TEMPO.CO, Jakarta - Virus corona baru COVID-19 menarik perhatian media karena merupakan sesuatu yang tidak dapat diprediksi dan memiliki dampak besar pada masyarakat.
Namun, jika menempatkan pandemi mematikan dalam perspektif lain, seseorang lebih mungkin meninggal karena menggunakan ponselnya, khusus di Amerika Serikat, daripada tertular virus corona.
Mengutip laman CCN, akhir pekan lalu, virus corona telah menginfeksi masyarakat Cina dan negara sekitarnya setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan wabah itu sebagai darurat kesehatan global. Korban tewas resmi hingga Minggu malam, 23 Februari 2020, 2.466 orang, dengan jumlah kasus terinfeksi sebanyak 78.891.
Di AS, Pusat Pengendalian Penyakit hanya mengkonfirmasi 14 kasus virus corona. Hanya ada satu orang Amerika yang meninggal karena virus corona, seseorang berusia 60 tahun di sebuah rumah sakit di Wuhan.
Sebagai perbandingan, 26 orang telah meninggal di AS sejak 2014 karena melakukan selfie atau berada di dekat seseorang yang mengambil foto dalam situasi yang tidak aman. Semua kasus yang melibatkan orang melakukan selfie situasinya tidak aman, contohnya berselfie di jalur kereta api, saat mengemudi, atau saat berpose di dekat binatang berbahaya.
Sementara, pada tahun 2014 Twitter menyebutnya sebagai 'The Year of The Selfie', terdapat 33.000 orang terluka saat menggunakan ponsel dan mengemudi. Berdasarkan data tersebut, jauh lebih banyak orang meninggal setiap tahun karena sebab-sebab yang dapat diprediksi, dan jelas-jelas lebih dapat dicegah, dibandingkan karena virus corona.
Kematian di jalan raya Amerika masih merupakan ancaman terbesar dan konstan terhadap kehidupan dan kesehatan manusia. Pada 2010 sebelum kebanyakan orang memiliki smartphone, Dewan Keamanan Nasional memperkirakan driver yang menggunakan ponsel dapat menyebabkan 1,6 juta kecelakaan setiap tahunnya.
SCIENTIFIC | CCN