LPEM UI dan Greenpeace Luncurkan Makalah Kebijakan Coal Lock-In, Bahas Solusi Dekarbonisasi

Selasa, 12 Desember 2023 23:14 WIB

Caption foto: Greenpeace bersama Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) berkolaborasi untuk peluncuran makalah kebijakan energi fossil lock-in. Peluncuran ini respons dari meningkatnya emisi karbon yang menjadi salah satu penyebab krisis iklim, Selasa 12 Desember 2023. TEMPO/Alif Ilham Fajriadi

TEMPO.CO, Jakarta - Greenpeace bersama Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis.Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) berkolaborasi untuk peluncuran makalah kebijakan energi fossil lock-in, Selasa 12 Desember 2023, di Jakarta. Peluncuran makalah tersebut merupakan bagian dari respons mengenai emisi karbon yang kini menjadi penyebab krisis iklim di dunia, khususnya Indonesia.

Kepala Kelompok Penelitian Ekonomi Hijau dan Iklim LPEM FEB UI Alin Halimatussadiah mengatakan makalah tentang kebijakan energi fossil lock-in berisikan data-data terkait batu bara dan solusi yang ditawarkan untuk mengurangi pemakaiannya. "Masalah batu bara saat ini berada di sektor kebijakan yang masih mendukung pemakaian batu bara secara hukum dengan pengembangan terus-menerus Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara," kata Alin saat memulai diskusi peluncuran makalah, Selasa.

Menurut Alin, langkah untuk menghentikan penggunaan batu bara dengan cara memanfaatkan energi terbarukan masih minim. Sebab, dari riset yang ia temukan, energi terbarukan masih berada di ruang terbatas dan investor kurang tertarik mendanainya.

Alin pun menyebut cita-cita untuk berkomitmen terhadap penanganan iklim hingga kini belum ada titik terangnya. Sebanyak 79 persen batu bara yang ada di Indonesia juga menggunakan teknologi subkritis dan menghasilkan lebih banyak emisi.

Merujuk kepada penanganan krisis iklim yang terjadi akibat banyaknya emisi dari pembakaran batu bara, LPEM FEB UI pun menyarankan kepada pemerintah untuk menghentikan pengembangan PLTU dan mempercepat melakukan pensiun awal kepada pembangkit batu bara yang masih beroperasi.

Advertising
Advertising

Selain dengan penghentian pengembangan PLTU batu bara, menurut Alin, pemerintah bisa mengurangi pembakarannya dengan cara memberikan pajak yang lebih tinggi terhadap pemakaian batu bara. "Penentuan harga karbon sangat penting untuk mempercepat pensiun batu bara," ujarnya.

Alin juga menilai langkah menghapus subsidi bahan bakar fosil bisa mengatasi pemakaian batu bara. Reformasi subsidi memberikan pemerintah kesempatan untuk mengalihkan penghematan yang sebelumnya dialokasikan untuk pengembangan energi terbarukan.

"Transisi dari subsidi berbasis komoditas ke subsidi yang ditargetkan sangat penting, demi mendapatkan dukungan politik dan sosial," kata Alin.

Pandangan lain yang disampaikan Alin adalah menetapkan kebijakan terkait harga karbon untuk mendorong transisi energi bersih. Cara ini merupakan strategi ekonomi yang efektif untuk meningkatkan daya saing energi terbarukan. Selain itu, mampu mengatasi kegagalan yang disebabkan oleh eksternalitas negatif emisi batu bara.

"Penetapan harga karbon terbukti menjadi instrumen berharga untuk merangsang investasi dalam energi rendah karbon dan teknologi," kata Alin.

Komoditas batu bara masih menarik di Indonesia

Peluncuran makalah LPEM FEB UI yang disampaikan oleh Alin direspons beberapa penanggap, salah satunya Paul Butarbutar selaku Wakil Sekretariat JETP Indonesia. "Kita mengakui kalau komoditas batu bara menarik di Indonesia, sebab cara dapatnya termasuk mudah, tinggal digali dan dapat," kata dia.

Paul menyebut di luar negeri, misalnya daerah Jerman, batu bara sulit didapatkan. Para penambang sangat kesulitan mendapatkan batu bara karena harus bersusah payah dahulu. Sementara di Indonesia mudah didapat sehingga batu bara masih primadona dipakai di Indonesia.

Paul juga merasa miris yang kurangnya inovasi dalam memanfaatkan batu bara. Ia membayangkan seharusnya ada riset yang membahas tentang pemanfaatan lain dari batu bara selain dibakar supaya mengurangi emisi karbon yang dihasilkan.

"Batu bara menjadi momok sebab emisinya cukup tinggi, coba kita bayangkan berapa jumlah emisi karbon yang dikeluarkan tiap kwh (jumlah ukur listrik) yang kita pakai," ujar Paul. "Tidak berharap ke depannya kita terus menggunakan PLTU, tapi kita harus melihat apakah nanti akan tetap dipakai PLTU tapi bahan bakarnya diganti."

Paul menilai penutupan PLTU juga bukan solusi karena dinilai dapat menghilangkan potensi yang ada. Seharusnya yang dipikirkan saat ini adalah bagaimana mencari energi alternatif dengan tetap memanfaatkan fasilitas yang sudah terbangun sebelumnya, seperti PLTU.

Pada intinya, Paul mengatakan penanganan emisi karbon yang disebabkan oleh pengoperasian PLTU batu bara harus diselesaikan. Salah satu cara yang ditawarkan adalah memberikan kemudahan untuk setiap pembangunan energi terbarukan sebagai pengganti batu bara.

Jika biasanya negara memasang pajak yang lumayan tinggi untuk setiap pembangunan, maka dalam rangka pemanfaatan energi terbarukan dan pembangunan fasilitasnya, pemerintah bisa hadir dengan memberikan fasilitas fiskal tanpa membedakan pembangkit yang dibangun. "Jadi ada kebijakan yang diatur negara supaya energi terbarukan bisa mudah dibangun. Salah satunya dengan mengurangi pajak pembangunannya juga, supaya semua yang investasi bisa lebih mudah dan energi terbarukan bisa terbangun," ujar Paul.

Pilihan Editor: Dubai Berkomitmen Kurangi 50 Persen Emisi Karbon di 2030

Berita terkait

Hutan Mangrove Lebih Efektif Menyerap Emisi Karbon, Ini Penjelasannya

2 hari lalu

Hutan Mangrove Lebih Efektif Menyerap Emisi Karbon, Ini Penjelasannya

Hutan mangrove memiliki segudang manfaat terutama efektif menyerap emisi karbon. Begini penjelasannya .

Baca Selengkapnya

LPEM FEB UI Komentari Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tertinggi Sejak 2015

7 hari lalu

LPEM FEB UI Komentari Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tertinggi Sejak 2015

LPEM FEB UI memaparkan secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi masih cenderung stagnan.

Baca Selengkapnya

LPEM FEB UI Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Kuartal Kedua 2024 Melambat

7 hari lalu

LPEM FEB UI Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Kuartal Kedua 2024 Melambat

BPS menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,11 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy) pada triwulan I 2024.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Filipina Tolak Padi Beras Emas Kembali Dikurung di Laboratorium

8 hari lalu

Pemerintah Filipina Tolak Padi Beras Emas Kembali Dikurung di Laboratorium

Pengadilan baru saja mencabut izin penanaman komersial padi Beras Emas atau Golden Rice hasil rekayasa genetika di Filipina.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Perjalanan Bisnis Sepatu Bata hingga Tutup Pabrik, Kawasan IKN Kebanjiran

9 hari lalu

Terpopuler: Perjalanan Bisnis Sepatu Bata hingga Tutup Pabrik, Kawasan IKN Kebanjiran

Terpopuler: Perjalanan bisnis sepatu Bata yang sempat berjaya hingga akhirnya tutup, kawasan IKN kebanjiran.

Baca Selengkapnya

Massa Aksi Desak Bank Setop Beri Pendanaan Buat Energi Kotor Seperti Batu Bara, Mengapa?

9 hari lalu

Massa Aksi Desak Bank Setop Beri Pendanaan Buat Energi Kotor Seperti Batu Bara, Mengapa?

Energi kotor biasanya dihasilkan dari pengeboran, penambangan, dan pembakaran bahan bakar fosil seeperti batu bara.

Baca Selengkapnya

Ahli Soroti Transisi Energi di Indonesia dan Australia

13 hari lalu

Ahli Soroti Transisi Energi di Indonesia dan Australia

Indonesia dan Australia menghadapi beberapa tantangan yang sama sebagai negara yang secara historis bergantung terhadap batu bara di sektor energi

Baca Selengkapnya

Greenpeace Sebut Pembukaan Lahan Hutan untuk Sawit Pemicu Utama Deforestasi

13 hari lalu

Greenpeace Sebut Pembukaan Lahan Hutan untuk Sawit Pemicu Utama Deforestasi

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia atau GAPKI mengklaim ekspor ke luar negeri turun, terutama di Eropa.

Baca Selengkapnya

Kebun Sawit Anak Usaha Sinarmas Diduga Terabas Cagar Alam Kelautku Kalimantan Selatan

15 hari lalu

Kebun Sawit Anak Usaha Sinarmas Diduga Terabas Cagar Alam Kelautku Kalimantan Selatan

Kebun sawit PT SKIP Senakin Estate, anak usaha Sinarmas, diduga menerabas hutan Cagar Alam Kelautku, Kalimantan Selatan.

Baca Selengkapnya

Ratusan Ribu Hektare Sawit Ilegal Kalimantan Tengah akan Diputihkan, Dinas Perkebunan Mengaku Tidak Dilibatkan

15 hari lalu

Ratusan Ribu Hektare Sawit Ilegal Kalimantan Tengah akan Diputihkan, Dinas Perkebunan Mengaku Tidak Dilibatkan

Lebih dari separo lahan sawit di Kalimantan Tengah diduga berada dalam kawasan hutan. Pemerintah berencana melakukan pemutihan sawit ilegal.

Baca Selengkapnya