Hebat! Hewan Kecil Ini Mampu Ungkap Perubahan Iklim Dunia  

Reporter

Jumat, 27 November 2015 12:57 WIB

Laut Berbintang di Pulau Vaadhoo, Maladewa. Pemandangan indah ini terjadi karena berkumpulnya mikroba phytoplankton di tepi pantai. Situs Buzzfeed mengumpulkan sejumlah objek wisata indah yang selama ini menjadi impian para wisatawan. Fancy.com

TEMPO.CO, Washington D.C. - Fitoplankton dan munculnya awan yang menutupi Samudra Selatan selama musim panas ternyata saling berkaitan. Mikroorganisme laut itu bertanggung jawab atas terbentuknya separuh dari droplet atau butiran air di dalam awan yang menaungi laut. Tautan antara fitoplankton dan awan ini memberi petunjuk untuk memprediksi efek perubahan iklim.

Mikroorganisme laut berwarna hijau tersebut mengandalkan cahaya untuk tumbuh dan menyebar menjadi kumpulan besar di lautan. Hal ini, menurut ilmuwan, mempengaruhi bagaimana awan mengumpulkan butiran air. Ilmuwan gabungan internasional yang meneliti fenomena tersebut menemukan bahwa jumlah tetesan air dalam awan di atas Samudera Selatan meningkat dua kali lipat selama musim panas karena plankton jauh lebih banyak pada musim tersebut.

Awan putih, yang tampak seperti segumpalan kapas, tak hanya bagus untuk obyek foto. Awan dengan droplet yang lebih tinggi itu juga lebih cerah dan mampu merefleksikan lebih banyak sinar matahari, mencegah radiasi cahaya matahari mencapai bumi.

Butiran air pada awan-awan tersebut adalah deflector sinar matahari yang sanggup membelokkan panas sebelum memasuki atmosfer bumi. Awan paling terang dapat mengandung butiran air terbanyak, tapi dari mana butiran air tersebut berasal?

Dalam jurnal Science Advance, Daniel McCoy, pakar atmosfer dari University of Washington, Seattle, Amerika Serikat, menjawab hal tersebut. "Jumlahnya bergantung pada fitoplankton, yang mengeluarkan partikel mikroskopis atau aerosol yang akan terbawa angin hingga ke atmosfer, bergabung menjadi butiran air dan membentuk awan," tulis pria yang memimpin studi ini.

Menurut McCoy, memahami hubungan antara kehidupan laut dan pembentukan tetesan awan merupakan bagian penting dari prediksi perubahan iklim. "Kita perlu tahu apakah aerosol itu sudah jenuh dan membuat awan semakin cerah," ujarnya. Dia menyebutkan hanya ada dua kemungkinan sumber aerosol, yaitu organisme laut dan manusia.

Menentukan sumber tersebut, McCoy menjelaskan, adalah pekerjaan yang rumit. Hal itu terjadi karena begitu aerosol mencapai atmosfer, makin sulit untuk mengidentifikasi sumbernya.

Walhasil, penelitian ini harus menggunakan satelit super-sensitif dan program pemodelan untuk menentukan jenis dan jumlah aerosol yang terpancar di atas wilayah Samudra Selatan. Wilayah ini meliputi Brasil bagian selatan dan turun ke Tiera del Fuego, sekelompok pulau di ujung selatan Amerika Latin.

McCoy dan timnya menggunakan satelit untuk mempelajari awan di atas Samudra Selatan. Dari situ mereka mengukur konsentrasi tetesan air per awan. Mereka menemukan bahwa wilayah perairan yang kaya fitoplankton hijau sesuai dengan lokasi awan dengan kandungan droplet lebih banyak.

Fitoplankton mendapatkan warna hijau dari klorofil yang membuat organisme itu bisa menyerap sinar matahari. "Mereka hidup subur di Samudra Selatan, terlebih saat musim panas tiba."

Karena aerosol sulit dilihat dari angkasa, para peneliti menggunakan model yang dapat melacak senyawa dimetil sulfida. Senyawa organosulfur ini biasanya dilepas fitoplankton dan berubah menjadi aerosol sulfat di atmosfer. Tim juga merancang model simulasi dari proses pembentukan air asin yang biasanya juga mengandung kotoran fitoplankton.

Namun tak semua aerosol dapat menarik tetesan air. Sifat kimia dan fisika mereka, kata Susannah Burrows, anggota studi dari Pacific Northwest National Laboratory, menentukan tingkat keberhasilan aerosol menjadi inti kondensasi awan dan mengubahnya menjadi titik-titik air.

"Aerosol kecil butuh waktu lebih lama untuk menarik droplet daripada yang berukuran besar," ujarnya. Selain itu, tingkat kelarutan menentukan mudah-tidaknya aerosol mengambil uap air di atmosfer. "Garam laut sangat mudah larut dan menyedot uap air dari atmosfer sehingga partikel organik adalah inti kondensasi awan yang kurang efektif dibanding garam."

Dengan pemodelan ini, para peneliti bisa memprediksi konsentrasi tetesan air di awal. Hasilnya, kata McCoy, sangat menarik dalam ranah iklim global. "Jumlah sinar matahari yang dipantulkan awan amat ditentukan oleh jumlah droplet awan."

Dari situ para peneliti dapat menghitung jumlah cahaya yang dipantulkan awan. Hasilnya, ada peningkatan tetesan awan sebesar 60 persen sepanjang tahun di Samudra Selatan. Jumlah ini meningkat dua kali lipat saat musim panas, ketika fitoplankton aktif berfotosintesis. "Sinar matahari yang dipantulkan meningkat 4 watt per meter persegi, dan naik 10 watt per meter persegi pada musim panas," ujarnya.

McCoy dan tim memilih untuk berfokus pada Samudra Selatan untuk mencari tahu pengaruh aerosol yang dihasilkan manusia. Tempat ini pula dipilih lantaran dapat mengesampingkan kecepatan angin, suhu permukaan laut, dan variabel lain yang dapat mempengaruhi konsentrasi tetesan awan.

Akhirnya, tujuan studi ini tidak lain untuk memberikan pemahaman tentang perbandingan perubahan iklim. "Dari sini kita bisa memulai di tempat lain dengan metode serupa, termasuk tempat aktivitas manusia merajalela, yang biasanya menjadi faktor paling besar dalam perubahan iklim.

SCIENCE ADVANCE | LIVE SCIENCE | AMRI MAHBUB

Berita terkait

20 Dokter AS Terjebak di Gaza, Gedung Putih Klaim Upayakan Evakuasi

8 jam lalu

20 Dokter AS Terjebak di Gaza, Gedung Putih Klaim Upayakan Evakuasi

Gedung putih mengatakan pemerintah AS berupaya mengevakuasi sekelompok dokter AS yang terjebak di Gaza setelah Israel menutup perbatasan Rafah

Baca Selengkapnya

All 4 One Gelar Konser di Jakarta 23 Juni, Ini Profil Grup Vokal yang Populerkan Lagu I Swear

10 jam lalu

All 4 One Gelar Konser di Jakarta 23 Juni, Ini Profil Grup Vokal yang Populerkan Lagu I Swear

Grup vokal legendaris dari Amerika Serikat, All 4 One menggelar konser bertajuk All 4 One 30 Years Anniversary Tour di Jakarta pada 23 Juni 2024.

Baca Selengkapnya

Putin Tiba di Cina atas Undangan Xi Jinping, Pertama Sejak Terpilih Kembali

10 jam lalu

Putin Tiba di Cina atas Undangan Xi Jinping, Pertama Sejak Terpilih Kembali

Presiden Rusia Vladimir Putin tiba di ibu kota Cina, Beijing, untuk memulai kunjungan resmi selama dua hari atas undangan Xi Jinping

Baca Selengkapnya

Anak Buah Biden Ragu Israel Bisa Menang Lawan Hamas di Gaza

11 jam lalu

Anak Buah Biden Ragu Israel Bisa Menang Lawan Hamas di Gaza

Pejabat AS mengatakan Israel tak bisa menang melawan Hamas karena strateginya meragukan.

Baca Selengkapnya

Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat Minta Kongres Evaluasi Bantuan Senjata Rp16 T ke Israel

1 hari lalu

Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat Minta Kongres Evaluasi Bantuan Senjata Rp16 T ke Israel

Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menyerahkan paket bantuan senjata untuk Israel senilai USD1 miliar (Rp16 triliun)

Baca Selengkapnya

Marinir Amerika Serikat dan TNI AL Latihan Militer Bersama CARAT

1 hari lalu

Marinir Amerika Serikat dan TNI AL Latihan Militer Bersama CARAT

Marinir Amerika Serikat dan TNI AL memulai latihan militer bersama bernama Cooperation Afloat Readiness and Training (CARAT) Indonesia 2024

Baca Selengkapnya

Perwira Angkatan Darat AS Mundur, Protes Dukungan terhadap Israel untuk Serang Gaza

2 hari lalu

Perwira Angkatan Darat AS Mundur, Protes Dukungan terhadap Israel untuk Serang Gaza

Harrison Mann, perwira Angkatan Darat Amerika Serikat mengumumkan mundur sebagai protes atas dukungan Washington terhadap perang Israel di Gaza.

Baca Selengkapnya

Alasan 9 Negara Ini Menolak Palestina Jadi Anggota Penuh PBB, Termasuk Argentina dan Papua Nugini

2 hari lalu

Alasan 9 Negara Ini Menolak Palestina Jadi Anggota Penuh PBB, Termasuk Argentina dan Papua Nugini

Sebanyak 143 negara mendukung Palestina menjadi anggota penuh PBB, 9 negara menolak dan 25 negara lain abstain. Apa alasan mereka menolak?

Baca Selengkapnya

Korban Tewas Lebih 35.000 Orang, AS Bantah Israel Lakukan Genosida di Gaza

2 hari lalu

Korban Tewas Lebih 35.000 Orang, AS Bantah Israel Lakukan Genosida di Gaza

Gedung Putih membantah bahwa Israel melakukan genosida di Gaza. Warga Palestina yang tewas di Gaza sudah lebih dari 35.000 orang.

Baca Selengkapnya

Senator AS Sarankan Israel Serang Gaza dengan Bom Nuklir

2 hari lalu

Senator AS Sarankan Israel Serang Gaza dengan Bom Nuklir

Senator AS Lindsey Graham melontarkan pernyataan kontroversial terkait agresi Israel di Gaza. Ia menyarankan Israel membom nuklir Gaza

Baca Selengkapnya