TEMPO.CO, Jakarta - Inggris menjadi negara Barat pertama yang mengizinkan penggunaan vaksin Covid-19. Otoritas kesehatan di negara itu memberikan izin kepada vaksin yang dikembangkan Pfizer-BioNTech pada Rabu lalu dan rencananya vaksinasi sudah akan dilakukan di awal pekan ini.
Negara berikutnya yang bakal sebar penggunaan vaksin Pfizer untuk warganya kemungkinan adalah Amerika Serikat. Pekan ini, otoritas kesehatan di negara itu dijadwalkan akan membahas permohonan izin penggunaan darurat vaksin yang dibuat dengan teknologi baru tersebut.
Baca juga:
Membandingkan Rantai Distribusi Dingin Vaksin Pfizer dan Vaksin lainnya
Pfizer, seperti halnya Moderna--yang juga telah mengajukan izin penggunaan darurat di Amerika dan Eropa, mengembangkan vaksin Covid-19 menggunakan teknik mRNA. Belum ada satupun vaksin yang sudah digunakan selama ini menggunakan teknik tersebut, sekalipun studinya sudah berjalan puluhan tahun.
Banyak yang kemudian bertanya-tanya seperti apa vaksinasi nanti yang akan dijalaninya menggunakan vaksin jenis baru tersebut. Seperti apa perbedaan yang akan dirasakan dibandingkan vaksinasi umumnya.
Berikut ini, beberapa pertanyaan dan jawabannya tentang vaksin Pfizer untuk bisa mengenalinya lebih dekat,
Berapa besar efektivitasnya?
Sekitar 95 persen. Uji klinis fase 3 vaksin ini melibatkan 42 ribu relawan, sekitar separuhnya menerima suntikan vaksin dan sisanya plasebo. Total, ada 170 relawan yang kemudian terinfeksi Covid-19 tapi hanya 8 yang berasal dari kelompok penerima suntikan berisi vaksin atau sekitar 5 persen. Angka itu jauh melampaui ekspektasi WHO yang sudah cukup puas dengan efektivitas vaksin lebih dari 50 persen untuk penggunaan darurat di tengah pandemi yang masih berkecamuk.
Apa isi vaksin ini?
Bahan aktifnya adalah messenger RNA (mRNA) yang membawa instruksi pembuatan protein paku seperti yang ada pada virus corona Covid-19, SARS-CoV-2. Protein paku ni yang berperan virus itu bisa menginfeksi sel. Bahan aktif mRNA dalam vaksin itu sendiri sintetis, tidak diekstrak dari SARS-CoV-2 hidup. Bahan itu 'dikemas' dalam sebuah material lemak berukuran nano.
Dilarutkan dalam cairan garam, material itu kemudian diinjeksikan ke dalam jaringan otot lengan atas. Bahan aktif mRNA akan direspons sel-sel imun yang mengikuti instruksi membuat protein paku sehingga seakan-akan tubuh kedatangan (terinfeksi) virus corona Covid-19.
Baca juga:
Harapan dari Vaksin Pfizer, Ini 4 Pertanyaan yang Belum Terjawab
Protein itu lalu akan dianggap tamu asing oleh sistem imun tubuh yang kemudian menyerangnya. Seperti dijelaskan Uur ahin, Direktur Eksekutif BioNTech, antibodi dari sel B dan T akan teraktivasi. "Memori imunitas pun tersimpan yang artinya sistem imun tubuh telah mempelajari bagaimana mengalahkan patogen itu dan bisa bereaksi cepat jika bertemu dengan material yang sama di masa berikutnya."
Berapa lama memori imun itu akan bertahan?
Pertanyaan ini belum ada jawabannya tapi WHO mengatakan minimum 6 bulan sudah bisa diterima. Pfizer per saat ini baru berjarak empat bulan dari suntikan dosis kedua terhadap para relawan uji klinis.