Masalahnya, Andreas mengatakan, GRG tidak bisa diproduksi massal karena masa pengerjaannya lama. Satu buah GRG berbahan kayu kamper bisa menghabiskan waktu 5 jam. "Sudah begitu, kalau pun jadi, belum tentu warna dan ukurannya bisa sama."
Proses pengerjaan yang lama tentu berimbas pada biaya produksi. Padahal, Andreas juga ingin menjual GRG dengan harga murah supaya masyarakat tak lagi keberatan mengenakan masker.
Andreas lalu mengganti bahan kayu kamper dengan plastik. Secara teknis, proses pengerjaannya lebih gampang dan praktis dengan memakai mesin injection molding. “Dengan satu kali injeksi, saya bisa produksi 6.000 pieces per hari dengan warna dan ukuran yang sama dan bisa saya jual murah,” ujar Andreas.
Di percobaan awal, ketinggian alat 3,5 sentimeter dinilainya mengurangi nilai artistik saat pemakaian. Kemudian didapat dimensi yang pas untuk mulut pengguna segala usia, yaitu tinggi 6 sentimeter.
Menurutnya, apabila ada droplet virus yang menempel pada bagian luar masker akan sangat mungkin terisap karena saat berbicara mulut menempel pada masker. "Tapi GRG ini memperkecil potensi tertular virus Covid-19,” kata Andreas.
Baca juga:
Masker Istri KSAD Berbeda, Ini Kelebihannya daripada Masker N95
Andreas memproduksi GRG sejak awal minggu kedua September di sebuah pabrik di kawasan Kecamatan Sukun, Kota Malang. Alat dijual dengan harga Rp 10.000 per item. GRG juga dijajakan di lapak toko online.