TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Kota Pekanbaru memberikan kewenangan kepada Satuan Tugas Penanganan Covid-19 dan ahli epidemiologi untuk menentukan zona atau wilayah sekolah yang diyakini bisa menggelar belajar tatap muka terbatas satu kali sepekan.
"Tim Covid-19, tim kesehatan dan ahli epidemiologi yang akan menentukan zonanya, apakah sudah memenuhi syarat digelarnya belajar tatap muka sekali sepekan itu, " kata Wali Kota Pekanbaru H. Firdaus dalam keterangannya di Pekanbaru, Jumat, 20 November 2020.
Dia mengatakan, dalam penentuan zona tersebut, Satgas Covid-19 dan ahli epidemiologi akan melakukan pemetaan terlebih dahulu terhadap sebaran wabah corona di 12 kecamatan.
Setelah dilakukan pemetaan, katanya, maka sekolah yang akan melakukan pertemuan terbatas adalah sekolah di wilayah kuning, maksimal nanti hanya 10 sampai 15 sekolah.
"Jadi untuk mikronya, wilayah kecamatannya, mana yang masuk kuning, itu yang akan melaksanakan pertemuan terbatas di sekolah," katanya.
Untuk itu, proses pembelajaran tatap muka sekali seminggu itu khususnya di SMP negeri baru akan diterapkan kembali setelah penentuan zona oleh Satgas Covid dan ahli epidemiologi. Setelah hasil pemetaan keluar, baru dilanjutkan uji coba ini.
Sebelumnya kalangan orang tua di Kota Pekanbaru Provinsi Riau menyatakan khawatir melepas anak-anak mereka untuk menjalani proses pembelajaran tatap muka di sekolah apalagi daerah itu masih dalam katagori orange pandemi Covid-19.
"Anak-anak belum bisa mengikuti proses pembelajaran tatap muka itu. Anak-anak di bawah umur cenderung tidak paham protokol kesehatan, malas memakai masker dan itu pun harus berulangkali disuruh belum lagi jaga jarak fisik aman," kata Santi (45), wali murid salah satu SD di Kota Pekanbaru.
Kekhawatirannya bahkan masih mendera ketika membayangkan anak-anak diantar ke sekolah apalagi dalam cuaca ekstrem panas terik dan terkadang hujan.
Anak-anak tanpa pengawasan guru, kata Santi, justru bisa saja teledor main di lapangan terbuka sembari bersentuhan tangan dan lainnya yang pergerakan mereka berpotensi tertular virus corona itu.
"Keselamatan anak paling utama, buah hati saya segala-galanya, jadi saya pikir-pikir dulu. Jika benar-benar virus itu sudah tidak menular lagi saya yakin izinkan anak belajar tatap muka kembali," katanya.
Senada itu, Rendra (49) juga mengkhawatirkan putrinya yang baru duduk di bangku SMP jika belajar tatap muka diberlakukan kembali.
"Apa pemerintah benar-benar memberikan keyakinan bahwa virus corona itu sudah tidak menular lagi? Sebab anak adalah harta paling berharga bagi kami. Jika sampai mereka tertular, bagaimana stresnya kita, belum lagi ekonomi juga menurun sulit dibayangkan dalam situasi seperti ini," katanya.
Begitu juga dengan Arhim (47) senada dengan Nuke (56) yang menyatakan kekhawatiran yang sama, namun tetap mengakui anak-anak mereka sudah jenuh terus-terusan belajar online atau daring di rumah dan memang sangat dilematis.
ANTARA