TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 100 perwakilan dari media, pelaku digital, dan sektor pemasaran pekan lalu mengikuti Indonesia Native Ads Conference (INAC) 2018 yang membahas kondisi pemasaran online, khususnya iklan native, saat ini serta masa depan.
Baca: Facebook Luncurkan Laju Digital untuk Tingkatkan Keterampilan UKM
Bertemakan “Performance-Driven Content Marketing”, acara yang digelar platform pencarian konten Dable ini menampilkan berbagai pembicara yang memiliki pengalaman dan pengetahuan ekstensif terkait tren pemasaran terkini, di antaranya adalah Wikan Pribadi (digital fundraising officer, UNICEF), Wahyu Dhyatmika (Pemimpin Redaksi Tempo.co), Nendra Primonik Sekar Rengganis (Direktur dan Co-founder, Hipwee.com), dan Herni Wijaya (Vice President, Leverate Media Asia).
Dimulai dengan sesi berjudul “Native Ad vs. Display Ad”, INAC membahas mengenai status dan masa depan iklan native yang kini kerap dianggap sebagai alternatif untuk menampilkan iklan di bidang pemasaran digital, termasuk kasus-kasus sukses dari pertumbuhan penjualan dan brand marketing melalui iklan native ("Grow Audience through Content Optimization") dan tren pemasaran terkini, serta pemasaran yang dipersonalisasi (“Personalization and Native Ads” dan “Reaching Out to the Right Audience”)
Herni Wijaya, Wakil Presiden Leverate Media Asia menekankan, dengan berkembangnya iklan bergambar (Display Ad), orang-orang kini mengalami semakin banyak iklan bergambar yang mengganggu di berbagai situs. Padahal, periklanan online sebenarnya ditujukan untuk menjadi sesuatu yang menarik, berguna, dan engaging.
Menurutnya, format iklan yang berdasarkan konten seperti Iklan Native memiliki kombinasi hebat yang menggabungkan antara kinerja dan pengalaman pengguna. “Dengan Iklan Native yang diterapkan dengan baik, kami telah melihat banyak kampanye iklan sukses untuk mencari calon pelanggan, mempromosikan konten, dan bahkan konversi. "
Yoon Se-won selaku Global Team Manager, yang bertanggung jawab atas bisnis global Dable mengatakan iklan native adalah bentuk iklan yang dapat terhubung dengan konten situs web secara halus.
Karena desainnya cocok dengan gambar sekelilingnya, iklan native tidak akan menghalangi interaksi antara pengguna dengan konten dan menyatu secara halus dengan medium, membuatnya lebih efektif daripada iklan bergambar. “Iklan native saat ini menyumbang hampir 60 persen dari seluruh pasar iklan digital Amerika dan tumbuh pada tingkat yang lebih cepat daripada iklan bergambar," ujar Yoon Se-won.
Menurut Yoon, pasar iklan programmatic dan pasar iklan online di Indonesia secara umum berkembang dengan pesat. Tetapi platform iklan native Dable, yang dilengkapi dengan teknologi personalisasi dan rekomendasi, masih dalam tahap awal. “Kami berharap INAC tahun ini akan berkontribusi pada upaya yang saat ini dilakukan untuk menyebarluaskan informasi yang berguna mengenai iklan native dan membangun strategi yang terkait dengan iklan,” ujarnya.
Dable menyediakan layanan "Rekomendasi Konten Dable" dan "Iklan Native Dable", yang merekomendasikan konten dan iklan yang disesuaikan secara individual kepada pengguna berdasarkan big data processing dan personalisasi serta teknologi rekomendasi secara real-time. Pada 2017, Dable menyelenggarakan Korea Native Ads Conference (KNAC) di Korea Selatan.
Dable baru-baru ini mulai memasuki pasar Indonesia. Sejauh ini, Dable telah berhasil menandatangi kesepakatan kerja sama dengan berbagai perusahaan media teratas di Indonesia di antaranya Tempo, Kontan, Republika, JPNN, Hipwee. Dable menyatakan, pihaknya tengah menarik minat para pengiklan dari kalangan perusahaan lokal Indonesia dan perusahaan internasional yang ingin memasuki pasar Indonesia.
Simak artikel lainnya tentang iklan native sebagai alat pemasaran digital di kanal Tekno Tempo.co.