Satelit Universitas Surya Sampai di ISS, Pertama dari Kampus di Indonesia

Selasa, 29 November 2022 09:39 WIB

Peluncuran satelit nano Surya Satellite-1 (SS-1) ke Stasiun Antariksa Internasional pada Minggu 27 November 2021. Foto : Twitter

TEMPO.CO, Jakarta - Di antara 2.630 kilogram kargo yang sampai di Stasiun Antariksa Internasional (ISS) pada Minggu pagi, 27 November 2022, waktu Amerika, terdapat satelit nano dari Indonesia. Satelit itu bernama Surya Satellite-1 (SS-1) yang dikembangkan Universitas Surya dengan dukungan dari Pusat Riset Teknologi Satelit Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

"SS-1 ini menjadi titik awal untuk membangun kepercayaan diri bahwa Indonesia mampu, sehingga akan muncul satelit-satelit lainnya," kata Kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN, Robertus Heru Triharjanto, saat memperkenalkan satelit nano tersebut Juni lalu.

Dihubungi kembali pada Selasa 29 November 2022, Heru menerangkan satelit seberat satu kilogram ini membawa SMS Repeater yang memungkinkannya berkirim pesan pendek menggunakan frekuensi radio amatir. "Seperti SMS, tapi zaman sekarang kan sms bisa diisi macam-macam, misal data atau gambar yang dipotong-potong," katanya.

Heru mengakui teknologi SS-1 tidak baru tapi untuk pencapaian universitas, dia menambahkan, satelit nano dari Universitas Surya ini adalah yang pertama di Indonesia. Heru terlibat dalam memberikan bimbingan saat Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional atau LAPAN--kini BRIN--menyediakan fasilitas untuk pembuatan satelit itu sekitar lima tahun lalu.

Dia membandingkan kemampuan SS-1 dengan satelit milik BRIN yakni LAPAN-A2/Orari yang seberat hampir 100 kilogram dan membawa lebih banyak misi, yakni foto, pengawasan kapal, dan komunikasi suara. "Kalau kita punya volume dan kapasitas lebih besar, kita bisa bawa lebih banyak instrumen pada satelit itu," katanya.

Advertising
Advertising

Baca juga: Lima Tahun Satelit LAPAN-A3 Mengamati Bumi, Simak Data yang Dikumpulkan

SS-1 memanfaatkan program atau modul di Badan Antariksa Jepang yang menawarkan membawa satelit milik kampus ke luar angkasa. Satelit akan dibawa ke Stasiun Antariksa Internasional di mana Jepang berpartisipasi di dalamnya, lalu dilepaskan ke orbit rendah Bumi dari sana.

"Waktu itu Surya University mendaftar dan lolos," kata Heru sambil menambahkan, pembuatan satelit murni oleh universitas dibantu LAPAN di Pusat Riset Teknologi Satelit di Bogor. "Jepang hanya meluncurkannya," kata dia lagi.

Rute Satelit: Bogor-Jepang-Amerika-ISS-Orbit

Adapun kabar SS-1 telah sampai di ISS datang dari akun Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa di media sosial Twitter, @LAPAN_RI. Satelit nano karya anak bangsa itu sebelumnya diangkut bersama kargo milik ISS dalam kapsul Dragon menumpang Roket Falcon 9 SpaceX CRS-26.

Roket meluncur pada Sabtu siang dan merapat atau docking di ISS secara otamatis pada Minggu, pukul 07.39 EST atau 19.39 WIB. Jadwal peluncuran itu sendiri telah mengalami penundaan karena faktor cuaca yang tidak mendukung.

Pesawat kargo Dragon CRS-26 milik SpaceX terlihat di atas Bumi saat mendekati Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) untuk berlabuh pada 27 November 2022. (Kredit: NASA TV)

Baca juga: Dragon SpaceX Berlabuh di ISS, Antar Es Krim dan Benih Tomat Ceri

Sebelum meluncur bersama roket SpaceX dari Kennedy Space Center di Cape Canaveral, AS, Surya Satellite-1 dikirim ke Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) di Tsukuba, Jepang pada 29 Juni 2022. Pengiriman setelah SS-1 melalui tahap akhir, yakni assembly, integration, dan test.

"Milestone penting selanjutnya adalah deployment satelit SS-1 dari modul Kibo milik Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) dari ISS oleh astronot yang direncanakan pada pertengahan Januari 2023," tutur dalam akun.

Soal ini, Heru membenarkan kalau baru pada Januari nanti bisa dilihat apakah satelit yang pembuatannya senilai Rp 1-2 miliar itu dapat berfungsi seperti yang diharapkan: bisa diperintah dari Bumi. "Semestinya sih tidak akan ada masalah," kata eks tim inti satelit LAPAN-Tubsat ini.

Menurut Heru, pengembangan dan peluncuran SS-1 menjadikan universitasnya memiliki laboratorium antariksa yang membantu para mahasiswanya bisa mempelajari sistem komunikasi dan pergerakan satelit. Itu, diharapkannya, memotivasi pengembangan satelit di perguruan tinggi Indonesia sekaligus menunjukkan kemampuan sumber daya manusia dalam pengembangan teknologi luar angkasa.

"At any time, kampus manapun apabila butuh bimbingan pembuatan satelit, kami welcome," kata Heru.


Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Top 3 Tekno: Kenaikan UKT, Proyek Google untuk Israel, Polusi Udara dan Cina

1 hari lalu

Top 3 Tekno: Kenaikan UKT, Proyek Google untuk Israel, Polusi Udara dan Cina

Berita tentang kenaikan UKT di ITB masih mengisi Top 3 Tekno Berita Terkini.

Baca Selengkapnya

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

1 hari lalu

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

Cina menjadi salah satu negara yang bisa mengurangi dampak polusi udaranya secara bertahap. Mengikis dampak era industrialisasi.

Baca Selengkapnya

Izin Operasi Starlink Rampung, Kominfo: Kecil Peluang Masuk Jakarta

2 hari lalu

Izin Operasi Starlink Rampung, Kominfo: Kecil Peluang Masuk Jakarta

Kominfo akhirnya mengizinkan masuknya layanan Starlink ke Indonesia. Bukan untuk kota besar, Starlink didorong masuk ke wilayah terisolir.

Baca Selengkapnya

Luhut Sebut Starlink Milik Elon Musk Diluncurkan di RI Dua Pekan Lagi, Akan Diumumkan di Bali

2 hari lalu

Luhut Sebut Starlink Milik Elon Musk Diluncurkan di RI Dua Pekan Lagi, Akan Diumumkan di Bali

Menteri Luhut menyebutkan layanan internet berbasis satelit Starlink bakal diluncurkan dalam dua pekan ke depan atau pertengahan Mei 2024.

Baca Selengkapnya

BRIN Undang Periset dan Mahasiswa Ikut Platform Kolaborasi Biologi Struktur untuk Gali Potensi Keanekaragaman Hayati

2 hari lalu

BRIN Undang Periset dan Mahasiswa Ikut Platform Kolaborasi Biologi Struktur untuk Gali Potensi Keanekaragaman Hayati

BRIN terus berupaya menemukan metode yang paling baru, efektif, dan efisien dalam proses pemurnian protein.

Baca Selengkapnya

Teknologi Roket Semakin Pesat, Periset BRIN Ungkap Tantangan Pengembangannya

2 hari lalu

Teknologi Roket Semakin Pesat, Periset BRIN Ungkap Tantangan Pengembangannya

Sekarang ukuran roket juga tidak besar, tapi bisa mengangkut banyak satelit kecil.

Baca Selengkapnya

Ketergantungan Impor 99 Persen, Peneliti BRIN Riset Jamur Penghasil Enzim

3 hari lalu

Ketergantungan Impor 99 Persen, Peneliti BRIN Riset Jamur Penghasil Enzim

Di Indonesia diperkirakan terdapat 200 ribu spesies jamur, yang di antaranya mampu memproduksi enzim.

Baca Selengkapnya

Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

4 hari lalu

Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

Polusi udara yang erat kaitannya dengan tingginya beban penyakit adalah polusi udara dalam ruang (rumah tangga).

Baca Selengkapnya

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

4 hari lalu

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

Efek polusi udara rumah tangga baru terlihat dalam jangka waktu relatif lama.

Baca Selengkapnya

Kerusakan Alat Pemantau Gunung Ruang, BRIN Teliti Karakter Iklim, serta Kendala Tes UTBK Mengisi Top 3 Tekno

5 hari lalu

Kerusakan Alat Pemantau Gunung Ruang, BRIN Teliti Karakter Iklim, serta Kendala Tes UTBK Mengisi Top 3 Tekno

Artikel soal kerusakan alat pemantau erupsi Gunung Ruang menjadi yang terpopuler dalam Top 3 Tekno hari ini.

Baca Selengkapnya