TEMPO.CO, Jakarta - Prestasi sprinter juara dunia asal Indonesia Lalu Muhammad Zohri memerlukan dukungan latihan dan otot yang sesuai. Dokter spesialis olahraga dan otot Michael Triangto mengatakan bahwa sprint merupakan cabang olahraga yang berbeda dari lari biasa dan lari maraton.
Baca: Begini Lalu Muhammad Zohri Digembleng di PPLP NTB
"Ada dua bagian besar dalam olahraga yaitu sifat aerobik dan un-aerobik. Yang dilakukan Zohri itu tipe un-aerobik, jadi bukan lari biasa dan beda dengan pelari maraton. Pelari maraton itu sifatnya aerobik," ujar Michael saat dihubungi Tempo melalui telepon, Senin, 16 Juli 2018.
Sprinter asal Nusa Tenggara Barat itu menjuarai nomor paling bergengsi dalam Kejuaraan Dunia Artletik IAAF U-20 di Tampere, Finlandia pada 10 Juli 2018. Zohri melesat meninggalkan para pesaingnya. Dia masuk finis dengan catatan waktu 10.18 detik. Kecepatan angin saat itu tercatat 1,2 meter per detik atau masih di bawah batas maksimal kecepatan angin yang diizinkan IAAF.
Zohri start dari lintasan 8, atau terluar, yang sama sekali tidak diunggulkan. Penonton lebih memberi perhatian kepada pelari yang berada di lintasan tengah: Anthony Schwartz dan Eric Harrison (AS), Thembo Monareng (Afsel), dan Dominic Ashwell (Inggris).
"Kompenan dari latihan un-aerobik biasanya lebih banyak latihan otot dan daya ledaknya atau ATP dengan menggunakan kreatin fosfat atau senyawa yang menyediakan sumber energi yang cepat pada detik pertama," tambah Michael. "Setelah itu masuk ke asam laktat yang menjadi sumber atau bahan bakar dari energi yang digunakan."
Zohri juga memecahkan rekor nasional junior 100 meter putra yang tercatat atas namanya sendiri 10,25 detik. Catatan waktu Zohri mendekati rekornas senior 10,17 detik atas nama sprinter Suryo Agung Wibowo. Sejak Kejuaraan Dunia Atletik IAAF U20 digelar 32 tahun lalu, baru kali ini sprinter Indonesia menjadi juara. Hasil terbaik yang pernah dicapai Indonesia adalah lolos heat 1 pada tahun 1986.
Untuk menjadi seorang atlet sprinter, kata Michael, ada jalurnya sendiri, bisa dengan mengecek dari awal mulai latihan. Menurut dia, bisa melalui cek kondisi DNA-nya apakah orang tersebut lebih banyak memiliki serat otot cepat (fast twitch) atau serat otot lambat (slow twitch).
Menurut Michael yang juga bekerja di rumah sakit Kemayoran, pengecekan juga bisa melalui teknologi medicine dan teknologi sport. "Seorang juara harus diciptakan, bukan ditunggu kelahirannya. Kalau kita menciptakan atlet, kita harus membuat program, mulai dari rekrutmen, pelatihan fisik, disediakan juga dokter olahraga, ortopedi termasuk dokter gizi dengan teknologi yang ada," kata Michael.
Simak artikel lainnya tentang Lalu Muhammad Zohri di kanal Tekno Tempo.co