TEMPO.CO, Jakarta - Tim peneliti asal Universitas Oxford dan sebuah lembaga teknologi di Jerman serta Amerika Serikat menemukan metode baru yang sanggup memprediksi serangan jantung. Para peneliti tersebut mengembangkan metode yang bisa menganalisis serangan terhadap pasien berisiko penyakit jantung beberapa tahun sebelum kejadian.
Baca: Penyakit Jantung Ancam Usia Muda, Kapan Waktu Deteksi yang Pas?
Profesor Oxford Bidang Kedokteran Kardiovaskular, Charalambos Antoniades mengatakan teknologi yang digunakan ialah dengan menggunakan algoritma. Alat yang dikembangkan digunakan memeriksa lemak di sekitar arteri koroner dan hasilnya muncul pada computed tomography (CT) scan jantung. “Dengan teknologi baru yang kami miliki dapat mencapai hal itu, dengan menganalisis CT scan sederhana,” kata dia sebagaimana dikutip Reuters, akhir pekan lalu.
Menurut dia, lemak di sekitar arteri akan mengalami perubahan, dan bisa terjadi peradangan. Kondisi itu merupakan sistem peringatan dini. Para peneliti meyakini bila hal itu terjadi risiko serangan jantung meningkat menjadi sekitar 30 persen.
Antoniades menyatakan bila dokter bisa mengidentifikasi peradangan maka serangan jantung di arteri tertentu bisa diketahui. “(Kami) dapat mengatakan, arteri Anda meradang dan penyempitan akan berkembang lima tahun ke depan," kata dia. Dengan demikian, lanjutnya, dokter atau pasien bisa segera melakukan tindakan pencegahan untuk menghindari pembentukan plak.
Baca Juga:
Serangan jantung umumnya disebabkan oleh penumpukan plak (deposit lemak) di dalam arteri. Plak yang menumpuk itu mengganggu peredaran aliran darah. Teknologi yang ada saat ini, CT scan baru bisa memberi tahu dokter ketika arteri sudah menyempit oleh plak. Penyakit jantung dan stroke merupakan pemicu kematian terbesar di dunia.
Dengan temuan metode baru tersebut, para peneliti berharap bisa mendapatkan persetujuan peraturan agar bisa segera diterapkan di kedua kawasan atau negara para peneliti. Mereka berharap aturan atau persetujuan bisa didapat dalam waktu kurang dari setahun.
Antoniades bersama para peneliti belum bisa memperkirakan angka pasti serangan jantung yang bisa dicegah. Namun ia menilai mampu mengidentifikasi setidaknya 20 sampai 30 persen pasien sebelum mendapatkan serangan jantung.
ADITYA BUDIMAN | REUTERS