TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pasien virus corona dilaporkan berhasil lepas dari ventilator hanya dua hari setelah menerima plasma darah orang yang telah pulih dari virus tersebut dalam sebuah percobaan oleh para ilmuwan.
Dalam percobaan pertama, yang ingin melihat apakah antibodi orang yang telah berhasil melawan virus dapat membantu orang lain melakukan hal yang sama, itu menemukan bahwa 10 pasien yang sakit parah mengalami pemulihan yang cepat.
Dilaporkan Telegraph baru-baru ini, pengobatan yang dikenal sebagai terapi convalescent plasma (CP) itu digunakan selama pandemi Flu Spanyol 1918 sebelum tersedia vaksin atau antivirus.
Pengobatan itu berdasar pada fakta bahwa darah orang yang telah pulih mengandung antibodi kuat yang dilatih untuk melawan virus. Saat ini tidak ada pengobatan untuk corona, dan vaksin tidak mungkin tersedia sampai akhir tahun.
Para peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Shanghai Jiao Tong mengatakan temuan itu menyimpulkan terapi plasma darah adalah pengobatan yang aman dan menjanjikan bagi pasien Covid-19 yang parah. Mereka menyerukan uji klinis yang lebih besar.
Namun, para ahli Inggris mengatakan studi yang lebih besar diperlukan untuk memastikan bahwa pengobatan itu aman dan efektif sebelum diluncurkan secara luas.
"Ini bukan uji coba secara acak dan semua pasien juga menerima perawatan lain, termasuk antivirus seperti remdesivir, yang saat ini dalam uji coba untuk Covid-19," ujar Sir Munir Pirmohamed, presiden British Pharmacological Society.
Sir Munir menambahkan bahwa penting juga untuk diingat bahwa ada masalah keamanan potensial di sekitar perawatan ini, termasuk penyakit yang terjadi melalui transfusi. "Bahkan jika terbukti berhasil, skalabilitas untuk mengobati sejumlah besar pasien dapat menjadi masalah," tambahnya.
Studi percontohan, yang diterbitkan dalam jurnal Proceedings of National Academy of Sciences, itu melibatkan 10 pasien, berusia antara 34 dan 78 tahun, yang menunjukkan gejala parah seperti sesak napas dan nyeri dada.
Semua menerima transfusi dosis 200ml plasma darah dan para peneliti mengatakan semua gejala klinis, yang juga termasuk demam dan batuk, mereda dalam waktu tiga hari. Fungsi hati dan paru-paru pasien, serta kadar oksigen darah, juga ditemukan meningkat.
Jumlah sel darah putih yang melawan penyakit - limfosit - juga meningkat, dan tingkat antibodi tetap tinggi setelah transfusi CP, kata para peneliti.
Seorang pria berusia 42 tahun, yang sakit parah dan menggunakan ventilator, kembali bernapas bebas setelah dua hari, sesuatu yang "luar biasa" menurut para ilmuwan.
Food and Drug Administration (FDA) di AS menyetujui penggunaan terapi CT sebagai pengobatan eksperimental dalam uji klinis, dan untuk pasien kritis tanpa pilihan lain. Di Inggris, telah dilaporkan bahwa NHS dapat mulai memberikan terapi itu kepada pasien rumah sakit dalam waktu dekat.
TELEGRAPH