus dulu, rem dan gas harus benar-benar diterapkan,” ujar dia.
2. Istilah berganti-ganti membingungkan
Mengenai istilah PSBB atau PPKM saat ini, dia tidak ingin berandai-andai. Tapi memang dari awal istilah lockdown atau karantina wilayah seperti tabu untuk dijalankan di Indonesia. Dia juga tidak ingin membandingkannya dengan negara lain.
“Tetapi kita bisa melihat bahwa beberapa negara, sebut saja Australia atau Cina sudah berhasil mengendalikan pandemi ini,” kata lulusan master biologi molekuler dari University of Queensland, Australia, itu.
Secara umum, dia menyebutkan, peningkatan jumlah kasus harian juga semakin turun di belahan negara lain. Ari juga mengingat istilah-istilah yang diganti seperti OTG, ODP dan PDP yang berganti menjadi suspek, kontak erat dan konfirmasi.
3. Penegakan hukum yang lemah
Berbeda dengan negara lain, Ari melihat penegakan hukum di Indonesia masih lemah. Memang beberapa media kadang kala meliput penegakan hukum yang dilakukan untuk para pelanggar protokol kesehatan. Namun, memang tampaknya penegakan hukum tidak dilakukan secara masif dan konsisten.
Baca juga:
Dokter dan Epidemiolog Ngeri Lonjakan Kasus Covid-19 Pasca Demo Omnibus
“Sedihnya pelanggar protokol Kesehatan dilakukan oleh para tokoh politik atau tokoh masyarakat yang harusnya menjadi health influencer malah sebaliknya. Memberi contoh yang tidak baik kepada masyarakat,” katanya menambahkan.
<!--more-->
4. Bencana alam berujung pengungsian
Saat sedang berjuang untuk menekan angka Covid-19, di awal tahun 2021, Indonesia mengalami berbagai bencana antara lain banjir besar di 11 kabupaten di Kalimantan Selatan dan gempa bumi Mamuju, Sulawesi Barat. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyampaikan dalam akun Twitter-nya bahwa pada periode Januari 2021 ini telah terjadi 201 bencana dan sebagian besar adalah bencana banjir, yaitu 136 kasus.
Musibah ini menebar tempat-tempat pengungsian. Berdasarkan data dari BNPB, ada 1.677.133 penduduk yang menderita dan terpaksa mengungsi. “Terus terang, kita bisa melihat sendiri bahwa agak sulit menerapkan protokol kesehatan kepada para korban bencana di pengungsian,” katanya.
Di satu sisi, juga harus melihat bahwa daya tahan tubuh mereka rentan mengalami penurunan, mengingat stres akibat kehilangan atau kerusakan harta benda, kondisi istirahat yang tidak optimal, dan makan minum yang juga terganggu karena tinggal di pengungsian. Oleh karena itu, Ari menjelaskan, dukungan tim kesehatan termasuk kesehatan masyarakat untuk mitigasi adanya peningkatan kasus Covid-19 di tempat-tempat pengungsian sangat diperlukan.
5. Cakupan vaksinasi rendah dan berharap ke masyarakat.
Vaksinasi Covid-19 sudah berjalan, walaupun pencapaian jumlahnya masih rendah dan ada masalah pada proses registrasi para calon penerima vaksin. Sehingga vaksin yang sudah ada di tangan terpaksa belum bisa disuntikkan.
"Hal ini tampaknya sudah disadari oleh Kementerian Kesehatan dan terlihat ada upaya-upaya yang dilakukan untuk memperpendek proses ini agar pemberian vaksin dapat dilaksanakan dengan cepat," katanya.
Dia mengingatkan, masyarakat harus tetap konsisten dalam melaksanakan protokol kesehatan khususnya 3M, yaitu memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Diperingatkannya pula bagi mereka yang masih menolak percaya bahaya virus corona Covid-19.
Baca juga:
Pandemi Covid-19 di Indonesia, 83 Persen Dokter dan Tenaga Kesehatan Sudah Goyah
“Padahal sudah ratusan dokter dan tenaga kesehatan yang meregang nyawa karena Covid-19 bahkan puluhan guru besar gugur karena Covid-19,” ujar dia.