TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengumumkan efikasi atau tingkat khasiat vaksin Sinovac yang diuji klinis di Indonesia, tepatnya di Bandung, Jawa Barat. Efikasi vaksin Covid-19 yang dikembangkan Sinovac Biotech dari Cina tersebut dinyatakan sebesar 65,3 persen.
Angka itu lebih rendah daripada efikasi vaksin Sinovac yang diuji di Turki maupun Brasil. Masing-masing telah lebih dulu mengumumkan klaim efikasi yang dihasilkan sebesar 91,2 persen dan 78,0 persen.
Baca juga:
Covid-19 di Indonesia Diprediksi Masih akan Naik Sepekan Ini
Tentang efikasi berbeda sesama hasil uji klinis vaksin Sinovac, Tim Komnas Penilai Obat, Jarir At Thobari, menjelaskan sejumlah faktor yang mungkin menjadi sebabnya. "Pertama, epidemiologi Covid-19 di Indonesia sendiri," kata Jarir dalam konferensi pers, Senin, 11 Januari 2021.
Faktor lainnya, Jarir menyebutkan, yaitu perilaku masyarakat, proses transmisi dari satu orang ke orang lain, dan karakteristik populasi atau subyek yang diikutsertakan dalam penelitian. Di Turki, kata Jarir, subyek uji klinisnya adalah 20 persen tenaga kesehatan dan 80 persen orang yang memiliki risiko tinggi.
Pun dengan uji klinis di Brasil. "Ini risiko penularan tinggi, bisa mengakibatkan angka kejadian atau efikasi jadi lebih tinggi juga," katanya.
Sedang di Bandung, Jarir membandingkan, relawan vaksin yang dilibatkan berasal dari populasi umum. Menurut Jarir, hal tersebut justru menjadi informasi yang baik bagi penggunaan vaksin itu Indonesia nantinya, "Karena populasi umum itu perlindungannya segitu."
Efikasi 65,3 persen vaksin Sinovac dalam uji di Indonesia hanya lebih tinggi dari vaksin AstraZeneca dan Oxford University dosis normal. Efikasi vaksin Astitu dari hasil uji klinis menggunakan dua kali suntikan, dua dosis, hanya menghasilkan angka 62 persen.
Tapi, secara kontroversial AstraZeneca menggunakan nilai rata-rata efikasi dengan memperhitungkan hasil uji klinis dengan suntikan pertama yang hanya setengah dosis. Hasilnya muncul angka efikasi 70 persen dari total peserta uji klinis sebanyak lebih dari 10 ribu orang.
Sedang vaksin Covid-19 dari Pfizer dan Moderna di Amerika Serikat telah lebih dulu mengumumkan klaim efikasi dari hasil uji klinis masing-masing yang sebesar 95 dan 94 persen. Kelemahan keduanya adalah proses distribusi yang harus ultra-dingin agar vaksin tidak rusak.
Vaksin Moderna menambahkan klaimnya bahwa vaksin mRNA yang dikembangkannya menunjukkan konsistensi untuk semua usia, ras, etnis dan demografi jenis kelamin. Seluruhnya ada 30 ribu peserta uji klinis termasuk mereka yang lansia.
Baca juga:
Pandemi Covid-19 di Indonesia, 83 Persen Dokter Umum Sudah Burn Out Sedang
Vaksin Pfizer melibatkan lebih banyak lagi, yakni 42 ribu relawan, dengan rentang usia sampai 85 tahun. Pfizer yang bermitra dengan BioNTech dari Jerman melaporkan efikasi pada mereka yang berusia di atas 65 tahun sebesar 94 persen--sedikit di bawah angka secara keseluruhan usia.
FRISKI RIANA