TEMPO.CO, Yogyakarta - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) berharap tidak ada lagi misi pendakian ke puncak Gunung Merapi pada saat ini. BPPTKG menyesalkan apa yang dilakukan seorang pendaki yang aksi berbahayanya diketahui lewat unggahan video rekamannya atas kondisi kawah Merapi di media sosial pada Jumat 27 November 2020.
"Kejadian kemarin, ada teman kita yang mendaki ke puncak, itu tidak bisa dibenarkan karena dapat membahayakan diri sendiri," kata Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTKG Agus Budi Santoso pada Siaran Informasi Merapi yang ditayangkan melalui akun Youtube resmi BPPTKG, Sabtu 28 November 2020.
Agus menegaskan kalau BPPTKG sangat tidak menyarankan misi apa pun untuk pendakian ke puncak Gunung Merapi. "Meskipun itu alasan mitigasi," kata Agus.
Sebelumnya, beberapa video yang diunggah akun instagram @laharbara ramai diperbincangkan di media sosial. Dalam video berdurasi 33 detik, pemilik akun itu merekam peristiwa longsoran material yang sedang berlangsung di gunung yang telah berstatus Siaga itu. Pemilik akun menuliskan tanggal pengambilan gambar video tersebut pada 27-11-2020.
Dalam video lain yang berdurasi 2 menit, pemilik akun juga merekam kondisi tebing kawah serta memperlihatkan keberadaan kubah lava yang diperkirakan memiliki tinggi 75 meter.
Menurut Agus, apa yang dilakukan seseorang yang ada dalam video tersebut sangat berbahaya. Pasalnya, berdasarkan data-data BPPTKG, tebing kawah Gunung Merapi dalam kondisi tidak stabil. Kondisi itu diperkuat dengan kejadian pada Minggu 22 November lalu saat terjadi guguran dinding kawah di Lava 1954 yang disebut sebagai kejadian luar biasa.
Baca juga:
Siaga Meletus, Bentuk Puncak Gunung Merapi Sudah Mulai Berubah
Volume yang runtuh saat itu cukup besar dan belakangan diketahui telah mengubah morfologi puncak Gunung Merapi."Kita bisa bayangkan jika kita berada di situ maka itulah kondisi yang sangat berbahaya," kata Agus.
Agus menuturkan bahwa pemantauan visual Gunung Merapi yang dilakukan BPPTKG pun telah memanfaatkan berbagai teknologi sehingga tidak memerlukan upaya pengamatan langsung dengan mendaki ke puncak. "Teknologi drone dan satelit memungkinkan mendapatkan data visual tanpa harus memasuki daerah bahaya," kata dia mencontohkan.