Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Covid-19, WHO Publikasi Data Excess Death 2020-2021
Reporter
Zacharias Wuragil
Editor
Zacharias Wuragil
Kamis, 5 Januari 2023 07:33 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ada hampir 15 juta angka kelebihan kematian dari berbagai sebab di dunia sepanjang 2020 dan 2021 lalu dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang tanpa pandemi. Angka itu hampir tiga kali lipat dari data 5,42 juta kematian akibat Covid-19 yang dilaporkan secara resmi negara-negara di dunia di antara 287 juta kasus Covid-19 yang terkonfirmasi per 31 Desember 2021.
Perhitungan dibuat William Msemburi dari Divisi Data, Analitik dan Sebaran Dampak di kantor pusat WHO di Jenewa, Swiss, dan koleganya. Untuk beberapa negara, tim menggunakan data mortalitas 2015-2019 untuk kalkulasi perkiraan jumlah kematian per tahun. Data kemudian dibandingkan jumlah total kematian selama dua tahun pertama pandemi Covid-19.
Di negara-negara yang minim data, seperti beberapa di Afrika dan Timur Tengah, Msemburi dkk menggunakan model statistika untuk prediksi excess death itu. Berdasarkan negara-negara di mana tersedia data yang berlimpah, model statistika yang dimaksud menghubungkan kelebihan kematian dengan faktor-faktor yang berpengaruh, semisal pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dan prevalensi kondisi lainnya, seperti diabetes.
Hasilnya, diduga sebanyak 14,83 juta kelebihan kematian terjadi di seluruh dunia dimulai dari awal 2020 sampai akhir 2021. Lebih spesifiknya, laporan yang dipublikasi di Jurnal Nature 14 Desember 2022 menyebutkan lebih dari 10 juta di antaranya terjadi sepanjang 2021.
"Kami menduga kematian pada 2021 bisa berlipat ganda dibandingkan 2020 bukan hanya karena ada lebih banyak varian (Covid-19) yang lebih menular, tapi juga karena Covid-19 menyebar di dalam kelompok-kelompok masyarakat dengan akses ke vaksinasi yang terbatas," kata Msemburi.
Excess death juga mungkin mencakup pula orang-orang yang meninggal sebab non-Covid, tapi terdampak oleh layanan kesehatan yang terganggu karena pandemi. Atau karena mereka enggan mencari pertolongan medis di tengah meningginya kasus Covid-19.
Menurut studi yang dilakukan, negara dengan angka kelebihan kematian tertinggi adalah Peru. Negara ini memiliki catatan jumlah kematian 2020-2021 yang sampai dua kali lipat daripada jika tanpa pandemi. Berikutnya adalah Ekuador dan Bolivia dengan catatan kelebihan kematian sampai 1,5 kali.
Baca juga: Pernah Diperkirakan 100-200 Ribu, Kematian Covid-19 di AS Tembus 1 Juta Jiwa
Tapi, Msemburi dan timnya memberi catatan, bukan berarti ketiga negara itu adalah yang terburuk dalam penanggulangan pandemi. Ada banyak faktor lain yang bisa memberi pengaruh. "Termasuk momen berbeda meledaknya wabah di setiap negara, varian Covid-19 mana yang pernah dominan, juga laju vaksinasinya," kata Msemburi.
Giacomo De Nicola dari Ludwig Maximilian University of Munich, Jerman, mengatakan bahwa membandingkan angka kelebihan kematian di negara-negara yang berbeda bisa menjadi alat bantu dalam mengevaluasi dampak dari langkah berbeda pemerintahan di dunia. "Yang nantinya membantu dalam memerangi pandemi di masa depan," katanya.
Namun begitu, De Nicola juga memberi catatan. Menurut dia, dalam perhitungan di banyak negara, Msemburi dan timnya menggunakan model yang tidak memperhitungkan fakta bahwa sejumlah populasi mungkin menua atau menjadi lebih muda. Populasi yang menua, diterangkannya, memang akan meningkatkan angka kematian dan dengan demikian mengurangi excess death itu.
"Kami sedang membuat perbaikan-perbaikan atas model yang akan memperbaiki perkiraan," kata Msemburi sambil mengungkap pula kalau kasus Covid-19 dan kematiannya yang dilaporkan negara-negara di dunia selalu di bawah angka sebenarnya.
NEW SCIENTIST, NATURE