TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia idealnya melakukan hingga satu juta tes Covid-19 dengan polymerase chain reaction (PCR) untuk bisa mendeteksi dan memetakan penularan penyakit virus corona 2019 di wilayahnya. Per artikel ini dibuat, Jumat malam 8 Mei 2020, data di situs Info Infeksi Emerging, Kementerian Kesehatan RI, menyebut jumlah spesimen tes baru sebanyak 103 ribu, atau 490 tes per satu juta penduduk berdasarkan Worldometers.
Penilaian jumlah tes ideal di Indonesia itu disampaikan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro. Dia membandingkan dengan negara-negara seperti Jerman, Jepang, dan Korea Selatan yang berdasarkan dara Worldometers masing-masing telah melakukan 2,7 juta tes (32 ribu tes per sejuta penduduk), 190 ribu tes (1.500 per sejuta), 654 ribu tes (12 ribu per sejuta).
"Kalau mencoba membuat kita setara dengan negara-negara tersebut, mungkin idealnya satu juta ya, minimal satu juta tes Indonesia atau kalaupun mau dikurangi ratusan ribu," kata Menristek Bambang dalam bincang yang ditayangkan secara langsung di Jakarta, Jumat.
Dia menuturkan belum ada formulasi pasti mengenai jumlah sampel dari total penduduk suatu negara untuk melakukan uji PCR deteksi COVID-19. Soal ini dia merujuk negara seperti Amerika Serikat, Rusia, Turki, Inggris, dan Spanyol yang rata-rata sudah melakukan lebih dari satu juta uji PCR namun jumah kasus infeksi masih sangat tinggi.
Namun dia meyakini, harus tetap dilakukan tes spesimen yang massif kalau ingin menurunkan kurva Covid-19 pada Mei 2020, sesuai instruksi Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Menristek Bambang menuturkan harus dilakukan tes massif untuk melihat peta penyebaran virusnya.
"Satu hal yang harus kita kejar adalah tes massal tadi, karena dengan tes massal kita bisa mendapatkan gambaran bagaimana kita melakukan pembatasan sosial yang lebih tepat dan kebijakan apa yang harus dilakukan," kata dia.
Saat ini, Bambang menambahkan, pemerintah Indonesia mengupayakan 10 ribu tes spesimen per hari dengan teknik PCR, namun belum bisa terpenuhi. Alasannya, masih ada isu keterbatasan sumber daya manusia terutama untuk laboratorium yang melakukan pengujian PCR.
Ilustrasi PCR Test. Shutterstock
Menurutnya, tantangan terbesar adalah bekerja di laboratorium biosafety level 2. Laboratorium untuk memeriksa virus ini memiliki tingkat keselamatan (safety) yang cukup serius. "Cukup tinggi, sehingga teknisinya harus dilatih dulu. Kan kalau analisa bisa di 'on the spot' atau biasanya dikembalikan ke rumah sakit atau dikembalikan ke Balitbangkes (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan)," kata Bambang.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) disebutnya melakukan pelatihan untuk relawan di bidang uji PCR. Dari 800 peserta pelatihan, sudah 600 orang dilatih, sehingga sisa 200 lagi yang akan mengikuti pelatihan.
Sebelumnya, sebuah studi literatur mengungkap bahkan Indonesia tergolong terendah jumlah tes Covid-19 yang sudah dilakukan di kawasan Asia Tenggara. Dengan 76.58 ts per 1 Mei lalu, Indonesia hanya lebih banyak daripada Myanmar jika dihitung per seribu penduduknya.