Sel dendritik bisa diperoleh dari darah seseorang, tapi bisa diambil dari sumsum tulang. Sel dendritik ini dipisahkan, dan diambil dari darah. Pemisahannya dilakukan di dalam laboratorium.
“Kemudian dipicu dengan protein kanker. Setelah mulai matang, sel dendritik disuntikkan kepada orang yang punya darah dan kanker tersebut,” kata Nidom.
Dalam teknologi Vaksin Nusantara, protein kanker itu diganti dengan protein virus Covid-19. Metode ini, Nidom mengungkapkan, juga sempat direncanakan di beberapa perguruan tinggi. Dia menyebutnya sebagai intervensi dengan Stem Cell.
"Caranya hampir sama, cuma beda selnya karena menggunakan pendekatan sel hematopoitin,” ujar Nidom menambahkan.
Dihubungi terpisah Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syah belum bisa memberikan komentar mengenai Vaksin Nusantara. Dia hanya mengatakan masih menunggu hasil uji klinis tahap 2 dan 3.
“Kita menunggu hasil uji klinis tahap 2 dan 3. Serta mendapat emergency use authorization (EUA) atau izin penggunaan darurat dari BPOM,” kata Ari yang merupakan Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Senin, 22 Februari 2021.
Vaksin Nusantara dikabarkan telah menjalani uji klinis fase 1, dan sedang dikaji hasilnya oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk bisa berlanjut ke uji klinis fase berikutnya. Terawan mengumumkan sedang mengembangkan vaksin tersendiri untuk melawan SARS-CoV-2 itu menggandeng tim peneliti dari Laboratorium RSUP Kariadi Semarang, juga Universitas Diponegoro (Undip) dan Aivita Biomedical Corporation dari Amerika Serikat.
Baca juga:
Membandingkan Dua Uji Stem Cell Unair dan UI Melawan Covid-19
Terawan mengklaim, Vaksin Nusantara memiliki kelebihan kekebalan yang lebih lama dibandingkan beberapa varian antivirus lainnya. Alasannya adalah karena menggunakan basis sel dendritik.