TEMPO.CO, Jakarta - Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Ari Fahrial Syam menjelaskan tes cepat maupun PCR untuk menapis kasus Covid-19 harus dilakukan pada orang yang tepat. Testing untuk screening tersebut, dia mencontohkan, harus dilakukan pada seorang yang ingin masuk ke dalam asrama atau keramaian untuk menetap dan tidak akan keluar lagi.
“Tapi kalau hanya untuk rapat dua jam saja, ya, percuma, itu tidak perlu. Mereka malah diharuskan memakai masker, jaga jarak, dan mencuci tangan,” ujar dia saat dihubungi, Senin, 25 Januari 2021.
Baca juga:
Menkes Sebut Sistem Testing Covid-19 di Indonesia Salah, Ini Kata Epidemiolog
Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam FKUI ini menjelaskan bahwa sejak lama telah berulang kali menyampaikan mengenai testing, tracing, dan treatment (3T). Artinya, jika ada satu pasien positif Covid-19, langsung lacak orang yang pernah kontak dengan pasien tersebut untuk dites.
“Kalau ada 20 orang, ya, uber 20 orang itu dan harus dilihat untuk diperiksa, dites,” kata lulusan master biologi molekuler dari University of Queensland, Australia itu, menambahkan.
Faktanya yang dilakukan di lapangan, Ari memberi kesaksian, itu tidak selalu terjadi. Dia mencontohkan di wilayah Bekasi dan Depok tidak dilakukan pemeriksaan pada orang-orang yang kontak dengan pasien positif Covid-19.
Pria berusia 54 tahun itu menerangkan, saat ini kurang lebih ada sekitar 150 ribu kasus aktif. Artinya, kata dia, Indonesia paling tidak harus melakukan tracing sekitar satu sampai jutaan orang jika teguh dengan prinsip 3T. Tapi target tes 1/1000 penduduk sesuai target WHO pun, menurut Ari, dicapai tertolong oleh lembaga swasta.
Itu sebabnya Ari mengaku tak akan terkejut bila Indonesia pada pekan ini sudah akan mencatatkan akumulasi satu juta kasus Covid-19. Dia menguatkan penilaian Menteri Kesehatan yang baru Budi Gunadi Sadikin tentang kesalahan Indonesia dalam menerapkan testing sehingga kasus baru harian semakin tinggi.
“Apa yang dilakukan saat ini sebenarnya bukan salah. Hanya saja kurang tepat. Yang benar adalah 3T kita masih kurang dan proses screening harus melihat mana yang perlu dan tidak perlunya,” kata Ari.
Rapat dua jam seperti yang disebutnya di atas adalah contoh tes yang bisa dilewatakn. Pun dengan yang dijalaninya sendiri sebagai dokter yang harus bertemu dengan para pasien. Ari mengaku tak perlu sering jalani tes.
Hanya, dia dan pasiennya mengenakan masker N95, termasuk petugas kesehatan lainnya. "Kami merupakan orang yang memiliki kemungkinan besar tertular tapi alhamdulillah tidak semua yang tertular,” kata dia blak-blakan.
Sebelumnya Menteri Budi Gunadi mengatakan selama ini Indonesia salah menerapkan sistem pemeriksaan atau testing Covid-19 karena tidak ditujukan kepada mereka yang suspek. Dia menyebut selama ini tes untuk screening tersebut dilakukan untuk mereka yang ingin melakukan perjalanan atau keperluan lainnya.
Baca juga:
Mau Pembelajaran Tatap Muka, 11 Guru Positif Covid-19 di Sekolah Ini
Atau kepada orang yang itu-itu saja. Ia pun mencontohkan dirinya rutin menjalani swab test Covid-19 ketika akan bertemu Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Dia menyebut bisa lima kali dalam seminggu menjalani tes swab. Ini sebabnya, menurut Menkes, jumlah testing besar tapi kasus baru harian juga tetap besar.