TEMPO.CO, Tangerang Selatan - Sepanjang 60 hari hingga Minggu 1 Maret 2020 nanti, operasi modifikasi cuaca penanggulangan banjir Jakarta akibat hujan ekstrem diperkirakan telah menelan biaya lebih dari Rp 20 miliar. Operasi diperkirakan masih akan berlanjut lebih dari itu setelah puncak musim hujan diprediksi baru akan selesai pertengahan Maret.
Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BBTMC-BPPT), Tri Handoko Seto, mengungkap besar anggaran dan durasi operasi modifikasi cuaca yang dilakukannya itu. Dia menyatakan anggaran berasal dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB.
“Kami tidak berkomunikasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta soal anggaran ini,” katanya saat ditemui di kantornya di kawasan Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan, Rabu 26 Februari 2020.
Seto menerangkan, anggaran operasi modifikasi cuaca di antaranya untuk membiayai pengoperasian pesawat, bahan bakarnya, serta material atau bahan semai yang digunakan. Dia menjelaskan, armada pesawat yang digunakan operasi adalah dua milik TNI dari Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah dan satu milik BPPT yang dari Bandara Curug Tangerang yang belakangan bergabung.
Adapun bahan semai garam yang selama ini digunakan disebutnya dibeli dari petani garam di Cirebon, Jawa Barat. Para petani mendapat pelatihan untuk bisa memproduksi garam NaCl untuk bahan semai hujan dengan ukuran dan campuran yang khusus. “Jadi uangnya ya berputar di sana saja,” kata Seto.
Seto juga menerangkan kalau rentang operasi 60 hari tercantum dalam proposal operasi penanggulangan banjir Jakarta yang ditujukannya ke BNPB pasca banjir besar awal Januari lalu. Berdasarkan proposal itu, operasi akan berakhir 1 Maret dan sudah sempat akan diakhiri dua pekan sebelum tenggat setelah beberapa hari Jakarta bebas hujan ekstrem.
SEJUMLAH wilayah di Jakarta kembali direndam banjir, kemarin. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jakarta menyebutkan 10,74 persen dari seluruh rukun warga Ibu Kota terkena dampak musibah tersebut.
“Tapi rekomendasi dari BMKG disampaikan kalau puncak musim hujan baru akan selesai di pertengahan Maret dan benar banjir masih terjadi beberapa hari ini,” katanya.
Perkembangan itu pula yang membuat Tim BBTMC-BPPT menambah armada pesawat untuk mengerahkan teknik baru untuk 'mengganggu awan' yakni dengan flare. Berbeda dengan teknik semai garam yang mengincar awan-awan yang terbentuk di atas laut dan mengarah ke Jakarta, flare membidik awan yang tumbuh dan sudah sampai di atas Jakarta.
Kalau semai garam bertujuan mempercepat terjadinya hujan, dengan flare awan diganggu sehingga hujan tertunda atau bahkan buyar. “Jadi ada dua teknik kami terapkan secara paralel mulai hari ini,” katanya saat itu.