Studi: Perubahan Iklim Picu Peningkatan Konflik Gajah dan Manusia
Reporter
Terjemahan
Editor
Abdul Manan
Sabtu, 3 Februari 2024 09:02 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Risiko konflik antara gajah dan manusia diperkirakan akan meningkat akibat perubahan iklim dan faktor lingkungan antropogenik lainnya. Tren yang mengkhawatirkan ini disorot dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.
Ini merupakan penelitian pertama yang mengeksplorasi dampak kenaikan suhu terhadap interaksi antara manusia dan gajah. “Konflik manusia-satwa liar dapat berdampak buruk pada manusia dan satwa liar serta dapat menyebabkan kemunduran dalam upaya konservasi,” kata penulis studi seperti dilansir earth.com.
Studi ini mengkaji bagaimana proyeksi dampak perubahan iklim, pergeseran jejak pertanian, dan perubahan kepadatan populasi manusia dapat mempengaruhi distribusi dan intensitas konflik dengan dua spesies besar, terancam punah, dan rawan konflik: gajah Asia dan Afrika
“Memahami bagaimana risiko konflik cenderung berubah akibat perubahan iklim seiring dengan berkembangnya pertanian dan populasi manusia dapat memungkinkan para pegiat konservasi dan pengelola satwa liar untuk mengalokasikan sumber daya mitigasi dan konservasi untuk spesies dan wilayah yang rawan konflik,” kata penulis studi ini.
Para peneliti memetakan risiko konflik manusia-gajah di berbagai habitat gajah. Temuan mereka menunjukkan bahwa ketika suhu terus naik dan perambahan manusia ke habitat gajah bertambah, kemungkinan konflik diperkirakan akan meningkat. Situasi ini merupakan tantangan besar dalam pengelolaan interaksi manusia-satwa liar, yang berdampak pada kelangsungan hidup dan kesejahteraan kedua spesies tersebut.
Mia Guarnieri, ahli biologi satwa liar dan peneliti dalam studi ini, dalam sebuah wawancara dengan ABC News mengatakan, konflik manusia-gajah menghasilkan dampak negatif bagi pihak mana pun yang terlibat. Ia memberi contoh penjarahan tanaman di mana gajah memakan hasil panen, yang ujungnya adalah ada pembunuhan gajah sebagai balasan dari para petani.
Pertanian, khususnya yang menanam benih jagung yang itu merupakan salah satu tanaman favorit gajah, menjadi penyebab banyak konflik serupa. Guarnieri menekankan bahwa dampak buruk dari penjarahan tanaman mencakup hilangnya nyawa gajah dan itu juga berdampak signifikan terhadap mata pencaharian petani.
Konflik manusia-gajah tidak hanya mengakibatkan kerugian fisik dan ekonomi, namun juga melemahkan upaya konservasi lokal. Upaya-upaya ini sangat penting bagi spesies yang telah mengalami penurunan populasi secara dramatis selama beberapa dekade terakhir akibat hilangnya habitat dan perdagangan gading.
Baca Juga:
Konflik Gajah dan Manusia di Area Konsesi di Jambi